Syarat Pelaksanaan Salat Jumat Menjadi Sah

| Jum'at, 25/06/2021 14:37 WIB
Syarat Pelaksanaan Salat Jumat Menjadi Sah jamaah (doc.islami.co)

RADARBANGSA.COM - Melaksanakan ibadah salat Jumat juga memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi agar salat menjadi sah. Seperti ibadah-ibadah lainnya yane memiliki ketentuan dalam pelaksanaannya. Jikalau syarat atau ketentuan tersebut tidak dipenuhi, maka salat Jumat dihukumi tidak sah. Berikut ini syarat sah pelaksanaan salat Jumat:

Pertama, salat Jumat dan khotbah dilakukan di watu pelaksanaan salat zuhur. Hal ini berdasarkan hadis:

  أَنَّ النَّبِيَّكَانَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ حِيْنَ تَمِيْلُ الشَّمْسُ

“Sesungguhnya Nabi SAW melakukan salat Jumat saat matahari condong ke barat (waktu zuhur)”. (HR. al-Bukhari dari sahabat Anas).

Mengutip nu online, ketika salat jumat dan khotbahnya dilakukan di luar waktu zuhur, maka pelaksanaannya dihukumi tidak sah. Bila memasuki waktu Asar telah tiba dan jamaah belum melakukan takbiratul ihram, maka wajib diniatkan bertakbiratul ihram dengan niat zuhur. Apabila di tengah-tengah melaksanakan salat jumat, waktu zuhur telah habis, maka wajib menyempurnakan Jumat menjaid zuhur tanpa perlu memperbarui niat.

Syekh Habib Muhammad bin Ahmad al-Syathiri menjelaskan:

فَلَوْضَاقَ الْوَقْتُ أَحْرَمُوْا بِالظُّهْرِ وَلَوْ خَرَجَ الْوَقْتُ وَهُمْ فِيْهَا أَتَمُّوْا ظُهْراً وُجُوْباً بِلَا تَجْدِيْدِ نِيَّةٍ 

“Apabila waktu zuhur menyempit, maka wajib melakukan takbiratul ihram dengan niat zuhur. Apabila waktu zuhur keluar sementara jamaah berada di dalam ritual salat Jumat, maka mereka wajib menyempurnakannya menjadi salat zuhur tanpa mengulangi niat”. (Syekh Habib Muhammad bin Ahmad al-Syathiri, Syarh al-Yaqut al-Nafis, hal.236)

Kedua, tempat pelaksanaan di area pemukiman warga

Salat Jumat wajib dilaksanakan di area pemukiman warga, Tempat pelaksanaan salat Jumat tidak di syaratkan berupa bangunan atau masjid. Boleh dilakukan di lapangan dengan syarat dalam area batas pemukiman warga.

Syekh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali menjelaskan:

  وَلَا يُشْتَرَطُ أَنْ يُعْقَدَ الْجُمُعَةُ فِي رُكْنٍ أَوْ مَسْجِدٍ بَلْ يَجُوْزُ فِي الصَّحْرَاءِ إِذَا كاَنَ مَعْدُوْداً مِنْ خِطَّةِ الْبَلَدِ فَإِنْ بَعُدَ عَنِ الْبَلَدِ بِحَيْثُ يَتَرَخَّصُ الْمُسَافِرُ إِذَا انْتَهَى إِلَيْهِ لَمْ تَنْعَقِدْ اَلْجُمُعَةُفِيْهَا

“Jumat tidak disyaratkan dilakukan di surau atau masjid, bahkan boleh di tanah lapang apabila masih tergolong bagian daerah pemukiman warga. Bila jauh dari daerah pemukiman warga, sekira musafir dapat mengambil rukhshah di tempat tersebut, maka Jumat tidak sah dilaksanakan di tempat tersebut”. (al-Ghazali, al-Wasith, juz.2, hal.263, [Kairo: Dar al-Salam], cetakan ketiga tahun 2012).

Ketiga, rakaat pertama salat Jumat harus dilakukan secara berjamaah

Ketika jamaah dalam rakaat kedua niat mufaraqah (berpisah dari Imam) dan menyempurnakan salat Jumatnya tersendiri, maka salat Jumat tetap dihukumi sah. Karena minimal pelaksanaan salat Jumat secara berjamaah di rakaat pertama.

Keempat, jamaah salat Jumat adalah orang-orang yang wajib menjalankan Jumat

Jumlah standar jamaah salat jumat adalah 40 orang menurut hitungan Mazhab Imam Syafii, yang berisi penduduk pemukiman di daerah tempat pelaksanaan salat Jumat. Sedangkan menurut pendapat lain cukup dilakukan 12 orang, bahkan ada yang mencukupkan 4 orang.

Al-Jamal al-Habsyi sebagaimana dikutip Syekh Abu Bakr bin Syatha menjelaskan:

قَالَ الْجَمَلُ الْحَبْشِيُّ فَاِذَا عَلِمَ الْعَامِيُّ أَنْ يُقَلِّدَ بِقَلْبِهِ مَنْ يَقُوْلُ مِنْ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ بِإِقَامَتِهَا بِأَرْبَعَةٍ أَوْ بِاثْنَيْ عَشَرَ فَلَا بَأْسَ بِذَلِكَ إِذْ لَا عُسْرَ فِيْهِ

“Berkata Syekh al-Jamal al-Habsyi; Bila orang awam mengetahui di dalam hatinya bertaklid kepada ulama dari ashab Syafi’i yang mencukupkan pelaksanaan Jumat dengan 4 atau 12 orang, maka hal tersebut tidak masalah, karena tidak ada kesulitan dalam hal tersebut”. (Syekh Abu Bakr bin Syatha, Jam’u al-Risalatain, hal.18).

Bagi orang yang tidak bermukim di daerah pelaksanaan Jumat, musafir dan perempuan tidak termasuk jamaah yang mengesahkan pelaksanaan salat Jumat, meskipun mereka sah melakukan Jumat. 

Kelima, tidak didahului atau bersamaan dengan Salat Jumat lain dalam satu desa

Di dalam satu daerah, salat Jumat hanya boleh dilakukan satu kali. Jika terdapat dua jumatan dalam satu desa, maka yang sah adalah yang pertama kali melaksanakan takbiratul ihram dan yang kedua tidak sah. Apabila takbiratul ihramnya bersamaan, maka kedua Jumatan tersebut tidak sah.

Namun, jika terdapat kebutuhan yang menuntut untuk melaksanakan slaat Jumat dua kali, seperti kedua tempat pelaksanaan berjauhan atau sulit mengumpulkan jamaah dalam satu tempat karena kapasitas tempat tidak memadai, ketegangan kelompok dan lain sebagainya, maka kedua jumatan tersebut menjadi sah. 

Syekh Abu Bakr bin Syatha’ mengatakan:

وَالْحَاصِلُ أَنَّ عُسْرَ اجْتِمَاعِهِمْ اَلْمُجَوِّزَ لِلتَّعَدُّدِ إِمَّا لِضَيْقِ الْمَكَانِ اَوْ لِقِتَالٍ بَيْنَهُمْ اَوْ لِبُعْدِ أَطْرَافِ الْمَحَلِّ بِالشَّرْطِ

“Kesimpulannya, sulitnya mengumpulkan jamaah Jumat yang memperbolehkan berbilangannya pelaksanaan Jumat adakalanya karena faktor sempitnya tempat, pertikaian di antara penduduk daerah atau jauhnya tempat sesuai dengan syaratnya”. (Syekh Abu Bakr bin Syatha, Jam’u al-Risalatain, hal.4).

Keenam, didahului dua Khotbah

Hadis Rasulullah SAW, menyaratkan bahwa slaat Jumat harus didahului oleh pelaksanaan dua khotbah:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا ثُمَّ يَجْلِسُ ثُمَّ يَقُومُ فَيَخْطُبُ قَائِمًا  

“Rasulullah SAW berkhotbah dengan berdiri kemudian duduk, kemudian berdiri lagi melanjutkan khutbahnya”. (HR. Muslim).

 

 

 

Tags : Salat Jumat , Syarat , Sah

Berita Terkait