Lomba Cerpen Santri 2018

Isyaroh Mimpiku Bersama Ayah dan Kiai

| Jum'at, 09/11/2018 18:38 WIB
Isyaroh Mimpiku Bersama Ayah dan Kiai Dok Radarbangsa

Oleh: Indra Nuryana Depi

RADARBANGSA.COM - Embun membias cahaya mentari, redupkan malam yang berganti pagi menandakan segala aktivitas di pondok dimulai kembali. (Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing kriiiiiiiiiiiiing kriiiiiiiiiiiing).Bel shalat dhuha sudah berbunyi membuat para santri berlarian menuju kamar mandi untuk mengambil air wudlu sebelum melaksanakan shalat dhuha berjamaah, salah seorang santri tanpa sengaja terjatuh karena tersenggol oleh santri lainnya, ia tak bisa bangun karena tidak ada yang menolongnya (sungguh malang ia). MUHAMMAD LUTFHI santri penghafal al-qur’an yang memiliki kekurangan yang tampak pada anggota tubuhnya, ia terlahir tanpa memiliki tangan sebelah kiri, namun hal tersebut sama sekali tidak membuatnya putus asa dalam menjalani kehidupannya di pesantren.

Diejek, dihina, dicaci sudah ia anggap sebagai makanan sehari-hari, ia hanya menganggap bahwa itu adalah ujian baginya, bagaimana tidak? Ia selalu teringat perkataan ayahnya mengenai fisiknya tersebut “kamu tahu, allah itu adil, maha berkehendak dan maha pengasih lagi penyayang. Dan allah itu maha pemberi nikmat juga pemberi manfaat atas segala ciptaannya, dan ketahuilah bahwa apapun yang diberikan oleh allah pada semua orang itu merupakan nikmat yang bermanfaat, tinggal orang itu saja bisa memanfaatkan nikmat yang telah diberikan padanya itu untuk apa ”,  ya, itulah yang ia jadikan pedoman selama ini agar tidak berkecil hati karena kekurangan yang ia miliki. Bahkan pernah suatu hari ia dituduh mencuri kaus dalam milik temannya satu kamar, padahal ia sama sekali tidak tahu akan hal itu, namun ia hanya diam dan tidak ingin membantah sedikitpun karena, akibatnya ia dilaporkan pada salah satu pengurus yang kebetulan tidak menyukainya dan yang terjadi adalah suatu tindakan yang kejam dan tidak berperikemanusiaan yaitu satu-satunya tangan Lutfhi di celupkan ke dalam air panas yang mengakibatkan satu-satunya tangan Lutfhi jadi memar hingga beberapa minggu. Tapi hal tersebut sama sekali tidak menumbuhkan rasa dendam dan kebencian dalam diri Lutfhi, ia memang pemaaf dan tidak suka mengungkit-ungkit masalah yang telah berlalu.

Jarum jam terus saja berputar, rutinan setiap hari bagi Lutfhi adalah mendengar, membaca, menghafal,menyimak , dan yang terakhir adalah setoran ayat-ayat suci Al-qur’an pada Ustadz. Selain itu dipondok pesantren tersebut juga diajarkan belajar kitab kuning yang tidak lain adalah FATHUL QORIB (ilmu yang mengajarkan tentang ilmu fiqih) yang langsung di ajar oleh Abah yai Sa’ad Abdul Karim, hal tersebut yang diakui oleh para santri sebagai ujian maut dalam batin, bagaimana tidak? Karena mengaji kitab itu butuh ingatan yang kuat untuk mengingat tarkibannya Para santri di pondok Lutfhi saja menganggap bahwa Abah itu seperti malaikat.

Baca selengkapnya di sini

Tags : Hari Santri 2018 , Cerpen Santri , PKB

Berita Terkait