Radikalis Banyak Muncul dari Bangku Sekolah, Pelajar NU Rekomendasi Ini

| Sabtu, 17/02/2018 09:24 WIB
Radikalis Banyak Muncul dari Bangku Sekolah, Pelajar NU Rekomendasi Ini Logo NU (foto: nu.or.id)

BANYUWANGI, RADARBANGSA.COM - Praktik teror dan radikal oleh Suliono, warga Dusun Krajan, Desa Kandangan, Kecamatan Pesanggaran, yang menjadi pelaku penyerangan Gereja St Lidwina, Sleman, Yogyakarta, serta Rizal Muzaki warga Dusun Rejosari, Desa Benculuk, Kecamatan Cluring yang diduga terlibat jaringan teroris Poso memantik geram sejumlah pihak, terutama warga Nahdiyin.

Koordinator Pelajar Nahdliyin Blambangan, Ibnu Tsani Rosyada menilai Keterlibatan dua warga Banyuwangi, yang notabane-nya masih pemuda dalam tindak radikalisme merupakan sinyalemen yang tak bisa dianggap enteng.

"Jika menyimak pemberitaan dan keterangan kepolisian, Suliono maupun Rizal Muzaki, terpapar ideologi radikal saat menempuh pendidikan di luar kota. Meski demikian, ini menunjukkan gejala yang patut diwaspadai," tuturnya di Pendopo Balai Desa Pengatigan, Kecamatan Rogojampi, Kamis malam 15 Februari 2018.

Dalam diskusi yang dihadiri para pelajar lintas agama dari beberapa sekolah di Banyuwangi itu, dia menyampaikan kekhawatirannya. "Jika pelajar dari Banyuwangi, belajar keluar kota kemudian terpapar radikalisme, artinya pendidikan dan wawasan kebangsaan di tingkat sekolah masih belum kuat," cetusnya.

Untuk itu, lanjut Ibnu, Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi harus segera mengambil sikap preventif terhadap gejala tersebut. “Kita para pelajar, serta Pemda Banyuwangi, tidak boleh berdiam diri melihat gejala ini. Harus ada tindakan kongkrit untuk menyelesaikannya," paparnya.

Salah satu rekomendasi yang ditawarkan oleh Pelajar Nahdliyin Banyuwangi adalah memperkuat pendidikan toleransi kebangsaan di sekolah. Tidak hanya di dalam kurikulum sekolah, tapi juga dalam kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler.

"Jika diperlukan, kami siap untuk bersinergi di sekolah-sekolah. Melibatkan diri dalam kegiatan di luar jam sekolah (ekstrakulikuler), utamanya dalam kegiatan keagamaan. Kami, dengan ajaran ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyah, siap untuk mengajak para pelajar memahami prinsip-prinsip toleransi dan hidup berbhineka. Tentunya dengan pendekatan ala anak muda," terangnya.

Lebih jauh, imbuh Ibnu, kegiatan ekstrakulikuler yang bernuansa keagamaan kerap kali menjadi pintu masuk menanamkan bibit-bibit radikalisme. “Memang tidak bisa disimplifikasi, tapi penanaman bibit-bibit radikalisme berawal dari bangku sekolah. Banyak hasil riset yang menunjukkan hal tersebut. Seperti hasil riset The Wahid Foundation dan lainnya," ungkap Ibnu.

Meski hasil riset tersebut tidak menjadikan Banyuwangi sebagai obyek kajiannya secara langsung, alumnus Universitas Airlangga itu menjelaskan, tidak tertutup kemungkinan juga berlaku di sekolah-sekolah Banyuwangi.

"Dari pantauan kami, setidaknya beberapa sekolah negeri sudah tersusupi bibit-bibit ideologi radikal," bebernya.

Sekadar diketahui, dalam riset yang dilakukan oleh The Wahid Foundation pada 2016 terhadap para pengurus Rohis (Kerohanian islam) di sekolah berjumlah 1.626 orang menunjukkan hasil yang mengejutkan. 60 persen setuju berjihad di wilayah konflik dan 68 persen setuju jihad di masa mendatang. Hasil lain menunjukkan 37 persen sangat setuju dan 41 persen setuju umat Islam bergabung dalam kekhalifahan

Tags : NU , Radikalisme , Banyuwangi