Manuver Bursa Transfer Kader Partai

| Rabu, 07/11/2018 19:33 WIB
Manuver Bursa Transfer Kader Partai  Ilustrasi. doc. istimewa

Oleh: Fathorrahman Hasbul*

RADARBANGSA.COM- Tak lekang dalam ingatan kita, proses pendaftaran calon legislatif beberapa waktu lalu telah menyisakan sedikit fakta yang  cukup menarik. Tidak saja soal keterwakilan perempuan yang hampir di atas standar, tumbuhnya para caleg muda, maupun diaspora partai baru yang mengharu biru, tetapi juga soal derasnya kecenderungan patgulipat caleg kutu loncat. Perpindahan ini dalam politik mungkin tampak klise, tetapi lagi-lagi perpindahan tersebut cukup mengagetkan, sebab dinding-dinding tebal parpol yang selama ini kokoh ternyata tampak begitu cair dan dinamis.

Perpindahan kader partai pada bursa caleg tidak hanya terfragmentasi pada garis satu arah dari partai nasionalis ke nasionalis, atau religius ke religius, tetapi justru tampak asimetris. Perpindahan Yusuf Supendi dari PKS ke PDIP, Krisna Mukti dari PKB ke Partai Nasdem, Lucky Hakim dari PAN ke Partai Nasdem, dan beberapa elite politik yang lain merupakan fakta bahwa dalam politik tak ada taklid yang bersifat ajek. Semuanya bebas melangkah, memilih, dan bermanuver sesuai dengan arah angin kepentingan. Tampaknya, jurus-jurus kepentingan pragmatis jauh lebih banyak dipakai dari pada jurus-jurus ideologi yang selama ini mereka dapatkan di pelabuhan asal.

Perpindahan dari satu aras ke aras yang lain -yang cukup berbeda ini- harus diakui sebagai sebuah bagian dari sikap rasional. Pilihan rasional merupakan sebuah tabiat mereka untuk mengukuhkan kepentingan politik dirinya. Sebagai seorang politisi mereka sadar bahwa politik dan berbagai atribusi di dalamnya tidak saja tentang “posisi yang baik” tetapi juga meniscayakan posisi yang strategis. Pilihan atas yang strategis inilah yang sebetulnya terus menjadi titik pijak mereka dalam berkiprah dalam gelanggang politik tanah air. Sehingga perpindahan politik dari dahan yang satu ke dahan yang lainnya menjadi realitas yang getas.

Di titik inilah,  James S. Coleman (1973) menyebutkan bahwa praktik perpindahan parpol oleh beberapa elite mencermikan apa yang disebut sebagai prilaku rational action dimana mereka dikategoikan sebagai aktor yang pada dasarnya egois, dan segala tindakannya berdasarkan kecenderungan yang partikular. Kecenderungan yang bermuara pada upaya pencarian efisiensi untuk mencapai tujuan. Sehingga perpindahan mereka acapkali dilakukan secara sukarela bahkan dengan rasa bahagia.

Duduk persoalannya tentu tidak sebatas bagaimana mereka getol mengejar simpul-simpul materi dalam politik, tetapi juga harus dipahami bahwa politik adalah lanskap, banyak aspek yang menjadi bagian penting dari gugus besar politik itu sendiri. Ideologi dan konstituen adalah dua senyawa yang tidak dapat diabaikan. Ideologi menjadi salah satu sendi paling intim atas partisipasi elite dalam dunia politik. Seharusnya, jika mereka memiliki alasan ideologis untuk mengabdi melalui jalur partai politik tertentu sejatinya mereka tidak cepat untuk berpindah haluan. Jikapun ada masalah, orang-orang yang memiliki ideologi yang kokoh bisa dipastikan mereka konsisten dan memiliki cara pandang alteratif tentang persoalan yang melilit mereka, tentunya dengan tetap isitiqomah berada di atas perahu yang telah mengantarkan mereka kepada jalur pengabdian.

Dalam konteks yang lain, posisi konstituen sejatinya juga menjadi pertimbangan yang tidak boleh dikesampingkan. Konstituen bukan konsumen yang dengan mudahnya dikamuflase dalam setiap momentum politik, tetapi mereka adalah simpul penting dalam proses politik. Ketika konstituen memercayakan aspirasinya kepada politisi di partai tertentu dan pada saat yang sama justru mereka pindah haluan, maka para politisi itu telah merobohkan bangunan kepercayaan yang telah lama mereka bangun. Efeknya tidak saja berpengaruh pada marwah oknum politik, tetapi juga pada partai politik yang telah membesarkan namanya.

 Nomadisme

Fakta pindahnya beberapa elite politik dengan berbagi latar belakang motif yang disampaikan sesungguhnya merupakan gejala yang sudah lama.  Dalam diskursus politik, ini semacam gejala nomadisme. Deleuze dan Guattari (1980) melukiskan nomadisme sebagai entitas politik yang dicirikan oleh sifatnya yang selalu berpindah dengan berbagai pola seperti  berdeformasi, bertransmutasi, bermetamorfosis, anti identitas, anti ketetapan, selalu mengalir dan bergejolak. Yang unik nomadisme di sini tidak sebatas berpijak pada perpindahan-perpidahan partai yang memiliki kesamaan visi dan ideologi, tetapi lebih dari pada itu, nomadisme menyaratkan perpindahan yang bebas, tidak terpengaruh oleh alasan-alasan ideologis, melainkan oleh eksistensi dan kepusaan partikular semata.

Secara simbolik, perpindahan elite tersebut memperlihatkan secara gamblang bahwa sesungguhnya para politisi tersebut tidak terlalu ambil pusing dengan tanggung jawab ideologi, identitas, dan mandat politik yang lain. Sebagai bagian dari anggota parpol tertentu yang ikut serta membesarkan dirinya, mereka yang pindah parpol meminjam istilah Yasraf Amir Pilliang (2008) pantas disebut sebagai orang yang tidak mempunyai satu ketetapan (sendentarity). Para barisan orang-orang ini kemudian secara paradigmatik merupakan bagian integral dari para nomad politik yang dengan gamblang kita jumpai hari ini.

Sebagai proses politik, alasan-alasan yang acapkali dikemukan terutama tentang soal ketidaknyamanan mereka dalam banyak hal terutama soal komunikasi, posisi, dan sejenisnya tetap harus kita hargai. Tetapi harus diakui bahwa praktek perpindahan demikian sesungguhnya akan menciptakan disilusi bagi konstituen.  Mudahnya pindah ke lain hati tidak lain karena ada keyakinan bahwa popularitas dirinya sebagai tokoh publik dianggap sudah cukup bersinar. Sehingga kemanapun dia berlabuh, popularitas akan juga ikut menyertai. Dengan begini mereka bebas pindah dari dahan yang satu ke dahan yang lain, tinggal memastikan di titik mana ada dahan yang lebih ‘hijau’ dan lebih ‘rindang’.

 * Penulis adalah Peneliti New Media dan Komunikasi Politik. Menempuh Magister Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM

Tags : Bursa Transfer , Kader , Caleg , Partai Politik

Berita Terkait