Mengapa Kemaksiatan Tetap Merebak di Bulan Ramadan Walaupun Setan Terbelenggu?  

| Rabu, 14/04/2021 16:18 WIB
Mengapa Kemaksiatan Tetap Merebak di Bulan Ramadan Walaupun Setan Terbelenggu?    sumber: istimewa

 

RADARBANGSA.COM - Memasuki bulan Ramadan, hadis-hadis mengenai keutamaan beribadah dan juga keistimewaan bulan Ramadan juga sedang ramainya disebarkan dalam ceramah-ceramah. Salah satu hadis yang populer disampaikan oleh penceramah mengenai bulan Ramadan adalah sebagai berikut:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

Artinya, “Jika bulan Ramadan datang, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelanggu.”

Hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Yahya bin Ayyub, Qutaibah, dan IBnu Hajar. Mereka meriwayatkannya dari Ismail bin Ja‘far, dari Abu Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah dari Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ihwal kesahihannya tak perlu diragukan mengingat hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih-nya (nomor 1079).

Hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (nomor 682) dari Abu Kuraib Muhammad bin Al-‘Ala bin Kuraib, dari Abu Bakar bin ‘Abbas, dari Al-A‘masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah. Hadis tersebut memiliki arti, “Jika masuk malam pertama bulan Ramadan, setan-setan dan jin-jin jahat dibelenggu,” dengan tambahan redaksi, “Sebuah suara menyeru, ‘Wahai pencari kebaikan, menghadaplah! Wahai pencari keburukan, batasilah! Sungguh Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka.’ Seruan itu terjadi setiap malam.”

Menurut Abu Hasan Ali bin Khalaf bin Abdul Malik bin Baththal Al-Bakri Al-Qurthubi atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Baththal, Setidaknya terdapat dua penjelasan dari para ulama mengenai sabda Rasulullah SAW di atas. Pertama, ulama yang memahami sesuai bunyi teks hadisnya. Pintu surga dibuka, dan setan dibelenggu dipahami dalam pengertian yang sebenarnya. Dengan artian intensitas setan dalam menggoda manusia berkurang pada bulan Ramadan dibanding dengan bulan lainnya.

وَتَأَوَّلَ الْعُلَمَاءُ فِى قَوْلِهِ ( فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ ) ، مَعْنَيَيْنِ . أَحَدُهُمَا : أَنَّهُمْ يُسَلْسِلُونَ عَلَى الْحَقِيقَةِ ، فَيَقِلُّ أَذَاهُمْ وَوَسْوَسَتُهُمْ وَلَا يَكُونُ ذَلِكَ مِنْهُمْ كَمَا هُوَ فِى غَيْرِ رَمَضَانَ ، وَفَتْحُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ عَلَى ظَاهِرِ الْحَدِيثِ.

Artinya, “Para ulama menakwil atau menafsirkan sabda Rasulullah SAW, ‘Pintu-pintu surga dibuka dan setan-setan dibelenggu’ dengan dua pendekatan. Pertama, pendekatan dengan makna hakiki, yaitu mereka (setan-setan) dibelenggu dalam pengertian secara hakiki sehingga intensitas mereka menggoda manusia menjadi berkurang, berbeda dengan yang dilakukan pada bulan selain Ramadan. Sedangkan ‘dibukanya pintu-pintu surga’ juga dipahami sesuai bunyi teks hadisnya (zhahirul hadis),” (lihat Ibnu Baththal, Syarhu Sahih al-Bukhari, Riyadl-Maktabah ar-Rusyd, cet ke-2, 1423 H/2003 M, juz IV, halaman 20).

Kedua, hadis di atas dipahami secara majazi. Menurut pemahaman ini Allah SWT membuka pintu-Nya dengan amal perbuatan yang dapat mengantarkan hamba-Nya ke surga seperti salat, puasa, dan tadarus Alquran. Sehingga, jalan menuju surga di bulan Ramdhan lebih mudah dan amal-perbuatan tersebut lebih cepat diterima. Begitu juga maksud ditutupnya pintu neraka adalah mencegah mereka dari kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan yang mengantarkan ke neraka. Lebih lanjut dijelaskan bahwa mengingat sedikitnya siksaan Allah SWT kepada hamba-hamba akibat perbuatan buruk mereka, maka Allah SWT melewatkan (memaafkan) perbuatan-pebuatan itu dari beberapa kaum dengan berkah bulan Ramadan, memberikan ampunan kepada orang yang berbuat keburukan karena adanya orang yang berbuat kebajikan, serta mengampuni berbagai kesalahan. 

وَالثَّانِى : عَلَى الْمَجَازِ ، وَيَكوُن ُالْمَعْنَى فِى فَتْحِ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ مَا فَتَحَ اللهُ عَلَى الْعِبَادِ فِيهِ مِنَ الْأَعْمَالِ الْمُسْتَوجِبِ بِهَا الْجَنَّةَ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصِّيَامِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ ، وَأَنَّ الطَّرِيقَ إِلَى الْجَنَّةِ فِى رَمَضَانَ أَسْهَلُ وَالْأَعْمَالُ فِيهِ أَسْرَعُ إِلَى اْلقُبُولِ ، وَكَذَلِكَ أَبْوَابُ النَّارِ تُغْلَقُ بِمَا قَطَعَ عَنْهُمْ مِنَ الْمَعَاصِى ، وَتَرْكِ الْأَعْمَالِ الْمُسْتَوْجِبِ بِهَا النَّارَ ، وَلِقِلَّةِ مَا يُؤَاخِذُ اللهُ العِبَادَ بِأَعْمَالِهِمْ السَّيِّئَةِ ، يَسْتَنْفِذُ مِنْهَا بِبَرَكَةِ الشَّهْرِ أَقْوَامًا وَيَهِبُ الْمُسِئَ لِلْمُحْسِنِ ، وَيَتَجَاوَزُ عَنِ السَّيِّئَاتِ فَهَذَا مَعْنَى الْغَلَقِ

Artinya, “Kedua, pendekatan dengan makna majazi. Makna atau pengertian dibukanya pintu-pintu surga adalah sesuatu yang Allah buka untuk hamba-hamba-Nya di bulan Ramadan berupa amal-amal yang mengantarkan ke surga seperti salat, puasa, dan tadarus Alquran. Jalan menuju surga di bulan Ramadan lebih mudah dan amal-ibadah di dalamnya lebih cepat diterima. Begitu juga pintu-pintu neraka ditutup dengan sesuatu yang mencegah mereka dari kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan yang mengantarkan ke neraka. Mengingat sedikitnya siksaan Allah kepada hamba-hamba akibat perbuatan buruk mereka, maka Allah melewatkan (memaafkan) perbuatan-pebuatan itu dari beberapa kaum dengan berkah bulan Ramadan, memberikan ampunan kepada orang yang berbuat keburukan karena adanya orang yang berbuat kebajikan, serta mengampuni pelbagai kesalahan. Inilah makna tertutupnya pintu neraka,” (Lihat Ibnu Baththal, Syarhu Shahih al-Bukhari, juz IV, halaman 20).

Maksud dibelenggunya setan, Menurut Ad-Dawudi dan Al-Mahlab bahwa Allah SWT menjaga kaum-Nya dari kemaksiatan dan kecenderungan menuruti bisikan setan. 

وَكَذَلِكَ قَوْلُهُ : ( سُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ ) ، يَعْنِى : أَنَّ اللهَ يَعْصِمُ فِيهِ الْمُسْلِمِينَ أَوْ أَكْثَرَهُمْ فِى الْأَغْلَبِ عَنِ الْمَعَاصِى وَالْمَيْلِ إِلَى وَسْوَسَةِ الشَّيَاطِينِ وَغُرُورِهِمْ ، ذَكَرَهُ الدَّاوُدِيُّ وَالْمَهْلَبُ . وَاحْتَجَّ الْمَهْلَبُ لِقَوْلِ مَنْ جَعَلَ الْمَعْنَى عَلَى الْحَقِيقَةِ فَقَالَ : وَيَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ مَا يُذْكَرُ مِنْ تَغْلِيلِ الشَّيَاطِينِ وَمَرَدَتِهِمْ بِدُخُولِ أَهْلِ الْمَعَاصِى كُلِّهَا فِى رَمَضَانَ فِى طَاعَةِ اللهِ ، وَالتَّعَفُّفِ عَمَّا كَانُوا عَلَيْهِ مِنَ الشَّهَوَاتِ

Artinya, “Begitu juga sabda Rasulullah SAW ‘setan-setan dibelenggu’ maksudnya adalah sesungguhnya dalam bulan Ramadan Allah menjaga orang-orang muslim atau atau mayoritas mereka secara umum dari kemaksiatan, kecenderungan untuk mengikuti bisikan dan godaan setan. Demikian sebagaimana dikemukakan oleh Ad-Dawudi dan Al-Mahlab. Al-Mahlab pun memberikan argumentasi yang mendukung kalangan yang memahami makna hadis ini dengan makna hakiki. Ia menyatakan bahwa setan terbelenggu karena para pendurhaka di bulan Ramadan masuk ke dalam ketatatan kepada Allah dan menjauhkan diri dari hawa nafsunya,” (Lihat Ibnu Baththal, Syarhu Shahih al-Bukhari, juz IV, halaman 20).

Pada akhirnya, pengertian setan dibelenggu dalam hadis tersebut tidak dapat dimaknai sepenuhnya secara harfiah. Mayoritas ulama bahkan menafsirkannya secara kiasan. Dengan menjelakan bahwa setan terbelenggu dan terbatasi ruang geraknya oleh orang-orang yang berpuasa dengan senantiasa memenuhi syarat, rukun, dan adabnya. Pada saat yang sama, Allah SWT memelihara umat-Nya dari perbuatan tercela.

 

Tags : Setan Terbelenggu , Ramadan

Berita Terkait