Lomba Cerpen Santri 2018

Tempelan Kertas Impian di Tembok Lemariku

| Minggu, 04/11/2018 17:19 WIB
Tempelan Kertas Impian di Tembok Lemariku Dok Radarbangsa

Oleh : Dedi Irawan

RADARBANGSA.COM - Bayang itu terlintas seketika. Aku terus mengingat tentang seseorang yang selalu menyadarkanku akan sebuah kata “lillah”. Karena Allah hati ini selalu bergejolak bahwa ia menginginkan rasa untuk selalu ada. Menginginkannya untuk selalu saling mengingatkan walau dalam sepercik do’a. Ini bukanlah sajak kata untuk kekasih yang selalu orang-orang pikirkan bahwa mereka harus bergandengan tangan, berduaan ataupun semacamnya. Tapi ini sajak kata untuk ia yang selalu ada dalam setiap bait harapan dan impianku. Ia yang membawaku kedalam mimpi dan keinginan untuk meraih dunia dan akherat. Ia yang telah membawaku kedunia ini dan merawatku sepenuh hati.
Aku menulis kata itu dalam selembar kertas lalu menempelkanya dipintu lemariku.

Sajak kata yang belum bisa kubuktikan dalam kehidupan ini. Hanya kata-kata semu yang terbentuk lewat semilir rindu. Tapi aku percaya akan apa yang aku tulis bahwa Allah pasti akan mengabulkannya dan itu sudah menjadi rutinitasku ketika aku menginginkan sesuatu. Itu adalah kata kasih yang selalu mengharapkan ridho-Nya. Kata kasih yang tak pernah mengenal tentang arti pacaran tapi hanya mengenal tentang arti dari mendo’akan dalam sebuah perjuangan tangguh untuk membahagiakan semua orang tersayang terutama kedua orangtua yang selalu ada dalam kisah tangis dan tawa. Namaku Neng Salamah, biasa dipanggil Neng ataupun Amah. Lahir di Surakarta 06 Juli 2000. Aku sekarang hidup disebuah pesantren di Yogyakarta. Selalu bersyukur bahwa Allah telah memberikan kesempatan kepadaku untuk bisa melanjutkan menuntut ilmu setelah waktu itu aku memutuskan untuk berhenti sekolah karena keluargaku.

Terlahir dikeluarga tidak mampu membuatku harus terus berusaha untuk memperjuangkan mimpiku. Rumah tempat teduh kami berada di Desa pelosok Kota Surakarta. Bapakku bekerja sebagai pekebun dan Ibuku hanyalah ibu rumah tangga biasa. Untuk sekolah SD sampai SMP aku dapat full beasiswa dari sekolah sampai waktu itu saat aku ingin melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi aku tak bisa membeli kebutuhan pokok sekolah seperti seragama dan buku tulis. Pernah pada suatu hari Ibu meminta uang kepada Bapak untuk membeli korek api karena pada saat itu untuk memasak keluargaku masih menggunakan bata dan kayu bakar.

Aku benar-benar ingat kejadian itu dimana keluargaku tidak memiliki uang sepeserpun. Waktu itu aku melihat Ibu menangis, melihat isak tangis ibu juga membuatku ikut menangis. Betapa terpuruk keluargaku waktu itu, korek dengan harga tidak sampai dengan seribu rupiah saja kami tidak mampu membeli.

Baca selengkapnya di sini

Tags : Hari Santri 2018 , PKB

Berita Terkait