Sebuah Cita-Cita seorang Cak Imin

| Jum'at, 27/07/2018 22:34 WIB
 Sebuah Cita-Cita seorang Cak Imin M. Jamil, S.H dan Cak Imin (doc.istimewa)

Oleh: M. Jamil, S.H.*

RADARBANGSA.COM- Saat masih kecil, di bangku sekolah dasar, depan kelas pasti sering ditanyain guru-guru kita, "Apa cita-cita mu?", jawabannya pasti beragam. Ada yang bercita-cita sebagai guru, polisi, menteri, dosen, dan tidak jarang banyak juga yang bercita-cita sebagai presiden/wakil presiden. Apakah seorang yang masih bocah dipandang wajar bercita-cita setinggi langit? Mayoritas pasti bilang itu suatu kewajaran, walaupun secara nalar, sekilas kita bisa bilang, "masa seorang bocah bercita-cita setinggi langit. Apa bisa ia capai?" Namun secara akal sehat pula, sebuah cita-cita tidak ada yang tidak mungkin bila kita bersungguh-sungguh untuk mencapainya. Apakah kita tidak menyadari, awal mula para Presiden Republik Indonesia seperti Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), SBY, dan lain-lainnya juga pada masa kecilnya pernah melewati masa-masa sebagai seorang bocah. Bahkan sebagian dari mereka, di masa kecilnya mungkin tidak bercita-cita sebagai presiden.

Pada prinsipnya, siapa pun manusia berhak bercita-cita setinggi langit. Apalagi cita-cita itu adalah sebuah cita-cita yang baik, cita-cita yang mulia, yakni ingin memimpin negara. Kita kontekskan dengan kondisi dewasa ini. Sebagai contoh, ada seorang insan, bisa dibilang tokon nasional (setidak-tidaknya menurut orang-orang yang mengakui ketokohannya, karena pada prinsipnya seberapa besar pun prestasi yang dilakukan, dimata orang yang tidak suka bukanlah apa-apa), Dr. (HC) Abdul Muhaimin Iskandar, M.Si. namanya, yang biasa dikenal luas dengan sebutan Cak Imin. Cak Imin sudah malang melintang di jabatan mentereng nasional. Pernah Eksekutif yakni jadi salahsatu Menteri pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jabatan di Legislatif, saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). Kondisi yang terjadi, banyak dibicarakan secara nasional, bahkan banyak pemberitaan yang kita saksikan, baik di media lokal serta media nasional (media cetak maupun media online) tentang keinginan Cak Imin tampil di bursa Calon Wakil Presiden (Capres) tahun 2019. Kondisi yang paling penting secara politis adalah seorang Cak Imin kini sedang menjabat sebagai ketua umum salahsatu partai politik, apalagi partai politik tersebut didirikan oleh para ulama, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Selain itu, Cak Imin juga sudah terlatih sebagai pemimpin sejak kecil.

Keinginan Cak Imin akan jadi Cawapres tidak jarang yang nyinyir, bahkan tidak jarang juga yang bilang Cak Imin maju cuman dengan modal dengkul. Para penyinyirnya mungkin tidak sadar, bahwa Cak Imin punya modal politik yang sangat besar untuk itu. Cak Imin punya masa riil sebagai pendukungnya, selain ia bisa kerahkan mesin partainya dari dewan pimpinan pusat sampai tingkat ranting, ia juga punya massa riil warga Nahdlatul Ulama (NU). Karena disadari atau tidak perjuangan yang dilakukan NU dan perjuangan yang dilakukan PKB adalah sama. Sebagai pembedanya hanyalah PKB ditugaskan dalam ranah politik praktisnya.

Terkait Cak Imin, bahkan belum lama ini salahsatu tokoh Muhammadiyyah yakni Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak mengakui akan kehebatan dan peluang seorang tokoh bernama Cak Imin. Dahnil memandang bahwasannya seorang Cak Imin lebih pantas maju sebagai calon presiden (Capres) ketimbang menjadi calon wakil presiden (Cawapres). Dahnil memandang, Joko Widodo akan merugi bila tidak memilih seorang Cak Imin sebagai wakilnya pada kontestasi 2019 mendatang, bisa-bisa Jokowi game over alias hancur. Pandangan seorang Dahnil bukan tanpa dasar, karena unsur-unsur untuk itu melekat erat dan ada pada Cak Imin.

Keinganan Cak Imin sama halnya seperti keinginan-keinginan tokoh lain yang juga berkeinginan maju sebagai Capres/Cawapres, seperti Prabowo dengan kendaraan Gerindra-nya, Presiden Joko Widowo yang ingin maju lagi dua periode. Itu semua sah-sah saja, karena ikhtiar baik perlu kita dorong bersama. Siapa pun orangnya berhak mencalonkan diri sebagai presiden asalkan punya kapasitas untuk itu. Karena pada prinsipnya manusia di ciptakan dimuka bumi ini untuk menjadi seorang pemimpin. Seperti halnya sebuah hadis Nabi Muhammad SAW, yang artinya:

“Dari Abdullah, ia berkata: Nabi saw. bersabda: Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawabannya. ....... Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.” (Sahih al-Bukhori: 4789). Hadits tersebut mengisyaratkan bahwasannya siapa pun di muka bumi ini, lebih sempitnya siapa pun di Negara Indonesia ini berhak menjadi pemimpin --mencalonkan diri jadi Capres/Cawapres--, tidak terkecuali seorang Cak Imin.

Walaupun demikian, kita sebagai manusia (rakyat Indonesia), tidak bisa menjamin siapa yang akan memimpin Indonesia satu periode kedepan, seperti halnya  Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah: 247, yang artinya:

"Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah Kami, Padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui." (QS. al-Baqarah: 247).

Dari ayat diatas mengisyaratkan bahwasannya Allah SWT pasti akan menetapkan seseorang pemimpin (raja) yang terbaik dari yang baik, siapa yang dititahkan oleh Allah sebagai raja/pemimpin (kita kontekskan dengan Indonesia, presiden), maka itulah yang terbaik dan yang akan terpilih jadi presiden dan wakil presiden 2019 mendatang. Untuk menggapai cita-cita, sebagai manusia kita hanya berupaya sekuat tenaga untuk menggapainya. Ending akhirnya, seberapa besar pun upaya yang kita lakukan untuk itu, tetap atas seizin Allah yang menjadi akhir dari apa yang menjadi hasil dari pencapaian tersebut. Karena sesungguhnya sang pencipta alam semesta maha mengetahui apa-apa yang tidak kita ketahui.

* Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Tags : Cita-Cita , Cak Imin

Berita Terkait