Tidak Sengaja Mengonsumsi Buah/Sayur yang Berulat, Bagaimana Hukumnya?

| Selasa, 29/03/2022 16:36 WIB
Tidak Sengaja Mengonsumsi Buah/Sayur yang Berulat, Bagaimana Hukumnya? Aneka Bumbu, Buah dan Sayuran (Doc: Istimewa)

RADARBANGSA.COM - Ketika mengonsumsi buah ataupun sayuran tidak jarang kita tidak sengaja ikut menelan ulat yang masih menempel pada buah/sayur yang kita konsumsi. Hal ini menjadi persoalan yang banyak ditanyakan mengenai hukum mengonsumsi ulat secra tidak sengaja.

Bagaimana status ulat yang hinggap di buah-buahan yang telah menjadi bangkai atapun masih hidup, apakah masuk kategori najis sehingga wajib membasuh bagian dalam mulut kita?

Rasulullah SAW sebenarnya pernah mengalami persoalan tentang tidak sengaja mengonsumsi ulat yang menetap di buah kurma, dalam suatu hadis:

عنْ أنَسِ بنِ مَالِكِ قالَ: أُتِيَ النّبيّ صلى الله عليه وسلم بِتَمْرِ عَتِيقٍ فَجَعَلَ يُفَتّشُهُ يُخْرِجُ السّوسَ مِنْهُ

Artinya, “Diriwayatkan dari Sahabat Anas bin Malik, ia berkata bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam diberi kurma yang sudah usang. Lalu beliau meneliti kurma itu dan mengeluarkan ulat dari kurma tersebut,” (HR. Abu Dawud).

Melansir NU Online, Imam Abu Thayyib Muhammad Al-Abadi melihat hadis di atas bersisi mengenai kemakmuran dalam mengonsumsi makanan yang diduga kuat terdapat ulat di dalamnya. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa makanan tetap dihukumi tidak najis meski terdapat ulat di dalamnya, sehingga hukum mengonsumsi makanan yang ada ulatnya pun masuk dalam kategori halal. Berikut penjelasan beliau dalam kitab ‘Aun al-Ma’bud:

فِيْهِ كَرَاهَةُ أَكْلِ مَا يُظَنُّ فِيْهِ الدُّوْدُ بِلَا تَفْتِيْشٍ , قَالَهُ فِي فَتْحِ الْوَدُوْدِ وَفِيْهِ أَنَّ الطَّعَامَ لَا يَنْجُسُ بِوُقُوْعِ الدُّوْدِ فِيْهِ وَلَا يَحْرُمُ أَكْلُهُ

Artinya, “Dalam hadis di atas terkandung makna kemakruhan mengonsumsi makanan yang diduga kuat terdapat ulat di dalamnya dengan tanpa adanya penelitian terlebih dahulu, hal ini disampaikan Abdullah bin Muhammad at-Thayyar dalam kitab Fath al-Wadud. Dalam hadis ini pula terkandung pemahaman bahwa makanan tidak menjadi najis sebab adanya ulat di dalamnya serta tidak haram mengonsumsi makanan tersebut” (Abu Thayyib Muhammad Al-Abadi, ‘Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, [Beirut, Darul Kutub al-‘Ilmiyyah: 1995 M], juz II, halaman 262).

Kehalalan mengonsumsi makanan yang terdapat ulatnya ini bersifat mutlak. Dalam arti, baik ulat yang hinggap pada buah atau sayur dalam keadaan hidup ataupun sudah menjadi bangkai, dengan syarat ulat masih menyatu dengan buah-buahan (tidak terpisah). Kemutlakan ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fathul Muin:

وَحَلَّ أَكْلُ دُوْدِ نَحْوِ الْفَاكِهَةِ حَيًّا كَانَ أَوْ مَيِّتًا بِشَرْطِ أَنْ لَا يَنْفَرِدَ عَنْهُ

Artinya, “Halal mengonsumsi ulat yang ada pada buah-buahan, baik ulatnya dalam keadaan hidup ataupun telah menjadi bangkai, dengan syarat ulat tidak terpisah secara tersendiri dengan buah-buahan,” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fathul Mu’in, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 354).



Tags : Ulat , Buah , Sayur , Halal

Berita Terkait