Lomba Cerpen Santri 2018

Gus Nashir

| Senin, 22/10/2018 19:16 WIB
Gus Nashir Dok Radarbangsa

 Oleh: Himami Baydarus

Pagi yang sangat sejuk itu, ditemani degan alunan lalaran nadhom alfiah, maqsud,dan mantiq, serasa tentram dan tenang ketika sesekali nyanyia-nyanyian itu diluapkan dengan melodi-melodi khas santri, belum lagi  diiringi musik: timba, aqua, dan jerigen, merupakan musik khas ala santri yang telah membuana diberbagai belahan nusantara. Juga tak tertinggal beberapa bahar lagu yang telah dilengkapi dengan taqt’i dan zihafnya membuat nyanyian akan semakin bervariasi sesuai rumus-rumus ilmu Arudl.

Gus Nashir adalah anak pertama dari Kiai Shobron, dengan gayanya yang unik, tak seperti para gawagis umumnya, Gus Nashir agak hitam manis dengan rambut yang amat panjang sekali, sampai Kiai Shobron pernah menegur beliau.

“Shir, alangkah gantengnya jika rambut sepanjang punggung itu kau potong di Cak Nur, tukang cukur sebelah beteng pondok itu!

Beliau hanya diam seribu bahasa ketika perintah itu menggelegak menyuruhnya untuk pangkas rambut, beliau hanya menundukkan kepala, tanpa mengucap sepatah kata.

Tanpa pikir panjang, Gus Nashir pun langsung ke rumah Cak Nur.

“Cak Nur, aku mau potong rambut  hari ini”

“oo ya Gus, mohon ditunggu dulu sekitar 5 menit, saya mau cuci tangan dulu di dapur karena habis makan!

Sesaat Gus Nashir pun menunggu, seraya membaca kalimat-kalimat yang tak lazim dibaca, karena kalimat yang keluar kadang tak jelas ketika di dengar, tak terang ketika ditulis, entah kalimat apa itu?, rata-rata para santri pun bingung dengan aktivitas Gus Nashir yang semakin hari, semakin aneh.

Akhirnya potong rambut pun  segera dilaksanakan, Cak Nur memerintah Gus Nshir agar naik keatas kursi cukur,” silahkan Gus naik, agar enak ketika dipotong!, perintah Cak Nur.

Kejadian aneh tiba-tiba muncul, alat yang diguakan untuk memotong Gus Nashir, tiba tiba pecah ketika alat itu didekatkan pada rambutnya, bukan hanya itu lampu sekitar desa juga mati, padahal ini belum giliran mati lampu. Cak Nur pun bingung kepalang dengan kejadian itu, dalam hatinya sampai dia bertanaya-tanay atas kejadian tsb.

“Kok nggak seperti biasa alat ini, berfungsi normal, bahka sampai satu hari saya melayani 14 orang, tak ada alat pun yang rusak ketika ku gunakan, ini giliran gus kok malah rusak?, tanya Cak Nun.

Tanpa basa basi Cak Nur ngomong  langsung kepada Gus Nashir.

“Gus maaaf, alatnya pecah, listriknya mati entah mengapa?

“Lho kok bisa Cak?, padahal ini perintah dari abah ,hari ini rambut saya supaya dipotong agar kelihatan ganteng.

“Benar memang gus, karena jika seseorang yang rambutnya panjang itu akan terkesa tua, sedangkan sampean masih muda.

Gus Nashir pun mencari tukang cukur lain yang berada di timur gerbang putri. Bertepatan hari itu adalah hari jumat, sehingga Gus Nashir harus ngantri bersama santri-santrinya.

Tak seperti biasanya, dia memakai baju putih songkok hitam dan sandal kayu, sehingga santri pun langsung mempersilahakan Gus Nashir untuk potong terlebih dahulu.

“Silahkan sampeyan dulu gus, kami akhir-akhir saja.

“Nggak kang, silahkan anda dulu, karena aku datang terakhir, maka seharusnya di nomer akhir adalah giliranku.

Sikap nya yang tawadh’u,santun dalam berbahasa membuatnya disegani para santri.

Satu demi satu para santri menyelesaikan potong rambutnya, dan mereka pun menunggu Gus Nashir di belakang kursi tukang cukur.

Tiba giliran Gus Nashir maju, kejadian aneh pun terulang kembali, listrik yang digunakan untuk mencukur tiba tiba mati, dan yang lebih aneh lagi hujan deras turun seraya ada samabaran petir di depan toko rumah Pak Ali.

Tukang cukur pun bigung, mengapa kejadian ini tiba-tiba muncul, padahal dari tadi kondisi amat panas, sesaat orang berambut panjang ini potong rambut mengapa kejadian mencuat seperti ini?, dia pun bertanya tanya didalam hatinya.

Dan dia memutuskan untuk ngomong dengan Gus Nashir:

“Maaf mas, listriknya mati, mungkin karena sambaran petir toko pak ali, sehingga saya tidak bisa melanjutkan pekerjaan ini.

“Waduh, gawat ini mas nanti saya dimarahi abah, kalau sekarang tidak potong rambut.

Ya sudah, kalau pakai gunting saja gimana?, tapi buukankah itu aka lama?, tanya tukang cukur.

“Okelah tak apa, yang penting bagaimana caranya rambut panajang ini bisa pendek.

Tak kehilanagan cara, akhirnya tukang cukurpun menggunting rambut gus nashir.

Kejadian aneh tiba-tiba muncul, seketika itu gunting yang digunakan bengkok.

Semua santri dalam kondisi hujan da mati lampu itu tertegun atas keejadian yang meimpa gus nashir, tak hanya itu, tukag cukur pun langsug menutup tempat cukurnya.

“Ini bukan manusia biasa, mungkin ini orang majdub yang sengaja mampir ditempat ku” suara hati tukang cukur

“Maaf mas. Apalah daya yang ku kerahkan ternyata tak membuahka hasil, coba kapan-kapan  cari tukang cukur lebih profesional dari saya!

“Ya mas, kalau beghitu kapan-kapan saya akan mencari tukabg cukur yang bisa memeotong rambut ini,

Beberpa menit Gus Nashir pun keluar di depan pintu tukang cukur, dengan gayanya yang santai,setapak demi setapak langkah kakinya menuju pondok, beliau sangat aneh, beliau hilang dari pandamgan mata, padahal para santri melotot memerhatikan gerak geriknya, tapi beliau serasa menghilang dan menurut sebagian para santri dan masyarakat sekitar beliau punya ilmu melipat bumi.

**

Akhirnya kabar itu meluas di setiap asrama santri putra, bahwa Gus Nashir punya ilmu thoyyul ardhi (melipat bumi), tak hanya sekedar cerita belaka tapi, beberapa masyarakat sekitar pondok kerap kali melihat keanehan ymg terjadi pada Gus Nashir, seperti Cak Nur dan beberapa tukang cukur lainnya, ketika akan memotog rambut Gus Nashir kejadian aneh pasti terjadi, dan akhir-akhir ini gus Nashir anehnya sering menyendiri di musholla, ujar kang Slamet”!

Hari demi hari, kang Slamet akhirnya dipanggil kiai shobron untuk mengumumkan pengajian Sulamut taufiq yang akan diadakan nanti b’ada magrib kepada seluruh santri putra.

“Met, umumkan kalau nanti malam saya akan membaca kitab Sulamuttaufiq karya Imam Nawawi, lama saya kangen dengan kitab itu.

Kang Slamet dari segi usia memang lebih tua dari gus Nashir, tapi t’adzim dan rasa hormatya tetap ia jaga. Agar ilmu yang diperolehnya manfaat dan barokah.

Pegajian pun dimulai.

Seperti biasanya seluruh santri mengikuti pengajian tersebut, karena umumnya dalam pesantren salaf,jika kiai pengasuh yang megaji kitab, maka santri kan berbondong bondong mengikuti pengajian itu, disamping banyaknya keteranga yang muncul,terkadang kiai memberi amalan disepanjang ngajinya.

“waqola: Lan ngendiko, sopo al imamu : imam, an nawawiyu :kang bongso nawawi.

Tiba tiba  kiai Sobron menundukkan kepala, sekitar 5 menit santri menunggu bangunnya kiai tersebut, para santri menduga kalau kiai Sobron kecapean karena banyaknya tamu yang terus menerus berdatangan setiap harinya.

“Iki kok tumben, kiai shobron turu ne?,celetuk kang Amin santri asal trenggalek

“Sudahlah, sabar, beliau mungkin masih kecapekan, timpal kang Arik, abdi dalem kiai sobron.

Setelah perbincanagan selesai, kiai sobron bangun dari tidurnya, seraya langsung menerangkan:

Santri kui dadi wong kudu sabar, ono salah sijine wali yang selama ini dia tak mau terkenal, karena berkah sabarnya sampai imam nawawi bercerita padaku, kalau orang tersebut ternyata mempunyai  amalan yang bernama Ismul a’adzam”.

Ismul a’dzam adalah amalan agar kau sampai pada tempat dengan waktu yang amat cepat sekali atau bahasanya thoyyul ardhi (melipat bumi), tak hanya itu, manfaat lain bahwa ismul a’adzam mampu melawan beberapa puluh orang yang datang kepadamu,dan ia akan kalah jika kau bacakan kalimat-kalimat yang ada dalam ismul a’adzam, syaratnya hati harus bersih, selalu istighfar, dan di pondok ini ada satu orang yang mempunyai amalan tersebut.

Seusai Yai Shobron menyampaika isi mimpinya,  sebenernya bukan sekedar tidur biasa akan tetapi beliau bertemu dengan mushonnif kitab tersebut.

Kang Slamet, kang arik sudah mulai curiga dengan pesan kiai Sobron tersebut, bahwa satu satunya orang yang punya amalan tersebut adalah putranya sendiri yakni gus Nashir.

Keesokan hari mereka bertiga sepakat akan sowan ke rumah Gus Nashir, untuk mendapatkan amalan penting itu, karena bagaimaapun santri akan selalu tertarik dengan ijazah,amalan,dan wejangan-wejangan dari kiai.

‘Kang Slamet, besok saya akan coba dulu ke rumah Gus Nashir, untuk mencoba meminta amalan ismul a’adzam, kalian berdua jagan ikut dulu, aku takut anti jika ramai ramai amalnnay nggak dikasih, ungkap kang Arik!

Kalau begitu untuk pertama kali biar kang Arik selaku abdi dalem kiai shobron untuk meminta amalan itu, tapi jangan lupa kalau  dikasih sama Gus Nashir, kami juga dikasi, jawab kang Amin.

“Gampang, itu semua bisa diatur.

Tapi biasa mangkalnya gus ashir kkalau sore dimana ya?”

Kata cak nur, kalau sore hari beliau biasanya mancing dibelakang beteng pondok dan ketepatan beliau mesti sendiri,dan itu adalah kesempatan emas untuk mendapat amalan.

Selang beberapa waktu kang ardi menuju lokasi kulon beteng, yang aneh gus nashir pada saat itu tertawa terbahak bahak hingga suaranya terdengar di rumah cak ur.

‘Assalamualaikum gus?

Waalaikumsalam, kang

Begini gus, saya Arik abdi dalem kiai Shobron, jika tidak megganggu bolehkah saya minta amalan ismul a’adzam?

Mengapa taidak meminta kepada abah saja kang?, ya sudah kalau sampeyan meminta kepada saya, cobak besok tepat jam 6:00 amati kejadian yang ada di pasar merning depan toko mas, setelah itu temui lagi saya disini.

Maksih gus, akan saya amati kejadian apa yang terjadi besok, jawab kang arik!

Ini kejadian aneh sekali,bayangkan, gus nashir setelah itu langsung menertawaiku,seperti pelawak saja aku.

**

Sekitar pukul 5:00 ku keluar dari pondok utuk menuju ke pasar merning, seraya melihat kejadian apa satu hari ini.

Nampak anak sekolah,ibu rumah tangga membeli sayur, pedagang pun menjajakan dagangannya kepada pembeli, Satpol PP mengamankan area parkir, dan ada pennertiban jalan, yang menjadi  perhatian di pinggir jalan masuk pasar itu ada kakek tua yang menjual kayunya di prtrngahan jalan, akhirnya dari satpol pp menertibkan kayu tersebut dan mengusir kakek tua itu, naas nya kakek tua itu tetap tidak mau jika tempatnya diusir, karena memang tampat magakal kakek tua tersebut di tempat tersebut, dan tanpa banyak bicara kakek tua pun dihantami oleh satpol pp sampai babak belur karena tidak mau meninggalkan tempat tersebut, ingin rasanya menolong, tapi apalah daya tak sampai,bahwa satpol pp mempunyai segerombolan anggota yang kuat dan banyak, sehingga aku hanya mampu melihat seraya mendoakan.

Tak terasa haripun menjelang  sore, akupun segera menemui gus nashir di tempat magkalnya, tapi ini agak sedikit aneha, beliau menangis meronta-ronta seperti apa yang di timpa kakek tua dipasar tadi.

‘Gus kenapa”?, tanyaku pada beliau

Minggir kau!, minggir!, sekarang saya akan tanya,degan suara yang terbata bata entah siapa yang sedang merasuki dirinya,

Apa yng kau lihat di pasar tadi?

Yang saya lihat: ada anak sekolah, ibu rumah tangga dan sekumpulan penjual dan pembeli yang salig transaksi, aka tetapi ada satu kejadian di pinggir jalan menuju pasar gus, satpol pp mengusir kakek tua gus dan memukulinya hingga babak belur, hingga dia minggir dari jalan itu.

Lalu apa yang kamu lakukan melihat kejadian tersebut?, tanya Gus Nashir.

Aku hanya diam seribu bahasa Gus, seandainya aku punya ismu a’adzam pasti akan kulawanseraya memukul dengan meniupkan amalan tersebut, dan saya yakin mereka akan kalah dengan amalan itu, da untuk menghilsngksn bekas kejadian tersebut aku juga akan mebaca ismu a’adzam agar mampu langsung ke rumahku.

Kau tau siapa kakek itu?

Nggak gus, saya nggak tahu.

Itu adalah guruku yang mengajari ismul a’dzam, sebenarnya aku paham kejadian semua yang ada di pasar pagi tadi, cuma aku menguji seberapa besar kesabaranmu jika kejdian yang menimpa kakek itu menimpa dirimu.

Dan ternyata meski beliau punya ismu a’adzam beliau tatap sabar dan tak mau sombong, seda halnya dengan kamu kang Arik.

Ismu a’dzam saja belum kau terima, tapi sifat sombong, ujub sudah menghantuimu, bagaimana kau akan mendapat amalan tersebut,jika hati masih belum suci, seperti ini.

Aku pun tak mampu berkata apa-apa dengan kejadian ini, mungkin ini pr saya ,bukan hanya pinter tapi jadi orang bener juga sulit.

 

 

 

Tags : Cerpen Santri , Hari Santri 2018

Berita Terkait