Adab Berzikir Menurut Sayyid Utsman al-Batawi

| Senin, 26/07/2021 18:34 WIB
Adab Berzikir Menurut Sayyid Utsman al-Batawi Zikir (foto:istimewa)

RADARBANGSA.COM - Berzikir dan bertasbih adalah salah satu cara umat Islam untuk menanamkan ketenangan dalam jiwa. Zikir juga sebuah amalan untuk menghilangkan keresahan dan menumbuhkan kepasrahan dan keyakinan kepada Allah subhanahu wata’ala dalam hati kita. Allah berfirman:

أَلَا بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ  

“Hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (Ar-Ra’d Ayat 28).  

Semua amal ibadah memiliki adab dan juga tata krama atau etika sopan santun. Biasanya kita menemukan aturan dan adab dalam peribadahan di dalam kitab-kitab fikih. Sebut saja seperti salat, di dalamnya terdapat rukun, syarat, dan lain-lain. Adapun menyangkut etika sopan santun serta masalah hati ketika beribadah dapat kita temukan di dalam ilmu tasawuf.  

Mengutip NU online, Sayyid Utsman, seorang mufti Betawi pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, memiliki kitab kecil yang menghimpun doa-doa dan itu sangat masyhur. Jika kita mencari doa-doa melalui gadget kita tak jarang doa tersebut merupakan hasil kutipan dari kitab kecil beliau. Judul kitabnya adalah Maslakul Akhyâr fî al-Ad’iyyah wal Adzkâr al-Wâridah ‘an Rasûlillah. Selain doa-doa, Sayyid Utsman juga mencantumkan syarat dan adab dalam berdoa.

Adapun syarat-syarat serta adab dalam berzikir dan berdoa adalah:

Pertama, tidak mengerjakan zikir-zikir yang sunah sedangkan amalan yang wajib belum dikerjakan. Adapun amalan yang wajib adalah seperti salat lima waktu atau menunaikan kada salat ketika punya utang salat, dan sebagainya.  

Rukun ini penting kita perhatikan karena seringkali kita melakukan amalan sunah, apa pun itu selain membaca zikir, padahal amalan wajib kita tinggalkan. Kita sibuk mendalami aliran tarekat tapi perkara fardu seperti salat serta rukun dan syaratnya kita sepelekan.  

Kedua, jangan mengubah lafal-lafal zikir atau mengganti huruf, dan bacalah sesuai dengan panjang pendeknya. Meskipun, sebenarnya bacaan sesuai dengan kaidah tajwid hanya diwajibkan ketika membaca Alquran.

Sedangkan ketika berbicara bahasa Arab, membaca doa, dan syair, pelaksanaan aturan demikian tidak wajib. Namun, memperhatikan panjang-pendek, lafal, dan huruf-hurufnya, merupakan sebuah ikhtiar seseorang dalam menjaga adab saat berzikir, apalagi bila lafal zikir atau doa itu memang bersumber dari Alquran.

Ketiga, mengetahui makna dan arti doa yang dibaca. Dengan mengetahui makna doa yang kita baca kita akan lebih menghayati dan meresapi doa tersebut. Sehingga bukan hanya lisan saja yang bekerja, akan tetapi hati pun turut membantu. Hal ini berbeda dengan membaca Al-Qur`an yang meski tidak tahu arti teks yang dibaca, kita tetap mendapatkan pahala.  

Keempat, makan makanan yang halal. Hal tersebut dikuatkan dengan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kitab Sahîh Muslim:  

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. أيها الناس إن الله طيب لا يقبل إلا طيبا،ً وإن الله أمر المؤمنين بما أمربه المرسلين فقال: يا أيها الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحاً إني بما تعملون عليم. وقال: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ. ثم ذكر الرجل يطيل السفر، أشعث أغبر، يمد يديه إلى السماء يا رب يا رب، ومطعمه حرام، ومشربه حرام، وملبسه حرام، وغذي بالحرام،فأنى يستجاب لذلك  

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Wahai manusia sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik, dan sungguh Allah memerintahkan orang-orang mukmin sebagaimana yang telah diperintahkan kepada para rasul.” Lalu Allah berfirman, “Wahai para rasul, makanlah hal-hal yang baik, bekerjalah dengan benar sesungguhnya Aku Mahatahu dengan apa yang kalian kerjakan.” Dan Allah pun berfirman, “Wahai orang beriman makanlah hal baik yang telah Kami berikan pada kalian” (QS al-Baqarah: 172).

Kemudian Nabi bercerita tentang seorang laki-laki yang menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu, sambil menengadahkan tangannya ke langit berkata, “Wahai Tuhan, Wahai Tuhan,” sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan kenyang dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin ia akan dikabulkan permohonannya’” (HR Muslim).  

Kelima, disunahkan menghadap kiblat dan dalam keadaan suci dari hadas dan najis saat berdoa atau berzikir. Selanjutnya adalah melaksanakannya dengan mengkhusyukkan hati dan tadlarru’ (merendahkan diri).  

Sayyid Utsman menafsirkan tadlarru’ di sini sebagaimana yang disebutkan dalam Alquran Surat al-A’raf ayat 55:  

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ  

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (QS al-A’raf: 55).

Baru-baru ini muncul video orang yang sedang berzikir bersama dalam sebuah acara, terlihat ada sosok laki-laki yang berzikir hingga berguling-guling bahkan hingga mengganggu penzikir lainnya. Hal tersebut sangat dilarang karena menghasilkan mudarat dan merugikan orang lain. Sebaiknya kita berzikir kepada Allah SWT dengan khusyuk dan merendahkan diri, karena Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. 

Tags : Zikir , Adab

Berita Terkait