IKAPPI dan MUI Kompak Tolak Wacana PPN Sembako

| Kamis, 10/06/2021 11:22 WIB
IKAPPI dan MUI Kompak Tolak Wacana PPN Sembako Pedagang di Pasar Rakyat. (Foto: Ilustrasi)

RADARBANGSA.COM - Kabar pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) Sembako mencuat ke publik dalam beberapa hari belakangan. Isu tersebut juga banyak ditanggapi oleh berbagai golongan, mulai asosiasi aktivis dan pengusaha, ekonom hingga tokoh agama.

Kali ini Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) dan Majelis Ulama Indonesia (Mui) turut bersuara.

Disampaikan oleh Ketua Ikappi, Abdullah Mansuri bahwa wacana PPN Sembako harus dibatalkan. Menurutnya kebijakan itu dapat memukul daya beli masyarakat dan berdampak pada usaha pedagang.

Kami memprotes keras upaya tersebut, sebagai organisasi penghimpun pedagang pasar Indonesia. Kami akan melakukan upaya protes kepada Presiden (Joko Widodo) agar kementerian terkait tidak melakukan upaya yang justru menyulitkan pedagang pasar," ujar Abdullah, seperti dikutip dari laman Republika, Kamis 10 Juni 2021.

Ia juga berharap pemerintah bisa mempertimbangkan banyak hal sebelum menggulirkan kebijakan tersebut. Terlebih lagi keputusan tersebut dibuat di tengah pandemi Covid-19.

Ikappi mencatat saat ini pedagang pasar mengalami penurunan omzet lebih dari 50 persen dibandingkan periode normal. Di samping itu, pemerintah juga belum bisa menjaga stabilitas bahan pangan.

"Harga cabai bulan lalu hingga Rp 100 ribu, harga daging sapi belum stabil, mau dibebani PPN lagi? Kami kesulitan karena ekonomi menurun dan daya beli rendah. Mau ditambah PPN lagi bagaimana tidak gulung tikar," tuturnya.

Sementara itu penolakan keras juga datang dari Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas. Ia menilai, kenaikan harga kebutuhan pokok bisa ditoleransi asalkan daya beli masyarakat tinggi. Kendati demikian, menurutnya, saat ini kondisi ekonomi akibat Covid-19 membuat pendapatan masyarakat menurun.

"Kalau sembako akan dikenakan PPN, maka dampaknya tentu saja harga-harga sembako akan naik," ujarnya.

Menurutnya, sebanyak 50 juta orang bisa menjerit akibat kebijakan tersebut. Sebab, kelompok masyarakat tersebut berpotensi tak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya.

"Maka yang akan sangat terpukul tentu saja masyarakat lapis bawah. Ditambah lagi dengan kelompok lapisan masyarakat yang ada sedikit di atasnya," ungkapnya.

Jika hal itu terjadi, kata dia, tingkat kesejahteraan masyarakat pun akan menurun. Hal ini berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Anak-anak juga terancam kekurangan gizi dan stunting.

"Maka hal demikian jelas akan sangat-sangat merugikan bangsa, tidak hanya untuk hari ini tapi juga untuk masa depan," kata Anwar.

Sebagai informasi, pemerintah berencana mengenakan (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok. Wacana ini tertuang dalam perluasan objek pajak PPN dalam draf revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Dalam draf RUU KUP, pemerintah akan menghapus dua dari empat kelompok barang yang saat ini bebas PPN. Kedua barang tersebut yaitu hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk batu bara dan barang kebutuhan pokok. Hal itu tertuang dalam pasal 4A ayat 2a dan 2b draf RUU KUP.

Barang hasil pertambangan yang bebas PPN di antaranya minyak mentah, gas bumi, pasir dan kerikil, bijih timah, hingga bijih besi. Sedangkan barang kebutuhan pokok yang bebas PPN di antaranya segala jenis beras dan gabah, jagung, dan telur.

Tags : Ppn sembako , pajak sembako , MUI , IKAPPI

Berita Terkait