Fatayat NU "Segarkan Kembali" Gerakan Perempuan di Indonesia

| Jum'at, 26/01/2018 19:35 WIB
Fatayat NU "Segarkan Kembali" Gerakan Perempuan di Indonesia Anggia Ermarini (Ketua Umum Fatayat NU).

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Fatayat NU Anggia Ermarini mengatakan Fatayat NU telah berkiprah dimasyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Seperti bidang politik, ekonomi, kebudayaan, kesehatan, lingkungan hidup dan bidang-bidang lainnya.

“Karena itu, kami akan menyegarkan kembali berbagai program kerja di berbagai bidang kehidupan masyarakat melalui gerakan perempuan. Sehingga gerakan perempuan yang dilakukan oleh Fatayat NU akan dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat dan kaum perempuan di Indonesia,” kata Ketua Umum Fatayat NU Anggia Ermarini dalam acara Seminar Refleksi dan Proyeksi Gerakan Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) untuk Bangsa di Jakarta, Jumat, 26 Januari 2018.

Seminar ini menghadirkan pembicara tokoh perempuan Maria Ulfa Anshor dan Ninuk Mardiana Pambudy. Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Fatayat NU Anggia Ermarini menyoroti gerakan perempuan dan anak di Indonesia.

Menurut Anggia dalam catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2017, secara kuantitas kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan sepanjang tahun 2016 berjumlah 259.150.

“Jumlah ini menurun dari laporan catatan tahunan Komnas Perempuan Tahun 2016 yang menyebutkan kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2015 berjumlah 321.752 kasus. Menurunnya angka ini karena adanya perubahan pola pendokumentasian disejumlah lembaga negara,” jelas Anggia.

Menurut dia, kondisi berbalik ditunjukkan pada jumlah kasus pengaduan langsung korban kepada Komnas Perempuan yang justru menunjukkan adanya peningkatan. Sedangkan jumlah kasus kekerasan terhadap anak yang tercatat dalam KPAI dalam 3 tahun terakhir juga menunjukkan angka yang menurun.

Dalam laporan KPAI, kasus kekerasan terhadap anak tahun 2013 mencapai 4.311 kasus, tahun 2014 meningkat menjadi 5.066 kasus, namun pada tahun 2015 menurun menjadi 3.820 kasus dan tahun 2016 menjadi 3.581 kasus.

Karena itu, kata Anggia, Fatayat NU telah menjadi salah satu variabel dinamis dalam gerakan perempuan Indonesia. Sejak berdirinya 66 tahun  lalu Fatayat telah berkiprah dalam memperkuat dan memberdayakan perempuan Indonesia, khususnya perempuan Nahdliyyin.

“Kontinuitas peran Fatayat NU dalam dunia gerakan perempuan Indonesia ini, bagaimanapun berdiri di atas konsistensi memadukan unsur-unsur baru terbaik dengan bagian-bagian yang baik dalam tradisi nusantara,” katanya.

Anggia mengatakan, konsistensi merupakan pembeda paling penting antara Fatayat NU dengan organisasi gerakan perempuan lain. Fatayat dibentuk dan digerakkan bukan semata-mata oleh keprihatinan terhadap ‘keterbelakangan’ perempuan dalam ruang sosial, melainkan menjaga agar pemberdayaan potensi, keadaan, dan peran perempuan tetap tersambung dengan dua tradisi besar yang menjadi rumah utama Fatayat NU, yakni Indonesia dan Islam ahlussunnahwal-jama’ah annahdliyyah.

Kata Anggia, dua tradisi besar tersebut telah menciptakan karakteristik khas Islam Nusantara, yang memungkinkan Fatayat NU mampu  berdialog tanpa rendah diri dengan berbagai aliran ideologi gerakan perempuan yang mewarnai khasanah gerakan perempuan di Indonesia. Sekaligus lincah dalam menanggapi berbagai isu social dan politik kebangsaan dan kenegaraan. Kendati klaim tersebut harus dibuktikan.

Anggia mengatakan bahwa Fatayat NU di abad XXI ini hidup di tengah kenyataan sosial yang sangat berbeda dari dekade pertengahan dan akhir abad XX. Kenyataan sosial zaman ini, kata Anggia, merupakan arena atau medan gerakan Fatayat yang harus dicermati dengan kritis serta seksama agar Fatayat NU mampu merumuskan respon gerakan dengan baik dan relevan.

“Hanya dengan kecermatan dan kritisisme tersebut, Fatayat NU dapat menjaga dan mengembangkan fungsinya sebagai dinamisator kehidupan bangsa yang harus terus mengarah kekondisi-kondisi yang lebih baik di masa yang akan datang,” katanya.

Dibidang kesehatan, Fatayat NU telah melakukan program-program yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Misalnya, Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Program Germas ini, Fatayat NU terjun langsung ke masyarakat dengan memberikan obat cacing dan vitamin A, melaksanakan seminar kanker serviks, advokasi tingkat nasional dalam pencegahan stunting di Indonesia serta program menggalang partisipasi tokoh perempuan dan tokoh agama dalam kampanye pencegahan stunting.

Selain itu, kata Anggia, Fatayat NU juga memperhatikan perkembangan era modern dan perkembangan teknologi informasi yang sedemikian kompleks.

“Fatayat NU mengantisipasi agar tidak terseret masuk ke dalam arus deras teknologi komunikasi yang sedemikian cepat dan berdampak negative pada masyarakat. Yang terpenting ialah memikirkan bagaimana memanfaatkan perkembangan teknologi informasi ini bagi agenda utama Fatayat NU, yakni penghapusan segala bentuk kekerasan, ketidakadilan, dan kemiskinan dalam masyarakat dengan mengembangkan wacana kehidupan sosial yang konstruktif, demokratis, dan berkeadilan gender,” kata Anggia.

Anggia mengatakan bahwa agenda-agenda besar itu jelas bukan perihal yang ringan dan mudah. Kekerasan dalam rumah tangga, baik dilakukan oleh orang tua terhadap anak, anak terhadap orang tua, ataupun suami terhadap istri masih belum hilang setelah kita memasuki abad XXI.

“Kekerasan tersebut beriringan dengan berubahnya nilai-nilai yang menyokong lembaga yang selama ini diakui sebagai ‘benteng terakhir moral masyarakat’, yaitu keluarga. Kita tahu bahwa keluarga inti (khususnya) di zaman now tidak lagi sama dengan keluarga inti seperti beberapa dekade yang lalu,” katanya.

Anggia menambahkan bahwa nilai-nilai dan praktik penyokong keluarga mengalami perubahan, dan belum cukup stabil untuk menyebut sesungguhnya semacam apakah nilai-nilai dan praktik baru yang menyokong lembaga keluarga di zaman now ini.

“Apakah demokrasi, kesetaraan, kebebasan, juga akan diakomodasi sebagai fundamen nilai-nilai keluarga menggantikan otoritas orang tua yang serba tahu dan benar yang saat ini tampak semakin usang? Kita belum tahu secara persis,” katanya.

Menurut Anggia, keluarga merupakan salah satu contoh paling mudah untuk menunjukkan perubahan sosial yang mengitari Fatayat NU sekaligus menjadi medan gerakan Fatayat NU saat ini. Telah banyak Program Kerja yang dilakukan Fatayat NU, karena itulah perlu refleksi terhadap apa yang telah kita kerjakan sekaligus perlu kita memproyeksi bagaimana gerakan Fatayat NU ke depan, agar amanat yang diemban untuk kesejahteraan perempuan dan anak dapat terwujud maksimal.

Tags : Fatayat NU , Gerakan Perempuan , Indonesia

Berita Terkait