Soedurisme; Mantra Politik Cak Imin

| Sabtu, 14/04/2018 19:23 WIB
Soedurisme; Mantra Politik Cak Imin A Muhaimin Iskandar (dok PKB)

RADARBANGSA.COM - Saat menziarahi makam Marhaen, secara tegas Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyampaikan keyakinan dan tekadnya untuk melanjutkan semangat Bung Karno, perjuangan Gus Dur, perjuangan para kiai, ulama dan para pejuang lainnya. Bagi Cak Imin, Marhaen adalah realitas sosial yang menginspirasi lahirnya ideologi Marhaenisme yang digagas Sang Proklamator, Bung Karno.

Kemudian, kala menyambangi Kantor Redaksi Pikiran Rakyat, Cak Imin melontarkan satu idiom keren tentang bagaimana memadukan pemikiran Soekarno dan Gus Dur. Cak Imin menyebutnya; Soedurisme, perpaduan dari Soekarnoisme dan Gusdurisme.

Soekarno dan Gus Dur memiliki nilai perjuangan dan pemikiran yang selalu bermuara terhadap bagaimana kesejahteraan rakyat tercapai. Atas dasar ini, Soedurisme menjadi pemahaman utuh Cak Imin terhadap cita-cita kemerdekaan, mewujudkan Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera.

Saya rasa, ide Cak Imin ini menjadi penting direspon lebih jauh. Tidak hanya Cak Imin, kita semua juga merindukan Soekarno dan Gus Dur. Melalui Soedurisme, Cak Imin mengingatkan kita kembali pada sosok hebat yang pernah dimiliki bangsa ini. Dan, memadukan keduanya adalah keniscayaan dalam menghadapi persoalan-persoalan yang ada di Indonesia.  

Soekarno dan Gus Dur

Keberpihakan Soekarno kepada rakyat jelata memang tidak diragukan lagi. Bahkan, keberpihakannya itu diperjelas dengan munculnya ideologi Marhaenisme. Ideologi Marhaenisme dilatarbelakangi oleh keinginan besar Soekarno dalam memperbaiki nasib rakyat Indonesia.

Apa yang dirasakan Soekarno ternyata juga dirasakan pemimpin-pemimpin lainnya. Karenanya, pada saat itu, mereka semua bergerak bersama rakyat mewujudkan kemerdekaan Indonesia dari belenggu penjajahan meski dengan kekuatan seadanya. Semua itu dilakukan –tak lain dan tak bukan- agar kehidupan bangsa meningkat dan sejahtera.

Sejatinya, inti dari ajaran Marhaenisme sangat sedeharna, pemikiran ini tidak banyak memuat ajaran-ajaran filosofis laiknya pemikiran-pemikiran yang ada waktu itu. Melalui Marhaenisme, Soerkarno hendak menyampaikan; pemimpin memiliki tanggung jawab menyuntikkan semangat kepada rakyatnya sehingga mereka bergerak menumbuhkan potensi-potensinya, sehingga mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Singkatnya, Soekarno ingin menyampaikan; rakyat harus memiliki kekuatan sejati dan mampu memantapkan jati dirinya.

Sedang Gus Dur merupakan satu-satunya tokoh yang gigih memperjuangkan toleransi. Sebagai tokoh yang lahir dari lingkungan pesantren, Gus Dur telah mengajarkan kita semua bahwa Islam itu agama yang penuh cinta. Bagi Gus Dur, Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, memberi rahmat bagi seluruh alam.

Nilai-nilai kemanusiaan yang selalu menjadi alasan Gus Dur dalam bertindak membuat dirinya menjadi Bapak Bangsa yang bisa diterima di semua golongan. Kahadiran Gus Dur selalu menjadi peneduh dan penyejuk di tengah dua kutub yang besebrangan.

Bahkan, dalam beragama dan bernergara, Gus Dur menjadi rujukan sampai saat ini. Ada banyak jejak kemanusiaan yang beliau tinggalkan, semua itu menjadi kewajiban kita untuk melanjutkan. Seperti halnya kakek beliau Hadratus Syekh K.H. Hasyim Asy’ari, Gus Dur selalu konsisten dengan pandangannya; nasionalisme dan agama itu sejalan.

Tidak hanya di Indonesia, Gus Dur menjadi idola di negara-negara dunia. Gagasan pluralismenya menegaskan bahwa Gus Dur adalah tokoh penting yang dimiliki dunia. Wajar, jika setiap momentum, kehadiran Gus Dur kerap dirindukan. Tidak hanya Indonesia, dunia pun butuh sosok pengayom yang gemar melontarkan guyon laiknya Gus Dur.

Cak Imin dan Soedurisme

Narasi besar Soedurisme (Soekarnoisme dan Gusdurisme) sepatutnya menjadi jawaban atas masalah yang melilit bangsa ini. Jika diejawantahkan, Soedurisme adalah idiom baru yang kembali menegaskan nasionalisme dan agama berjalan beriringan. Kemudian, Soedurisme adalah simbol bahwa memperjuangkan nasib rakyat menjadi kewajiban pemimpin.

Di dalam Soedurisme, ada cita-cita besar yang harus ditunaikan. Memperjuangkan nasib rakyat menuju pada kehidupan yang layak. Seperti dijelaskan Cak Imin, inti dari Soedurisme adalah kemanusiaan, keadilan, dan kemandirian ekonomi.

Dari Soedurisme-nya ini, Cak Imin ingin memadukan gelombang samudera kaum santri yang dahsyat dengan perahu nasionalisme kita yang besar sebagai identitas kita untuk berlayar menuju masa depan yang tak bertepi.

Soedurisme, sebagaimana Cak Imin katakan; upaya kita yang berani dalam sejarah bangsa ini sebagai rencana ke depan untuk meniti jalan menuju tujuan bersama bangsa ini. Soedurisme mengajak kita semua untuk mandiri dan menumbuhkan potensi-potensi yang ada sebagaimana Soekarno ajarkan.

Pun, Soedurisme mengajak kita untuk menempatkan kemanusiaan dalam setiap pijakan, merawat perbedaan, dan menjadikan Islam sebagai agama yang penuh cinta sebagaimana Gus Dur ajarkan.

Pada akhirnya, Soedurisme adalah mantra politik Cak Imin untuk bangsa ini. Soedurisme hadir sebagai jembatan emas, mengangkat martabat rakyat menjadi lebih baik. Karena kemerdekaan bangsa ini bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk dinikmati oleh rakyat Indoensia.

Ya, Soedurisme adalah kekuatan nasional yang sangat potensial menopang keberagaman, kemandirian dan kekuasaan kita atas milik kita sendiri. Bangsa ini harus mandiri dengan segala potensi yang dimiliki. Soedurisme sebagai perpaduan ide Soekarno dan Gus Dur adalah angin segar bagi masa depan Indonesia. Melalui Soedurisme, Cak Imin ingin menegaskan kembali bahwa Indonesia negara kebangsaan yang bersendikan nilai agama.

Hadirnya Soedurisme sebagai mantra politik Cak Imin, tak lain dan tak bukan, untuk mengembalikan martabat bangsa Indonesia, baik dalam kedaulatan politik, ekonomi dan sosial demi terciptanya Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Soedurisme adalah jati diri bangsa yang digali dari nasionalisme dan agama.
 
Miftahul Aziz
Ketua DKN Garda Bangsa

Tags : Soedurisme , Cak Imin , PKB

Berita Terkait