Syarat Orang yang Dapat Menafsirkan Mimpi

| Kamis, 04/03/2021 15:23 WIB
 Syarat Orang yang Dapat Menafsirkan Mimpi mimpi (sumber:popbela.com)

RADARBANGSA.COM - Menafsirkan mimpi adalah sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang sulit dipelajari. Karena mimpi merupakan salah satu bagian dari wahyu yang diturunkan pada nabi, sehingga tidak semua orang bisa sembarangan dalam menafsirkan arti dari sebuah mimpi.

Terdapat kisah mengenai mimpi Imam Malik dalam kitab al-Madkhal ila Fiqh an-Ni’mah yang diceritakan Abdul Ilah Miqati:

“Pada suatu malam Imam Malik bin Anas tertidur, lalu ia bermimpi bertemu malaikat pencabut nyawa. Ia pun bertanya pada malaikat itu, “Wahai malaikat, tinggal sisa berapa umurku?”  

Malaikat pencabut nyawa dalam mimpinya memberikan isyarat pada Imam Malik dengan lima jarinya.  

Lalu Imam Malik menanyakan kembali padanya, “Apa yang dimaksud lima itu, apakah lima hari, lima minggu, lima bulan, atau lima tahun?”  

Belum sempat menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba Imam Malik terbangun terlebih dulu.

Ia pun langsung bergegas menuju Ibnu Sirin, ulama yang terkenal sebagai penafsir mimpi. Ia menceritakan mimpi yang ia alami semalam.  

“Wahai Imam Kota Madinah, sesungguhnya isyarat lima itu bukan tertuju pada tahun, bulan, minggu atau hari, namun yang dimaksud Malaikat itu adalah bahwa pertanyaanmu itu termasuk lima hal yang tidak diketahui siapa pun kecuali Allah SWT . Lima hal itu terdapat dalam Alquran:

إِنَّ اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ  

“Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS Luqman: 34) (Dr. Abdul Ilah Miqati, al-Madkhal ila Fiqh an-Ni’mah, hal. 48). 

Melalui kisah dan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa menafsirkan mimpi memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai ilmu keislaman, khususnya kitab Alquran dan hadis Rasulullah. Penafsir mimpi juga diharapkan mereka yang memiliki kualifikasi sifat-sifat terpuji, seperti mampu bersikap bijaksana dan memiliki tata krama yang baik. Karena dikhawatirkan jika tidak memiliki karakter yang baik maka penafsir akan gegabah dalam menafasirkan mimpi.

Dalam kitab Ta’bir ar-Ru’ya, Ibnu Qutaibah menjelaskan bahwa setidaknya terdapat 10 syarat yang harus dipenuhi agar seseorang mendapat legalitas untuk menafsirkan mimpi:  

1. Mengetahui secara mendalam tentang Kitab Allah SWT, Alquran.

2. Mengetahui secara mendalam tentang hadis-hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

3. Mengetahui tentang perumpamaan dan peribahasa yang berlaku dalam bahasa Arab.

4. Mengetahui berbagai macam bait-bait sya’ir yang langka.

5. Mengetahui tentang asal cetak lafal dalam bahasa arab.

6. Mengetahui lafal-lafal yang terbiasa berlaku di kalangan orang awam.

7. Memiliki tata krama yang baik, bersifat lembut, dan cerdas.

8. Mengetahui keadaan, tingkah laku, kemampuan, dan tradisi masyarakat.

9. Mengetahui tentang analogi (Qiyas).

10. Memahami ilmu ushul (dasar-dasar penetapan hukum). (Ibnu Qutaibah, Ta’bir ar-Ru’ya, hal. 8-9)  

Kemudian, dalam konteks masyarakat lain selain arab, penafsir mimpi juga perlu memahami kosa kata, perumpamaan dan tata bahasa yang berlaku dalam masyarakat setempat, contohnya di Indonesia dengan banyaknya suku seperti jawa, bugis, dsb, untuk menyesuaikan keadaan dan lingkungan orang yang hendak ditafsirkan mimpinya. Namun yang paling utama dari semua itu, untuk tetap mengharap petunjuk dari Allah SWT agar mimpi yang ditafsirkan dapat mengarah pada kebenaran dan mendapat rida Allah SWT.

Tags : mimpi , tafsir

Berita Terkait