Lomba Cerpen Santri 2018

Penjara Suci

| Minggu, 11/11/2018 18:16 WIB
Penjara Suci Dok Radarbangsa

Oleh: Abdullah Izzudin Hanif

RADARBANGSA.COM - Gerimis menyelimuti senja. Udara terasa dingin dan lembap. Langit yang semula biru tak berawan, kini menjadi redup dengan hadirnya Awan Hitam yang seakan bosan dengan tempatnya. Gema tawa dan hentakan kaki terhenti ketika sayup-sayup terdengar suara tetesan air yang semakin lama semakin menderu kencang. Burung-burung yang sedang bernyanyi riang, kini berterbangan mencari tempat aman. Gerimis itu menjadi hujan.

“Hujan! Selamtkan pakaian antum !!” teriak seseorang dari luar mulai memecah keheningan. Serentak sekerumunan orang dari berbagai arah barlari keluar menuju halaman belakang bagaikan kawanan Kuda yang berlari kencang. Aku tidak berlari karena aku memang sedang tidak menjemur pakaian. Sekilasku perhatikan mereka yang tengah berlari, terutama seseorang yang sangat dekat denganku.

Namanya Alfi.

Sosok yang bertubuh tinggi, berbadan bulat, dan wajah dengan tahi lalat yang menempel di kelopak mata kanannya itu terlihat terus berlari dengan tergopoh-gopoh. Dia tampak keberatan dengan badan besarnya, dia berhasil melewati satu dua orang, Namun, disusul lagi dari belakang kemudian jatuh terpeleset. Aku tertewa lepas. Kemudian, mereka menghilang sesaat setelah melewati jalan kecil yang menghubungkan antara halaman belakang dengan “Rumah” kami.

Terlepas dari semua itu, aku sedang memikirkan hal lain. Sejenak aku termenung diantara derasnya hujan, termangu lama hingga tak terasa udara dingin mulai menusuk tulang, hanyut dalam ingatan masa lalu, masa-masa saat aku menjadi bagian dari Rumah ini. Aku menatap lamat-lamat, memperhatikan sekitar.

***

Rumah kami sendiri sangat sederhana. Kumpulan bangunan putih yang seragam warna putihnya itu terletak di sebuah jalan tak bernama dengan deretan pohon kelapa yang membatasi kawasan kami dengan persawahan, daerah Kesugihan di Cilacap. Rumah kami lebih sering dikenal dengan sebutan “Pesantren”.

Masjid yang dikelilingi oleh bangunan disekitarnya, nampak kokoh berdiri di hamparan tanah seluas 5 Hektar dengar eloknya. Azannya begitu terdengar merdu dan nyaring bagi penghuni jalan itu. Hingga fajar tiba pun orang-orang ramai berbondong-bondong menuju Masjid,meskipun dengan mata yang sembap dan mulut yang menguap-nguap. Kamar Asrama dan Madrasahnya beralaskan lantai putih, sangat sederhanadengan tembok hijau yang kusam karena air hujan yang sering mengguyur jalan itu. Kisi-kisi dan pintu kayu cokelat pun sudah keropos dimakan rayap, memberikan celah bagi nyamuk-nyamuk yang bebes mengganggu lelepnya tidur dan ketenangan belajar mereka.

Baca selengkapnya di sini

Tags : Hari Santri 2018 , Lomba Cerpen , PKB ,

Berita Terkait