Lomba Video Santri 2018
Tergantungnya Mata Mungil
Oleh: Tasya Dea Amalia
RADARBANGSA.COM - Di balik pintu jati terpaku kopiah hitam berkarat. Lebih dari sepuluh tahun lamanya kopiah itu terdiam. Gurat-gurat tua telah nampak. Warnanya yang hitam dulu, kini berubah coklat kekuningan. Jika dipandang dari sudut dipan ia terlihat begitu lesu. Kadang ia terhimpit oleh tegangnya kayu dan dinding batu. Kepala yang telah memilihnya tengah tergantung. Bukan kepala itu tak setia. Tapi apa mau dikata. Masih untung sarung dan surban kelabunya telah memiliki badan baru. Meski lama sekali, tetap saja mereka melekat pada tubuhku.
Dhamar berkelebat redup terang. Listriknya hampir habis. Mungkin dompetku lupa membayar biaya listrik. Pantas saja setiap terduduk di atas lantai serasa ada yang mengganjal di saku celanaku. Udara berhembus dingin penuh sesak embun rindu. Lailahaillah... Subhanallah... dzikir hari yang menua. Dilihat mata dari balik jendela yang usang dunia terlihat lesuh. Tak ingin berbohong jika mereka juga ikut merasa jengah. Langit memuntahkan isinya, perang antar samudra membuat mereka saling memisahkan diri. Bumi terbatuk. Kopiah berkarat itu bergeming.
" Bumi sekarat, benar kawan?"
***
Allah pasti tahu, memanglah begitu...!
Rintik air menangis membasahi bumi pertiwi. Tak ada angin yang menambah keruh suasana di kala hujan datang. Hanya tetap saja pengeroyokan air terhadap rimbun pohon membuatnya menghentikan niat untuk pergi. Air hujan membasahi halaman serta pelataran toko kelontong itu. Kacamatanya ikut berembun terkena bias-bias air. Semuanya terkurung termasuk aku.
Baca selengkapnya di sini
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
-
Menkominfo Sebut Perang Berantas Judi Online untuk Selamatkan Rakyat
-
Sambangi PKS, Anies-Muhaimin: Terima Kasih Telah Berjuang Mewujudkan Cita-cita Perubahan
-
Inter Milan Kunci Gelar Juara Liga Italia, Simone Inzaghi Bangga
-
Mentan Sebut Modernisasi Pertanian Bisa Tingkatkan Produksi Pangan
-
Gus Imin Apresiasi Hakim MK Berikan Dissenting Opinion Putusan Sengketa Pilpres