Lomba Cerpen Santri 2018

Penjara Suci

| Kamis, 08/11/2018 17:14 WIB
Penjara Suci Dok Radarbangsa

Oleh: Uswatun Hasanah

RADARBANGSA.COM - Menyandang gelar santri bukanlah suatu beban tapi semua itu termasuk kehormatan dan keistimewaan. Terkurung di dalam penjara suci yang penuh dengan aturan , tidak lantas membuat jiwa tangguh seorang santri runtuh.

Kabut pagi menutupi jalan yang terbentang di depan rumahku, yang terletak di tengah-tengah hutan yang masih jarang pemukiman rumah warga. sebut saja namaku Najwa, aku adalah putri satu-satunya dari ayahku yang tinggal di gubuk kecil kami. Hanya dengan ayah aku bertukar cerita, karena ibuku telah tiada ketika melahirkanku. Setelah aku lulus pendidikan dasar aku langsung ditempatkan ayahku di pesantren, dengan wajah polosku akupun tidak pernah bertanya mengapa aku di tempatkan di pesantren, padahal ayah hanya tinggal sendiri di rumah. Pagi harinya ayahku dengan teliti mengemasi baju-baju yang akan kubawa ke pesantren nanti.

Setelah lamanya ayah mengemasi bajuku, aku langsung berpamitan dengan tetangga dekatku,  ku cium satu persatu tangan mereka dengan wajah sedihku yang kututupi dengan senyum manisku agar ayah tidak merasakan kesedihanku sembari berkata pada salah seorang tetanggaku, “doakan aku  nggeh  budhe, semoga jadi orang sukses”. “iyo  nduk…..doaku menyertaimu” sahutnya. Tibanya aku di pesantren, ayahku memberi kepercayaan kepada salah satu santriwati yang kebetulan sudah lama berada di pesantren tersebut.  Dia adalah seorang pengurus santriwati saat itu, yang biasa di panggil kak Salma.  Kak Salma selalu memperhatikanku dengan perhatian yang membuatku nyaman bersamanya, hingga aku lupa bahwa saat itu ayahku sudah pulang kerumah,setelah menyerahkan tanggungjawab penuh mendidikku kepada abah dan umi.

Hari pertama sekolah aku teringat pesan ayah, “nak, janganlah kamu egois dengan berfikiran tidak butuh teman karna teman adalah salah satu hal yang terpenting dalam kehidupan pesantren”, teringat pesan ayah, aku tidak segan-segan berkenalan dengan orang yang wajahnya asing kulihat di kelas tersebut.  Setelah aku disuruh ganti baju oleh kak Salma yang kemudian mengajakku makan di sebuah nampan besar yang beranggotakan sepuluh santri,  iya memang itu menjadi pertama kalinya aku makan bersama orang yang begitu banyak tanpa sendok serta dengan lauk seadanya yaitu sayur terong yang rasanya tidak karuan,  karna memang yang memasak makanan dari para santri yang sudah senior dan mungkin dengan bahan seadanya. Dengan lahapnya mereka menelan makanan yang masih panas karna baru saja masak. Itu  adalah suatu hal yang biasa bagi mereka.

Baca selengkapnya di sini

Tags : Hari Santri 2018 , Cerpen Santri , PKB

Berita Terkait