Pimpinan Komisi VII Desak Menteri LKH Buka Nama Perusahaan Pembakar Lahan

| Senin, 23/09/2019 18:43 WIB
Pimpinan Komisi VII Desak Menteri LKH Buka Nama Perusahaan Pembakar Lahan Ilustrasi kebakaran hutan

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) merupakan bencana tahunan. Bencana karhutla ini telah menyebabkan gangguan kesehatan, infeksi saluran pernafasan akut/Ispa, dan gangguan aktivitas masyarakat lainnya; pendidikan, ekonomi dan sosial.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sejak Januari-September 2019 menyatakan bahwa, sampai saat ini lebih dari 49.266 hektar lahan di Propinsi Riau terbakar dan masuk katagori bahaya. Di Propinsi Jambi 11,022 hektar lahan terbakar, di sumsel 11,826 hektar lahan terbakar. Sedangkan di Kalimantan Barat lebih dari 25.900 hektar lahan telah terbakar. Kalimantan tengah 44,769 hektar, Kalimantan selatan 19,490 hektar. Melengkapi laporan BNPB, badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika telah mendeteksi lebih dari 25.000 titik panas diseluruh wilayah Indonesia.

Senafas dengan hal itu, Data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa kebakaran pada tahun 2019 ini seluas 328.724 hektar hutan dan lahan. Emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan mencapai 109,7 juta ton setara CO2 (karbon dioksida). Hal ini merupakan tragedi lingkungan hidup yang sangat mencoreng muka Indonesia di tengah Konferensi Tingkat Tinggi Aksi Perubahan Iklim yang sedang dilangsungkan saat ini di New York Amerika Serikat.

Dalam pernyataan, Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, menyatakan telah menyegel 52 lokasi di enam provinsi; Riau, Jambi, Sumatera selatan, Kalimantan barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, yang merupakan area terdampak karhutla dengan luasan lebih dari 9.000 hektare. Dirjen juga telah menetapkan korporasi yang menjadi tersangka. Antara lain; PT SKM di Kalbar, PT ABP di Kalbar, PT AER di Kalbar, PT KS di Kalteng, PT IFP di Kalteng.

Melihat luasnya lahan yang terbakar dan banyaknya kerugian yang diakibatkan, Pimpinan Komisi VII meminta kepada menteri LKH untuk membuka nama-nama perusahaan/korporasi yang terlibat pembajakan hutan dan lahan tanpa ditutup tutupi.

“Kami meminta Menteri LKH segera mengidentifikasi, mengumpulkan dan mengumumkan nama-nama perusahaan/korporasi yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Tidak boleh ada tebang pilih. Semua temuan dilapangan harus disampaikan secara detail. Selanjutnya kami juga mengharapkan penegak hukum segera melakukan penindakan dan penegakan hukum pada seluruh perusahaan yang melanggar. Kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2019 ini seluas 328.724 hektar. Pasti pelakunya banyak sekali. Perusahaan juga harus bertanggung jawab untuk menghentikan kebakaran di lokasi yang dimilikinya”. Ujar Syaikhul Islam, Wakil Pimpinan Komisi VII dalam rilisnya yang diterima radarbangsa.com, Senin 23 September 2019.

Sebagai Pimpinan komisi VII DPR RI, kami mendorong pemerintah untuk melakukan pengawasan secara ketat kepada perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya dan meminta pertanggungjawaban hukum jika perusahaan melakukan pembakaran hutan. “Perusahaan memiliki tanggung jawab dalam kasus kebakaran lahan. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 67 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mewajibkan setiap orang (termasuk perusahaan) untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 68 UU No. 32 Tahun 2009, perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya wajib menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009, perusahaan juga dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan perusakan lingkungan dan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Atas dasar hukum tersebut Perusahaan/korporasi yang terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan harus bertanggung jawab” Imbuhnya.

Sebagai Pimpinan komisi VII DPR RI, lanjutnya, mendorong pemerintah untuk segera membuat mekanisme pelaksanaan serta prosedur atau tahapan secara rinci mengenai eksekusi putusan pengadilan yang dapat memaksa perusahaan membayar kerugian lingkungan hidup dan biaya pemulihan lingkungan hidup. Ganti rugi tersebut nantinya dapat digunakan untuk memulihkan lingkungan yang rusak akibat pembakaran hutan sehingga hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 dapat dipenuhi.

Tags : #Karhutla , Komisi VII , DPR RI ,

Berita Terkait