RUU HIP Harus Dirombak Total

| Minggu, 14/06/2020 15:35 WIB
RUU HIP Harus Dirombak Total Yanuar Prihatin (Anggota Komisi II DPR RI FPKB).

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang saat ini tengah dibahas di Badan Legislasi DPR RI menimbulkan pro kontra di masyarakat.

“RUU HIP ini salah kaprah. Kerangka konsep dan kerangka pemikirannya tidak utuh. Draft RUU HIP ini harus dikoreksi dan direvisi total,” kata Anggota Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin melalui siaran tertulis, Minggu, 14 Juni 2020.

Yanuar mencontohkan pada Bab 1 Ketentuan Umum angka 1 disebutkan bahwa pengertian Pancasila adalah dasar negara, dasar filosofi negara, ideologi negara, dan cita hukum negara untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, serta berdaulat dalam tata masyarakat adil dan makmur sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pertanyaannya, Pancasila adalah dasar negara, dasar filosofi negara, ideologi negara dan cita hukum negara, apakah sudah tepat dan benar definisi tentang Pancasila semacam ini? Jelas ini definisi paling ngawur tentang Pancasila. Itu bukan definisi, tetapi mungkin yang dimaksud adalah kedudukan atau fungsi Pancasila.

“Jika makna semacam ini tetap dibiarkan,berpotensi menciptakan kekacauan berpikir di masyarakat luas. Ini membingungkan,” ujar politisi PKB ini.

Seharusnya pengertian Pancasila harus merujuk pada acuan standar yang sudah ada dalam pembukaan konstitusi. Pancasila adalah 5 (lima) sila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ada contoh lain, masih dalam Ketentuan Umum. Disebutkan bahwa Ideologi Pancasila adalah cita-cita dan keyakinan seluruh rakyat Indonesia dalam berjuang dan berupaya bersama sebagai suatu bangsa yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

Apakah ideologi itu hanya mencakup cita-cita dan keyakinan saja? Jelas ini makna yang keliru tentang ideologi. Ideologi adalah sistem pemikiran yang komprehensif dan terpadu tentang konsep hidup, tidak hanya berisi cita-cita dan keyakinan. “Perumus draft RUU ini harus hati-hati memberikan makna terhadap ideologi Pancasila. Salah pikir bisa membuat salah konsep dalam RUU ini,” tegas Legislator Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Dia mengusulkan makna yang lebih tepat. Menurutnya, Ideologi Pancasila adalah sistem pemikiran, cara pandang, nilai-nilai, sistem keyakinan dan cita-cita bangsa Indonesia yang bersumber pada 5 (lima) sila Pancasila yang menjadi dasar haluan untuk wewujudkan tujuan nasional yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Hal semacam itu mungkin terlihat sepele. Tapi jika ini ditetapkan dalam undang-undang bisa berbahaya untuk persatuan nasional, stabilitas politik dan problem ideologis yang justru makin berkepanjangan.

Akibat kesalahan berpikir itu membuat substansi RUU HIP ini terlihat seperti konsepsi yang aneh, parsial, terkesan ada pemaksaan ide dan melompat-lompat cara pandangnya. Ini terlihat, misalnya, disebutkan bahwa sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial. Jelas ini salah kaprah,seakan-akan Pancasila itu hanya berisi keadilan sosial. Pancasila itu punya 5 (lima) sendi sebagaimana tercermin utuh dalam sila-silanya. Indonesia itu terbentuk karena pertalian utuh dan menyeluruh diantara lima sendi sekaligus dalam Pancasila.

“Jangan gegabah memeras Pancasila menjadi trisila dan kemudian menjadi ekasila. Tidak cukup Pancasila itu hanya disimpulkan sebagai gotong royong. Gotong Royong bukan substansi dasar Pancasila, Pancasila jauh lebih luas dan mendalam dari sekedar ekasila semacam ini,” tegas Yanuar Prihatin yang juga seorang motivator ini.

Kalau sekedar untuk bahan diskusi dan diskursus akademik tidak ada masalah pemaknaan semacam itu. Bahkan pemikiran semacam ini menjadi kekayaan intelektual yang penting tentang Pancasila. Namun, menurutnya, pemahaman parsial semacam ini tidak layak menjadi acuan formal dalam perundang-undangan negara.

Dia menambahkan, agak aneh dalam sebuah peraturan setingkat undang-undang mencantumkan ketentuan yang kaku tentang suatu badan atau intitusi yang nantinya berfungsi sebagai badan pembinaan ideologi Pancasila. “Masa undang-undang mengatur urusan teknis administratif internal organisasi. Serahkan saja pengaturan detailnya pada aturan di bawah undang-undang,” ujar Ketua Bidang Pengembangan SDM DPP PKB ini.

Yanuar mengusulkan agar dibuka kembali diskusi publik tentang RUU HIP ini. Masih banyak pendapat dan pandangan dari berbagai tokoh, termasuk kalangan akademik, yang belum terserap idenya. Tidak usah terburu-buru menyelesaikan RUU ini, jika ingin mendapat hasil terbaik dan lebih sempurna.

Tags : RUU HIP , DPR RI , PKB , Pancasila

Berita Terkait