Politik Melayani Ibu Pertiwi

| Senin, 19/08/2019 20:23 WIB
Politik Melayani Ibu Pertiwi Nur Faizin Koordinator Wilayah Madura DENSUS 26. (doc.istimewa)

Oleh: Nur Faizin*

Seperti halnya partai politik pada umumnya, pada tanggal 20-21  Agustus 2019 Partai Kebangkitan Bangsa  akan menggelar muktamar di Nusa Dua, Bali. Konsep acara muktamar akan dijadikan pesta rakyat dengan mengusung tema `Melayani Ibu Pertiwi`. Muktamar kali ini akan tampak sangat spesial karena suara PKB meningkat signifikan daripada tahun 2014, dan berhasil memenangkan pasangan Jokowi-KH Ma’ruf Amin secara membanggakan.

Kemenangan PKB kali ini begitu adiwarna dan hampir sempurna. Sebab pada pemilu 2019, di bawah komando Gus Muhaimin, PKB berhasil melampaui perolehan masa emas pada Pemilu 1999. Pada Pemilu 1999 PKB mendapat suara 13.336.982 (52 kursi DPR RI), dan pada 2019 suara PKB naik menjadi 13.570.097 (58 kursi DPR RI).

Pada muktamar di Bali ini, semua mata tertuju pada tema yang akan diusung  yakni ‘Melayani Ibu Pertiwi’, sebuah pijakan yang cukup esensial dalam palka dan pangsa politik hari ini. Sebab Ibu Pertiwi merupakan sebuah personifikasi nasional Indonesia, sebuah perwujudan tanah air Indonesia. Tema ini tidak berangkat dari ruang kosong, pipih, dan parsial, tetapi berangkat dari refleksi panjang tentang ralitas kebangsaan secara utuh.

Sebagai partai yang lahir dari rahim NU, politik melayani Ibu Pertiwi merupakan semangat yang telah lama menjadi bagian penting dari ajaran dan kultur pesantren. Dunia politik dalam tradisi dunia pesantren dirujuk dari khazanah keilmuan Islam, politik telah dipelajari dalam kitab-kitab fiqih siyasah. Namun, politik yang dijalankan ialah praktik politik untuk memperkuat pondasi kebangsaan dan kerakyatan. 

Politik melayani ibu pertiwi adalah politik yang khadimul ummah yakni melayani masyarakat Indonesia secara kaffah (menyeluruh). Prinsip politik melayani ibu pertiwi ini bermuara pada upaya melayani masyarakat melalui politik kerakyatan dan kebangsaan. PKB memahami agama tidak selalu berada ada kerangka teologis yang sempit, tetapi lebih sebagai agen perubahan sosial. Politik kerakyatan dan kebangsaan menemukan bentuknya dalam pemberdayaan masyarakat, pendampingan, perjuangan atas hak-hak rakyat dan kaum tertindas, peningkatan dan pemerataan pendidikan, memperjuangkan semangat kebihnekaan dan keadaban, serta pemberdayaan ekonomi kecil-menengah guna mewujudkan bangsa dan negara yang kuat dan beradab.

Jalur politik menjadi salah satu pintu efektif mewujudkan mimpi terciptanya bangsa yang beradab itu sendiri. Politik PKB adalah strategi aktualisasi peran PKB itu sendiri dalam ranah politik kebangsaan. Dalam bahasa santri, memang politik PKB secara formal tampak seperti siyasah safilah (politik praktis), tetapi sesungguhnya orientasi dari arah politik itu sendiri adalah untuk mewujudkan siyasah ‘aliyah yakni politik keluhuran, kerakyatan, dan kebangsaan.  

Politik melayani Ibu Pertiwi juga sejalan dengan gagasan Gioia dan Chittipeddi (1991), bahwa melayani rakyat merupakan relasi sosiologis antara parpol dan masyarakat secara  tulus. Relasi ini ia sebut sebagai  relasi iterasi. Kedua pihak terlibat dalam membangun pemahaman bersama. Pada akhirnya, masyarakat akan merasakan betul manfaat dari kehadiran dan keberadaan parpol sebagai salah satu pilar utama demokrasi. Sehingga implikasi logisnya, apatisme masyarakat terhadap parpol secara perlahan pun akan terkikis dengan sendirinya, masyarakat akan bisa berharap banyak akan lahirnya perubahan kondisi ke arah yang lebih baik.

PKB telah merelakan dirinya sebagai penyambung lidah rakyat yang meyakinkan dan cukup teruji. Seperti dikatakan teolog John Calvin, yang dikutip Sabam Sirait dalam bukunya, Politik Itu Suci (2013), para barisan politisi dalam dalam sebuah partai politik adalah posisi yang suci dan sakral. Politisi dan partai politik dalam berbagai tindakannya merupakan sebagai figur dan instrumen publik yang menyandang tugas penting untuk memancarkan cahaya terang di tengah getirnya kegelapan.

PKB melalui semangat melayani Ibu Pertiwi ini telah menjalma menjadi entitas lembaga politik yang memiliki peran besar dalam menyelesaikan persoalan bangsa dan negara. PKB adalah agen sosial-politik yang memiliki potensi untuk merealisasikan terobosan ide dan gagasan penting dalam keindonesia kita hari ini. Dengan kata lain, PKB adalah rumah ‘pelayanan’ bagi masyarakat Indonesia dari latar belakang apapaun. Tugas ini tidak mudah karena melayani untuk kebaikan masyarakat tidak sederhana. Maka PKB  dengan kader-kader terbaiknya akan terus hadir di tengah-tengah masyarakat, tidak sekadar datang dan menunjukkan keberadaannya, melainkan untuk melayani mereka setiap saat.

Menjadi pelayan Ibu Pertiwi  berarti bahwa keberadaan PKB  dimaksudkan untuk melayani kepentingan masyarakat secara luas. Sekali lagi, menjadi pelayan masyarakat berarti bahwa PKB adalah rumah bagi semua orang yang ingin mendapatkan pelayanan yang paling prima. Jika kehadiran PKB ini di tengah-tengah masyarakat begitu bermakna, akan tercipta hubungan dua arah yang efektif, efisien, dan kuat. Sejalan dengan makna dalam beberapa bait lagu ‘Ibu Pertiwi’ yang ditulis Ismail Marzuki; “Kulihat ibu pertiwi/Kami datang berbakti/Lihatlah putra-putrimu/Menggembirakan ibu/Ibu kami tetap cinta/Putramu yang setia/Menjaga harta pusaka/Untuk nusa dan bangsa”.

*Nur Faizin, adalah alumnus Pascasarjana Sosiologi UGM. Koordinator Wilayah Madura DENSUS 26

Tags : Nur Faizin , Gus Muhaimin , Muktamar PKB

Berita Terkait