Polemik Larangan Bercadar, ini Penjelasan Rais Syuriah PBNU

| Rabu, 07/03/2018 14:05 WIB
Polemik Larangan Bercadar, ini Penjelasan Rais Syuriah PBNU foto Istimewa

YOGYAKARTA, RADARBANGSA.COM - Cadar menjadi perbicangan publik saat ini, pro dan kontra mulai mengemukakan argumentasinya setelah Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Yudian Wahyudi menandatangani Surat Edaran Nomor B-1301/Un.02/R/AK.00.3/02/2018 tentang Pembinaan Mahasiswi Bercadar.

Surat edaran tertanggal 20 Februari 2018 itu ditujukan kepada Dekan Fakultas, Direktur Pascasarjana dan Kepala Unit. Rektor Yudian juga meminta secara khusus Wakil Rektor III untuk mendata dan membina mahasiswi yang bercadar, paling lambat data tersebut masuk di meja rector paling lambat 28 Februari 2018.

Menanggapi polemik larangan bercadar, Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Ahmad Ishomuddin menjelaskan bahwa cadar bukan tradisi umat Islam Indonesia “Tetapi yang jelas cadar bukan tradisi bangsa Indonesia,” tegas Kiai Ishom, sebagaimana dilansir NU Online, Selasa (6/3/18) di Jakarta.

Dalam penuturan, Kiai Ishom menuturkan bahwa cadar merupakan tradisi orang-orang Timur Tengah (Timteng), “cadar tidak hanya dipakai orang Islam, orang Yahudi di daerah Yaman juga memakai cadar. (Bahkan) orang Nasrani ada sebagian yang memakai cadar,” ungkapnya

Dosen UIN Raden Intan Lampung itu, menceritakan bahwa memakai cadar bukan murni ajaran Islam, cadar merupakan budaya orang Arab. Sebagai perbandingan, Kiai Ishom juga menuturkan bahwa istri Rasulullah, ada riwayat yang menjelaskan bercadar, namun suaranya dikenali oleh Rasulullah.  

“Jadi silakan bercadar, tetapi jangan berideologi radikal. Itu yang paling penting saya kira. Kalau ada asumsi bahwa cadar adalah ciri radikalisme juga perlu diteliti, apakah hal itu benar atau tidak,” ujar Kiai Ishom.

Perlu dicermati lebih mendalam, menurutnya, tidak semua yang memakai cadar itu radikal, akan tetapi mahasiswi bercadar sering memunculkan sekat, cenderung tertutup dalam berinteraksi dengan mahasiswa yang lain “Kalau radikal dalam artian kita harus bepikir mendasar dan mendalam memang kita harus melakukannya, tetapi jangan radikal dalam artian terlalu sempit dalam memahami agama, melakukan pemboman, dan perilaku tidak berperikemanusiaan lainnya,” urai Kiai Ishom.

Dalam konteks pembinaan, Kiai Ishom mendukung pihak UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta melakukan pembinaan terhadap mahasiswa yang bercadar.  Pembinaan mahasiswi bercadar dari ideologi radikal itu bagus, tetapi pembinaan tersebut juga harus dilakukan terhadap para mahasiswa secara keseluruhan untuk memenuhi rasa keadilan. Karena radikal itu dari cara berpikirnya yang keliru kemudian sikapnya yang bertentangan.

Kiai Ishom tidak memungkiri bahwa bercadar itu merupakan hak para mahasiswa, akan tetapi persoalannya sering kali mahasiswi yang bercadar membuat sekat-sekat dengan mahasiswa yang tidak bercadar.

“Sekat-sekat inilah yang menimbulkan kecurigaan dan perpecahan, bahayanya lebih besar daripada bercadar itu sendiri. Jadi perlu bijak menangani mereka yang bercadar maupun yang tidak bercadar,” pungkasnya

 

Tags : Mahasiswa bercadar , UIN Sunan Kalijaga , PBNU

Berita Terkait