Harianto Oghie `Anak Petani Menuju Parlemen`

| Senin, 28/01/2019 19:20 WIB
Harianto Oghie `Anak Petani Menuju Parlemen` Oghie (foto: Istimewa)

Oleh: DR Yanto Basri*

RADARBANGSA.COM - Sejarah Indonesia adalah sejarah bagi anak para pembesar. Dari zaman Soekarno hingga masa pemerintahan Habibie sejarah kebangsaan Indonesia selalu diisi oleh orang-orang yang berasal dari keluarga yang kaya raya baik karena nenek moyangnya pejabat maupun pengusaha. 

Bangsa ini seolah menutup untuk keturunan para petani, nelayan, dan buruh untuk mengabdi. Padahal negara yang kita cintai ini adalah dibangun oleh para kiai atau tokoh masyarakat bersama sejumlah masyarakat kecil seperti pertempuran “Arek-Arek Suroboyo” pada 10 November 1946, Perang Diponegoro, Perang Padri, Perang Banten, dan lainnya. 

Keterlibatan masyarakat kecil seperti petani, nelayan, buruh sawah, dan lainnya dalam setiap peperangan melawan penjajah menunjukkan bahwa bangsa ini dibangun di atas keringat dan darah mereka. Perjuangan mereka berperang melawan Belanda yang ketika itu memiliki senjata super canggih, dilawan senjata sangat sederhana dengan mengorbankan seluruh jiwa dan raga. 

Satukan Langkah 

Kecilnya atau lebih tepat ketiadaan anak petani mengisi sejarah kemerdekaan merupakan sejarah buruk bangsa. Sebagai bangsa yang kini sudah merdeka yang kemerdekaannya sudah hampir 100 tahun negara semestinya tidak boleh hanya memberikan kesempatan yang luas kepada mereka yang dianggap anak pembesar yang lahir di kota. 

Keberpihakan negara kepada anak-anak untuk mengabdi kepada bangsa disistematikkan melalui kebijakan-kebijakan yang memberikan peluang yang besar kepada anak-anak kota, sementara anak-anak desa dipersempit. 

Kebijakan yang sistematis dapat dilihat pada kebijakan pemberian beasiswa belajar di perguruan tinggi (PT) yang selalu diberikan kepada anak-anak kota. 

Sebaliknya, anak-anak desa, jangankan mendapat tawaran untuk sekolah murah, mereka bisa melanjutkan sekolah ke tingkat menengah atas (SMA/SMK/MA) sudah bagus. “Negara harus memberikan kesempatan luas bagi masyarakat kecil; petani, nelayah, dan para buruh sawah, untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi,” kata Harianto Oghie. 

Akibat kebijakan yang tidak berpihak anak-anak petani, hampir seluruh desa di Indonesia masih terbelakang dalam tiga dasawarsa terakhir. Desa-desa tidak berkembang dengan baik karena minimnya SDM dari anak petani yang memperoleh akses pendidikan tinggi. 

“Pendidikan yang tidak memadai bagi anak-anak petani, nelayan, dan para buruh sawah sehingga tidak dapat mengembangkan desanya dengan baik,” sambung Oghie. 

Bahkan dari pemilu ke pemilu para petani hanya dimanfaatkan untuk mengumpulkan suara bagi calon bupati, gubernur, dan anggota dewan. Janji-janji manis diucapkan. Setelah pemilu selesai, para petani ditinggalkan. 

Melihat fenomena di atas sudah saatnya untuk para petani, nelayan, dan para buruh sawah bersatu. Para petani harus bisa menilai orang-orang yang sedang berkampanye sekarang untuk dipilih sebagai calon yang benar-benar mengerti nasib mereka. Menentukan pilihan lima tahun ke depan harus ditentukan pada orang-orang tepat yang benar-benar mengerti dan memahami seluk-beluk masyarakat di pedesaan. 

Pemilu 2019

Memasuki tahun 2019 masyarakat Indonesia langsung disambut dengan pemilu. Di tahun politik harus dijadikan sebagai momentum yang tepat para petani, para nelayan, dan para buruh sawah untuk jadi insan-insan yang independen (merdeka).

Momentum pemilu 2019 harus dijadikan sejarah baru bagi para petani, nelayan, buruh sawah untuk menentukan pilihan yang tepat untuk perbaikan generasi-generasi anak desa. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menentukan pilihan. 

Pertama, kenali calon. Masyarakat harus kenal setiap calon yang berkompetisi di Pemilu 2019 mulai dari sisi kepribadian, sosial, attitude (perilaku), dan keluarga. 

Kedua, ajak bicara. Setelah mengenal calon, langkah berikut adalah mengajak bicara calon tersebut. Tanya visi misi dan komitmennya. Pertanyaan yang tidak kalah menarik untuk diajukan, dari mana aslinya dan kenapa mencalonkan sebagai anggota legislatif, berapa dana yang dikumpulkan untuk pencalonannya, berapa gaji anggota dewan, dan lain sebagainya.

Ketiga, kenali partai. Mengenal si calon tidak cukup untuk menentukan pilihannya untuk duduk di legislatif. Karena itu, langkah berikutnya adalah menilai dari partai apa calon tersebut diusung. Apakah partai tersebut punya komitmen pada keislaman, keagamaan, dan keragaman, serta kemajuan masyarakat dan bangsa. 

Keempat, diskusi bangsa. Masyarakat perlu tahu pengetahuan si calon tentang bangsa dan negara serta masalah-masalanya. Tanya mereka bagaimana sistem penganggaran, bagaimana sistem pembuatan undang-undang, apa yang akan diperbuat jika sudah duduk sebagai anggota dewan, dan lainnya. 

Dengan empat cara kita memperoleh gambaran tepat tentang calon yang akan pilih. Perlu dicatat, antara kebutuhan masyarakat dan aspirasi harus sinkron. Jangan sampai masyarakat ingin masyarakat ingin anak sekolah dengan baik, desa maju, dan petani sejahtera, namun pilihannya dijatuhkan pada orang yang tidak memiliki komitmen itu dan tidak memiliki pengetahuan tentang desa dan anak-anak desa. 

Ingin Membangun Kampung

Melihat kondisi itulah, Oghie ingin merubah pemikiran pembangunan Indonesia yang dimulai dari kampung. “Jika melihat pembangun di beberapa negara maju terlihat desa sudah berkembang demikian rupa; ada geliat ekonomi, pasar yang tertata, pendidikan maju, dan SDM memadai,” ujar suami dari Dewi Olyvia. 

Harianto Oghe lahir di Pinrang dari seorang petani sawah pada pada 28 November 1967. Setelah menyelesaikan pendidikan di desanya, yaitu SDN 80 Mattirobulu, SMPN 106 Mattirobulu, dan SMAN 01 Pinrang, lalu melanjutkan ke IAIN (sekarang UIN Makassar) Alauddin Ujung Pandang Sulawesi Selatan. Selain pendidikan formal Oghie juga belajar di pendidikan non-formal, yaitu Diniyah DDI Palirang Patampanua Pinrang. 

Selain aktif di perkuliahan Oghie juga aktif di organisasi intra maupun ekstra kampus. Beberapa jabatan strategis selama menjadi mahasiswa seperti Pengurus PC IPNU Kab. Pinrang 1984-1986, Wakil Ketua KPMP (Kerukunan Pelajar Mahasiswa Pinrang) 1988-1990, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan SKI 1988-1989, Sekretaris Senat Fakultas Adab UIN Alauddin Makassar 1989-1991, Wakil Ketua PP IMDI 1988-1990, dan Wakil Ketua PC PMII Kota Makassar 1988-1991. 

Dari pengalaman ini Oghie kemudian dipercaya menjadi mengurus beberapa organisasi di Jakarta seperti jadi Wakil PB PMII periode 1994-1997, Ketua DPP KNPI periode 2000-2003, Ketua DPP BKPRMI periode 2005-2009, lalu Ketua DPP GP Ansor periode 2011-2016, kemudian Sekretaris Pengurus LP Ma’arif NU PBNU 2016-2020, dan Anggota Dewan Instruktur Nasional PP GP Ansor 2016-2021. 

Sementara karya ilmiahnya adalah Islam Ahlussunnah Waljama’ah: Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia diterbitkan oleh LP Ma’arif NU PBNU, Islam Nusantara: Meluruskan Kesalahpahaman Epilog HZ Arifin Junaidi, Zakat untuk Pengentasan Kemiskinan diterbitkan oleh LAZIS NU, Sketsa Geraka: Refleksi dan Otokritik Pemuda Masjid, diterbitkan Pustakan Wacana, Sejarah Perkembangan Pemikiran Intelektual.

Pengalaman luar negeri: Delegasi pemuda Indonesia ke Afrika Selata tahun 2007 dan Delegasi pemuda Indonesia dalam Forum Meeing Pemuda Asia di Bangkok Thailand tahun 1998. 

Pekarjaan lainnya adalah Direktur Utama PT Kowina Arta Agency 2015-2017, Associate Agency Director (Financial Consultant) PT Prudential Life Assurance, Jakarta 2010 – sekarang, Staf Ahli Anggota DPD RI 2009 – 2014, Tenaga Ahli Anggota DPR RI tahun 2006 – 2009, Dosen Universitas Islam Ath-Thahiriyah tahun 1996-2007, dan Konsultan trading Bursa Komoditi PT Rimbadana Panca Mukti Jakarta 1994 – 1996.

Beberapa penghargaan diraihnya seperti Achievement and Qualification: Producer Rank II, Prudential Life Club 2016 dan Sarjana Terbaik Kedua IAIN Alauddin Ujungpandang tahun 1991. 

Menikah dengan Dewi Olyvia dikarunia 3 anak: Novrianty Putri Ardely (sudah bekerja), Febry Fitriah Ardely (sudah bekerja), dan Abdul Malikul Shahir (pelajar). Bersama istri dan ketiga anaknya, Oghie tinggal di Bumi Alamanda Blok A1 No. 6 Perumahan Citra Indah City Jl. Raya Cileungsi Jonggol Kabupaten Bogor. (YBi)

*Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta

Tags : PKB , Caleg PKB ,