Larangan Untuk Menjual Kulit Hewan Kurban

| Kamis, 08/07/2021 20:14 WIB
Larangan Untuk Menjual Kulit Hewan Kurban Kulit Sapi (foto:ikea.co.id)

RADARBANGSA.COM - Bagian-bagian dari hewan kurban seperti kulit dan kepala adalah bagian yang kebanyakan orang tidak inginkan. Sehingga, tidak jarang seseorang memanfaatkan bagian tersebut untuk dijual kembali atau sebagai upah bagi tukang jagal. Namun, hal ini tentunya tidak diperbolehkan.

Mengutip nu online, Imam Nawawi mengatakan, berbagai macam teks redaksional dalam mazhab Syafi`i menyatakan bahwa menjual hewan kurban yang meliputi daging, kulit, tanduk, dan rambut, semuanya dilarang. Begitu pula menjadikannya sebagai upah para penjagal.  

واتفقت نصوص الشافعي والاصحاب على انه لا يجوز بيع شئ من الهدي والاضحية نذرا  كان أو تطوعا سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره ولا يجوز جعل الجلد وغيره اجرة للجزار بل يتصدق به المضحي والمهدي أو يتخذ منه ما ينتفع بعينه كسقاء أو دلو أو خف وغير ذلك

Artinya, “Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi`i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apapun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun kurban baik berupa nadzar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya. Dan juga dilarang menjadikan kulit dan sebagainya itu untuk upah bagi tukang jagal. Akan tetapi (yang diperbolehkan) adalah seorang yang berkurban dan orang yang berhadiah menyedekahkannya atau juga boleh mengambilnya dengan dimanfaatkan barangnya seperti dibuat untuk kantung air atau timba, muzah (sejenis sepatu) dan sebagainya. (Lihat Imam Nawawi, Al-Majmu`, Maktabah Al-Irsyad, juz 8, halaman 397).

Jika terpaksa tidak ada yang mau memakan kulit tersebut, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal lain seperti dibuat terbang, bedug, dan lain sebagainya. Sebaiknya panitia bisa memotong-motong kulit tersebut lalu dicampur dengan daging sehingga semuanya terdistribusikan kepada masyarakat. Bagi orang yang kurang mampu, kulit bisa dimanfaatkan untuk konsumsi lebih.

Akibat menjual bagian hewan kurban tersebut bisa menyebabkan kurban tersebut menjadi tidak sah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.    

من باع جلد أضحيته فلا أضحية له) أي لا يحصل له الثواب الموعود للمضحي على أضحيته

Artinya, “Barangsiapa yang menjual kulit kurbannya, maka tidak ada kurban bagi dirinya. Artinya dia tidak mendapat pahala yang dijanjikan kepada orang yang berkurban atas pengorbanannya,” (HR Hakim dalam kitab Faidhul Qadir, Maktabah Syamilah, juz 6, halaman 121).

Lantas bagaimana jika orang yang kurang mampu ingin menjual daging yang didapatnya dari hewan kurban untuk dibelikan sembako misalnya?

Habib Abdurrahman Ba`alawi menerangkan mengani hal ini, sebagai berikut:

وللفقير التصرف في المأخوذ ولو بنحو بيع الْمُسْلَمِ لملكه ما يعطاه، بخلاف الغني فليس له نحو البيع بل له التصرف في المهدي له بنحو أكل وتصدق وضيافة ولو لغني، لأن غايته أنه كالمضحي نفسه، قاله في التحفة والنهاية

Artinya, “Bagi orang fakir boleh menggunakan (tasharruf) daging kurban yang ia terima meskipun untuk semisal menjualnya kepada pembeli, karena itu sudah menjadi miliknya atas barang yang ia terima. Berbeda dengan orang kaya. Ia tidak boleh melakukan semisal menjualnya, namun hanya boleh mentasharufkan pada daging yang telah dihadiahkan kepada dia untuk semacam dimakan, sedekah, sajian tamu meskipun kepada tamu orang kaya. Karena misinya, dia orang kaya mempunyai posisi seperti orang yang berkurban pada dirinya sendiri. Demikianlah yang dikatakan dalam kitab At-Tuhfah dan An-Nihayah. (Lihat Bughyatul Mustarsyidin, Darul Fikr, halaman 423).

Tags : Daging Kurban

Berita Terkait