Tiga Kunci Pemulihan Ekonomi Menghadapi Efek Lanjutan Pandemi

| Jum'at, 15/05/2020 22:08 WIB
Tiga Kunci Pemulihan Ekonomi Menghadapi Efek Lanjutan Pandemi Muhamad Iksan adalah peneliti pada lembaga riset Paramadina Public Policy Institute di bawah Universitas Paramadina, Jakarta (foto: istimewa)

Oleh: Muhamad Iksan*

RADARBANGSA.COM - Seorang teman di sebuah media sosial berujar” “Indonesia telat nanganin (corona), tapi buru-buru mo kelar”. Pembaruan ujarannya ada benarnya, namun juga ada tidak benarnya.

Dalam soal telat, kita semua menyaksikan tiada pemerintahan manapun yang siap menghadapi datangnya pandemi ini. Bahkan Negara tempat saya bersekolah dan tinggal sekarang, Taiwan, jikalau tidak ada SARS 2003 rasanya mustahil mereka bisa setringginas sekarang ini, untuk menangani dampak pandemi hebat ini.

Boleh dikatakan pembelajaran kolektif akibat SARS membuat mereka berbenah, investasi yang berbuah manis. Sejumlah 440 warga positif Covid-19, 7 orang meninggal dan 372 orang dinyatakan sembuh.

Namun buat kebanyakan warga yang mendapat penghasilan harian seperti pedagang kecil, jasa ojek, dan pekerjaan sub-sisten di perkotaan maupun pedesaan. Semakin cepat wabah ini berlalu atau dinyatakan selesai, semakin baik buat kelangsungan kehidupan keluarga mereka.

Adalah kebetulan belaka, saya berteman di media social tentunya, dengan Vernon Lomax Smith yang adalah seorang ekonom terkenal peraih hadiah Nobel Ekonomi tahun 2002. Vernon Smith ialah seorang eksperimentalis yang sangat disegani, karena kontribusinya dibidang ekonomi eksperimen berbasis percobaan di laboratorium, terutama lewat pelbagai penelitian Vernon dan kawan-kawan untuk menjelaskan secara riil bagaimana mekanisme pasar bekerja.

Awal pekan ini, Senin 11 Mei 2020 Ia membagikan tautan sebuah laman, dengan judul menarik www.endcoronavirus.org yang bisa kita akses, serta tampilan menarik nan ciamik. Di dalamnya tertera tiga kategori negara yang telah menang (winning), hampir menang (nearly there), dan perlu aksi (need action). Situs itu dikelola ole tim dipimpin oleh Yaneer-Bar-Yam dari New England Complex System Institute di Cambridge-Amerika Serikat.

Negara yang telah menang terhadap pandemi Corona, masih menurut situs itu, terbukti dengan menurunnya angka kasus baru dari rata-rata 10 hari terakhir dilaporkan. Negara seperti Vietnam, Kamboja, dan Thailand dari kawasan Asia Tenggara, China, Taiwan, dan Korea Selatan dari Asia Timur, Australia dan New Zealand juga sudah menang melawan Corona.

Negara yang hampir menang (nearly there) seperti Malaysia, Jepang, Sri Lanka, Uzbekistan, Kirgyztan dari belahan benua Asia. Sementara dari benua Eropa, negara yang hampir menang disebutkan diantaranya Belgia, Bosnia, Republik Ceko, Denmark, Perancis, Jerman, Irlandia, Hungaria, Belanda, dan Italia. Selain itu masih ada negara lainnya yang nearly there.

Adapun negara yang masih perlu aksi mengatasi Corona diantara Singapura, Indonesia, dan Filipina dari kawasan Asia Tenggara. Sedangkan Amerika Serikat, Inggris, Swedia, Rusia, dan Pakistan termasuk Negara yang masih perlu aksi. Selain itu, laman itu memaparkan deretan negara lainnya yang masih memerlukan aksi melawan Corona.

Aksi yang para ilmuwan sarankan untuk mengerjakan secara bersama-sama beberapa hal sekaligus, seperti (1). bertindak segera dan terukur, (2). mengisolasi orang yang dalam pemantauan, (3). mempertegas larangan bepergian utamanya jarak jauh dengan pesawat, (4). melakukan pengujian sampel yang lebih masif, (5). selalu gunakan masker, (6). terus lanjutkan pembatasan sosial, dan paling penting bersabar jangan terlalu cepat membuka kembali pembatasan sosial.

Mari kita sandingkan grafik dari laman End Coronavirus di atas, untuk lebih memberikan pemahaman yang utuh Indonesia (more action), Malaysia (nearly there) dan Singapura (more action). Untuk Singapura memang masih perlu tindakan lanjutan, namun fasilitas kesehatan yang lengkap dan sumber daya manusia yang handal, sangat bisa berharap banyak.

Selain jumlah kasus baru yang dilaporkan sebagai proksi berada di mana negara kita. Hal lain yang juga tidak kalah penting, jumlah orang yang dites per 1,000 penduduk untuk Indonesia masih rendah.

Data Kementerian Kesehatan memeriksa hampir 6,800 orang bulan Maret 2020, untuk data terkini saya belum berhasil temukan. Angka tersebut jauh tertinggal misalnya dari Korea Selatan pada waktu yang sama telah berhasil memeriksa 15,000 orang per hari.

Kesenjangan pemeriksaan ini masalah struktural karena fasilitas yang tidak memadai, sumber daya manusia, maupun ketersediaan test-kit yang tidak memadai dari produksi dalam negeri.

Para ahli kesehatan publik maupun epidemologi masih terbelah antara yang setuju pelonggaran jarak sosial, dan yang tidak setuju. Namun sewajarnya pemerintah mendengar tidak hanya pihak yang setuju pelonggaran, ahli kesehatan publik, epidemolog dan para dokter di garda depan yang tidak setuju juga perlu didengar. Apakah pemerintahan sekarang sudah mendengar suara yang tidak setuju pelonggaran PSBB?

Tiga Kunci Pemulihan

Bagian akhir artikel saya mengulas apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi dampak lanjutan pandemi ini. Kita sebut saja second round effect, efek lanjutannya sudah bisa dirasakan mulai menurunnya pertumbuhan ekonomi, melambatnya permintaan konsumen terutama daya deli, serta meningkatnya angka pengangguran karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi kita untuk kuartal I 2020 sebesar 2,97% year-on-year (YoY), pertumbuhan mengalami kontraksi (penurunan tajam) 2,41% dibandingkan triwulan terakhir tahun 2019. Demikian pula, negara tetangga kita juga Cina pusat episentrum pandemi dan India. Bersama kedua negara itu, tahun lalu 2019 kita masih menyaksikan pertumbuhan ekonomi yang steady.

Bersama dengan koalisi lembaga riset kebijakan yan terdiri dari 31 institusi pelbagai negara melalui koordinasi Geneva Network, kami menyarankan tiga kunci pemulihan ekonomi pasca Covid-19.

Walaupun kita belum mengetahui kapan pandemi ini mereda. Pertama, kami menyarankan agar tetap membuka perdagangan, melalui langkah-langkah seperti pengurangan tarif bea masuk untuk produk impor yang sangat dibutuhkan misalnya test-kit yang berkualitas agar alat perlengkapan beredar memiliki akurasi yang terjaga.

Kedua, kami terus mendukung dan mendorong kerjasama global di mana pemerintah dapat mengorkestrasi usaha bersama melalui: pertama, menghindari halangan terhadap pertukaran dan data lintas batas (cross border data) epidemiologis dan klinis yang penting, bagi upaya penelitian dan pengembangan (Research and Development) untuk menemukan vaksin juga perawatan Covid-19. Ketersedian data yang lebih besar dan lebih bervariasi, memastikan semakin efektif dan cepat upaya ini.

Kedua, kami juga menyarankan pemerintah untuk tidak terburu-buru menghapus kekayaan intelektual guna perawatan Covid-19 baru atau vaksin yang muncul dalam beberapa bulan mendatang.

Ketiga, kami terus memastikan berlangsungnya kemitraan antara pusat-pusat produksi dan diseminasi pengetahuan seperti Universitas yang melibatkan sektor swasta dan tentunya lembaga riset pemerintah. Saat ini, lebih dari 140 model perawatan penyakit akibat virus Corona telah memasuki tahap eksperimen dan vaksin sedang terus diciptakan para ilmuwan yang bertungkus lumus dalam “jalan sunyi”, termasuk 11 kandidat vaksin sudah memasuki tahap uji klinis (Wall Street Journal, 6 April 2020).

Solusi utama untuk krisis corona virus baru adalah vaksin atau pengobatan baru. Pandemi global tahun 2020 ini mengingatkan kita kepada pandemi “Flu Spanyol” tahun 1918, kemajuan peradaban manusia memerlukan strategi kolaborasi, perdagangan yang terbuka dan inovasi dalam mengatasi pandemi ini.

*Muhamad Iksan adalah peneliti pada lembaga riset Paramadina Public Policy Institute di bawah Universitas Paramadina, Jakarta. Saat ini sedang bersekolah di National Cheng-Kung University (NCKU) – Tainan, Taiwan.

** Isi tulisan di luar tanggung jawab radarbangsacom

 

 

Tags : Virus Corona , Covid19 , Gugus Tugas , OPINI

Berita Terkait