Membela Nasib Kaki Lima

| Selasa, 04/08/2020 16:03 WIB
Membela Nasib Kaki Lima Pedagang kaki lima saat memindahkan barang dagangannya (foto: istimewa)

Oleh: Eko Supriatno*

“Kasihan kaki lima bagai nyamuk, masih diusir kesana-kemari”

RADARBANGSA.COM - Ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menempati sepanjang jalan Sudirman Pasar Labuan direlokasi tim gabungan Dinas Perindustrian Perdagangan dan SDM, Satpol PP, Dinas Perhubungan dan aparat Kecamatan Labuan, Senin (3/8/2020). Ratusan pedagang tersebut di alihkan ke lantai Dua Plaza dan Selter Tsunami Labuan.

Plt Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan SDM Kabupaten Pandeglang, Fahmi Ali Sumanta mengemukakan alasan penertiban tersebut adalah agar sepanjang jalan Pasar Labuan tersebut tampak lebih nyaman dan tidak terlihat kumuh.  Fahmi Ali Sumanta pun mengemukakan alasan bahwa penggusuran ini dilakukan setelah melalui prosedur pemberitahuan kepada setiap pedagang. Tapi menurut penulis, seharusnya pedagang diberi kesempatan untuk menempati lokasi penampungan sebelum digusur dari tempat yang lama. Ingat! Penggusuran (bahasa sopannya: relokasi atau penertiban) para pedagang kaki lima tidak disertai solusi dan malah menambah permasalahan.

Argumen penulis, penggusuran pedagang kaki lima Labuan menyisakan banyak Pekerjaan rumah (PR). Kelihatannya masih banyak pedagang yang merasa diperlakukan tidak adil. Relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) ke tempat yang baru terkesan tebang pilih, minim sarana dan tempat lantai Dua Plaza dan Selter Tsunami Labuan diprediksi kurang dilirik dan sepi pembeli. Relokasi pedagang kaki lima Labuan terancam menjadi program gagal. Untuk itu Pemerintah kabupaten Pandeglang diharapkan segera memiliki solusi!

Ingat! Pertumbuhan ekonomi itu 70 persen ada di pedagang kaki lima lalu bagaimana ekonomi kita bisa tumbuh, bila sejumlah pedagang mengeluhkan sepinya pembeli. Pedagang kaki lima, yang kerap digolongkan kedalam sektor informal, sudah dibuktikan banyak penelitian sebagai penyerap tenaga kerja yang andal. Kaki lima adalah sektor yang paling tidak bergantung kepada bantuan-bantuan pemerintah, tapi aneh dibumi Pandeglang ini selalu menerima perlakuan-perlakuan yang paling buruk dibanding sektor lain.

Ya, Pemerintah seharusnya bisa lebih “peduli” terhadap pedagang kaki lima. Penggusuran ratusan kaki lima Labuan yang dianggap ilegal oleh pemerintah Pandeglang, betapa sangat menyedihkan dimana saat para pedagang tersebut baru bangkit dari kejamnya virus covid-19 malah ditambah pemerintah kabupaten Pandeglang menunjukan sikap ketidakpeduliannya dengan menyikat habis tempat orang-orang kecil mencari nafkah.

Seolah, perlahan tapi pasti, pedagang kaki lima Labuan makin lama makin tenggelam, terabaikan dan terancam sumber pendapatannya. Tenggelam karena dianggap ‘kuman’ yang membuat kondisi pasar kumuh, serba sederhana dan menambah permasalahan keindahan kota dan kemacetan lalu lintas.  Akhirnya, relokasi hingga penggusuran dan penertiban pun dilakukan untuk ‘membuat pasar menjadi sesuai yang diharapkan’. Tak tahu, sesuai harapan siapa. Tentunya bukan harapan para pedagang kaki lima karena kenyataannya lebih banyak penertiban dan peraturan tidak berpihak kepada mereka alias selalu dirugikan.

Persoalan Bersama

Persoalan Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan persoalan bersama yang harus diselesaikan. Dalam hal ini perlu adanya koordinasi dari pemerintah daerah, para PKL, dan masyarakat sekitar. Koordinasi tersebut harus diwujudkan dengan adanya dialog yang memperbincangkan persoalan-persoalan PKL serta bagaimana penataan dan pengaturannya, sehingga keberadaan PKL bisa menunjang perekonomian masyarakat di  Labuan. 

Pandeglang merupakan salah satu daerah yang mempunyai jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) relatif banyak, khususnya di Labuan. Hal ini disebabkan posisi Labuan sebagai salah satu daerah tujuan wisata dan kuliner. Sebagian besar Pedagang Kaki Lima (PKL) menawarkan berbagai barang dagangan di trotoar sebagai kawasan ruang publik.

Keberadaan  Pedagang Kaki Lima (PKL) juga diharapkan tidak merusak atau menurunkan kualitas lingkungan hidup yang ada disekitarnya agar dapat tercipta tata ruang yang mempertahankan ekosistem lingkungan fisik maupun sosial yang ada di dalamnya. Oleh karena itu diperlukan adanya penataan bagi PKL untuk mewujudkan fungsi tata ruang kota yang optimal, dalam hal ini menyangkut aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan itu sendiri.

Disatu sisi, tindakan pemerintah ada benar nya untuk suatu keindahan dan keselamatan tetapi apalah artinya keindahan kota ini tetapi faktanya masih banyak warga Labuan yang miskin. Penggusuran jelas baik untuk penataan ruang, namun absennya program perlindungan pekerjaan dan makanan membuat penyediaan layanan publik yang niatnya baik berdampak kepada penciptaan kemiskinan. 

Begitu banyak warga Labuan yang memanfaatkan jasa Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk sekadar membeli makan-minum maupun barang dan jasa lain yang lebih murah. Sudah menjadi pemandangan umum pula bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) menduduki area publik, seperti trotoar hingga badan jalan. Di satu sisi, kondisi demikian mengganggu ketertiban umum dan kenyamanan warga. Di sisi lain, harga-harga yang mereka jual murah.

 Kajian Pedagang Kaki Lima Labuan

Amatan penulis, Pemerintah Kabupaten Pandeglang sangat kurang dalam hal mengakomodir kepentingan para Pedagang Kaki Lima (PKL), misalnya: tidak dimasukkannya sektor informal dalam perencanaan tata ruang kota, tidak adanya peraturan daerah tentang penataan PKL, serta tidak adanya anggaran daerah untuk mendukung aktivitas Pedagang Kaki Lima (PKL) termasuk untuk program kemitraan dan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL). Dalam perencanaan tata ruang kota, Pemerintah Kabupaten Pandeglang hanya mengakomodir kepentingan sektor formal termasuk didalamnya perdagangan di sektor formal.

Sektor informal termasuk didalamnya para Pedagang Kaki Lima (PKL) tidak diakomodir kepentingannya sehingga para PKL menggunakan ruang-ruang publik yang dianggap strategis untuk aktivitasnya. Pemerintah Kabupaten Pandeglang belum membuat peraturan daerah yang mengatur tentang keberadaan PKL termasuk didalamnya ruang-ruang publik yang diperbolehkan untuk aktivitas PKL dan besarnya retribusi yang dikenakan untuk para PKL. Apabila terdapat peraturan daerah tentang penataan PKL, para PKL yang menggunakan ruang publik dapat dikenakan retribusi disesuaikan besarnya ruang publik dan infrastruktur kawasan yang digunakan PKL.

Ketiadaan peraturan yang melegalkan aktivitas para PKL di ruang publik menyebabkan para PKL kadang-kadang menjadi objek pemerasan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga para PKL harus mengeluarkan biaya lebih besar dari yang seharusnya apabila ada peraturan daerah yang melegalkan aktivitas PKL. Selain itu dengan kondisi yang ada, para PKL kurang nyaman dalam menjalankan usaha berdagangnya.

Banyaknya PKL yang ada di sepanjang jalan Sudirman Pasar Labuan tidak didukung dengan sarana fisik dagangan yang mewadahi. Beberapa masalah dalam sarana fisik dagangan antara lain beranekaragamnya sarana fisik dagangan PKL, bahan sarana fisik dagangan PKL yang sederhana, serta bentuk, ukuran dan warna sarana fisik dagangan PKL yang tidak seragam.

Selain itu, hampir sebagian besar sarana fisik dagangan PKL baik gerobak, warung tenda, maupun dasaran dilengkapi dengan penutup atas/terpal dengan bahan dasar yang tidak seragam dan dipasang dengan asal-asalan. Pemasangan penutup atas/terpal untuk melindungi sarana fisik dagangan terutama berupa dasaran/gelaran dengan menempelkannya pada tiang listrik, ataupun neon box.

Begitu juga dengan penempatan sarana fisik dagangan yang tidak tertata dengan rapi mengurangi keindahan kawasan sepanjang jalan Sudirman Pasar Labuan. Dengan adanya permasalahan sarana fisik dagangan PKL menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang publik kawasan sepanjang jalan Sudirman Pasar Labuan. Misalnya, sampah yang dihasilkan oleh aktivitas para pengunjung kawasan dan PKL yang  dibuang di sembarang tempat mengurangi kualitas kawasan.

Adanya bau busuk yang berasal dari limbah PKL yang dibuang sembarangan menyebabkan kekurangnyamanan para pengguna ruang publik. Adanya suara musik dengan volume yang cukup keras,  cukup mengganggu kenyamanan para pengguna jalan karena menimbulkan kebisingan suara di kawasan sepanjang jalan Sudirman Pasar Labuan.

Dari kondisi tersebut di atas, perlu dilakukan pengelolaan aktivitas PKL di ruang publik kawasan sepanjang jalan Sudirman Pasar Labuan dengan membuat arahan penataan aktivitas PKL sehingga apabila dilakukan penataan PKL oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang akan berjalan optimal.

Apa yang hendak didapat dengan penggusuran? Kota terlihat bersih? Asumsi penulis itu hanya bisa terjadi hanya beberapa bulan, sebelum pedagang kaki lima kembali menguasai trotoar jalan. Seperti penyakit kronis, siklus gusur dan bangun kembali ini sudah berlangsung tahunan.

Bagaimanapun juga PKL adalah juga warganegara yang harus dilindungi hak-haknya, hak untuk hidup, bebas berkarya, berserikat dan berkumpul, seperti tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945  pada Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi bahwa tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Perlindungan hukum akan membuat sektor informal sehat dan memberikan kontribusi lebih besar.

Sektor informal itu sudah membantu pemerintah menyerap tenaga kerja dalam jumlah sangat besar. Para pedagang kaki lima mempunyai peran yang luar biasa. Mereka mampu menggerakan roda perokonomian di tingkatan akar rumput. Mereka dapat membantu pengguna jalan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Para pengguna jalan tanpa harus mampir ketoko-toko untuk membeli barang yang mereka inginkan. Di samping itu para pedagang kaki lima menjadikan jalan tidak sepi. Para pedagang kaki lima tanpa diatur oleh pemerintah, dapat mengorganisir diri mereka mencari lahan pekerjaan tanpa ketergantungan atas kebijakan pemerintah. Mereka bisa hidup tanpa bantuan pemerintah. Keunggulan-keunggulan yang ditunjukan oleh para pedagang kaki lima inilah yang membantu pemerintah dan masyarakat luas. Untuk jasa besar itu, seharusnya sektor ini layak menerima perlakuan lebih ramah.

Hal ihwal nasib pedagang kaki lima sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah. Karena merupakan urat nadi sebagian masyarakat yang menggantungkan hidup mencari nafkah lewat berjualan secara pedagang kaki lima, pemerintah seharusnya memberikan perhatian untuk meningkatkan dan memberdayakan padagang kaki lima agar lebih baik, baik secara profesional, tempat maupun cara-cara yang lebih bagus untuk berdagang. Hal tersebut didasarkan pada Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009 tentang ekonomi kreatif untuk dilakukan pembinaan dan penataan kepada para pedagang kaki lima dan berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri No. 41 Tahun 2012 tentang pedoman dan pemberdayaan pedagang kaki lima.

Kebijakan Tidak Jelas!

Kebijakan akan solusi yang ditawarkan pemerintahan Irna –Tanto tentang pedagang kaki lima bersifat setengah-setengah dan tidak jelas!. Irna –Tanto itu tidak kompeten dalam penataan Pedagang Kaki Lima atau PKL. Ya, bukan isu positif yang mendominasi, melainkan polemik yang dihasilkan kebijakan penataan pedagang kaki lima Labuan yang dinilai salah logika. Sektor informal seharusnya dilihat dan dibereskan dengan kacamata ekonomi.

Saya berpendapat penggusuran ini akan berbuntut kontroversi dan keruwetan yang tidak kunjung usai. Seharusnya pengusuran tersebut mengunakan “kajian” dan harus disediakan dengan tempat yang tepat dan bermanfaat bukan asal tempat saja.

Mereka tidak melihat konsep penataan kaki lima di Pandeglang secara menyeluruh tanpa mempertimbangkan dampak kemiskinan, hingga integrasi sejumlah fasilitas penunjang lainnya di Pandeglang.

Gencarnya pemerintahan Irna–Tanto untuk mengusir pedagang tidak tetap serta relokasi pedagang kaki lima sebelum ini bisa berkontribusi pada ”pemiskinan” penduduk yang selama ini juga sudah miskin.  Jangan jadikan pedagang pinggir jalan itu musuh, tetapi berilah solusi agar mereka menjadi pedagang yang mandiri.

Misal beberapa persoalan kebijakan penataan PKL dalam hal kebijakan struktural: Belum ada peraturan tentang penataan PKL, Pembinaan terhadap PKL oleh Tim Pembina PKL kurang optimal, Paguyuban kurang optimal karena pengurus sibuk berdagang dan mutu SDM rendah, dan Tidak adanya pemberdayaan maupun pembinaan oleh pemerintah.

Pemerintah kabupaten Pandeglang tidak seharusnya memarjinalkan PKL dalam kebijakan pembangunan ekonomi kabupaten. Agenda yang diperlukan adalah penataan kelembagaan dengan mengakomodasi sektor PKL dalam struktur ekonomi Pandeglang. Strategi ini dilakukan dengan beberapa cara. Memberikan lahan khusus untuk sektor PKL dengan melibatkan paguyuban/organisasi PKL dan pihak swasta. Tidak kalah pentingnya adalah menghilangkan strategi represif yang sering dilakukan dengan penggusuran di Pandeglang.

Memberdayakan PKL sebagai salahsatu aktor penting pembangunan ekonomi rasanya adalah sebuah strategi yang rasional. Pemberdayaan yang dilakukan dengan berbagai strategi penataan sejatinya menjadi kebijakan kolektif Pemkab Pandeglang. Dengan cara ini, ada tanggungjawab bersama bagi seluruh pemangku kepentingan agar sektor informal bisa lebih berperan mengorganisasi dirinya dalam menggerakkan dinamika ekonomi Pandeglang. Pengorganisasian sektor informal juga menjadi hal penting untuk menghilangkan berbagai stigma negatif yang selama ini melekat.

Berbagai pendekatan dan strategi konvensional menghadapi sektor informal sudah tidak lagi relevan dilakukan. Era pemberdayaan menjadi keniscayaan dalam konteks pembangunan sosial. Pembinaan Kaki Lima dalam hal ini dilakukan dengan pembinaan terhadap kualitas pola pikir  para  pedagang  dan  pelaksanaan  aktivitas  PKL  secara  keseluruhan  karena  diketahui pola   pikir   PKL   sebagian   besar   masih   memiliki   tingkat   pendidikan   relatif   rendah   dan sederhana untuk menelaah peraturan yang ada sehingga menimbulkan interprestasi yang salah   dan   kurangnya perhatian   mengenai   visualisasi   aktivitas   secara   keseluruhan.   

Penertiban pedagang dan asongan perlu dijalankan dalam konteks penataan ulang lokasi usaha. Pemkab Pandeglang perlu menyediakan lokasi khusus sebagai area jual-beli. Kebutuhan warga tidak hilang bersamaan dengan pengusiran para pedagang kecil yang menyediakan barang dengan harga terjangkau. Ini senada dengan penertiban warga kaki lima yang direlokasi ke tempat lebih layak seperti pujasera (pusat jajan serba ada). Maka konsep penataan ulang lokasi dagang seharusnya menjadi pertimbangan utama, bukan melenyapkan pedagang kecil sambil memberi ruang pemodal.

Pemerintah kabupaten Pandeglang hendaknya melihat pedagang kecil sebagai kalangan yang tak memiliki akses modal. Pilihan pada ekonomi ekstralegal karena mereka tidak mampu mengakumulasikan modal usaha lantaran tidak banyak properti legal. Jangan sampai setelah relokasi PKL, terus mereka dibiarkan begitu saja. Setelah menata ruang kota, termasuk lokasi berdagang, pemerintah seharusnya memikirkan dan lebih agresif melakukan sosialisasi subsidi usaha maupun insentif modal bagi pedagang kecil. Pemerintah baik melalui instansi pemerintah maupun BUMN, bisa juga dengan mendorong pengusaha-pengusaha untuk gotong-royong bersama-sama menolong dan membela nasib pedagang seperti PKL.

Dalam Penataan PKL pengambilan kebijakan hendaknya Pemerintah kabupaten Pandeglang melakukan kajian dari sosial ekonomi dan sosial masyarakat setempat Jangan hanya sibuk menggusur, menertibkan dan merelokasi ke tempat yang malah membuat para PKL merugi, namun benar-benar ditata dan ditempatkan di lokasi yang nyaman, menguntungkan dan tidak menganggu lalu lintas.

Kalau hal itu benar-benar terjadi, maka pedagang kaki lima tidak lagi menjadi pengganggu, namun malah bisa menjadi objek wisata pasar rakyat khas Labuan. Bisa dibayangkan bila hal itu terwujud. Barangkali, pemerintah tidak mungkin tak punya cukup dana untuk merelokasikan para pedagang kaki lima ke tempat strategis dan melakukan pembinaan kalau memang benar-benar ingin membantu nasib PKL, dan menata Labuan menjadi semakin lebih baik dan tidak dikungkung kemacetan.

Semoga Pemerintah kabupaten Pandeglang benar-benar memperhatikan nasib para pedagang kaki lima Labuan, karena warga yang menggantungkan hidup dengan mencari nafkah dengan menjadi pedagang kaki lima amat banyak, dan mereka harus dibela dan mendapatkan hak-haknya.

Dengan cara itu, Labuan akan berubah menjadi kota nyaman dan ramah tanpa berekses biaya hidup terlalu tinggi yang membebani sebagian besar warganya. Pedagang kecil tidak perlu lenyap karena masih dibutuhkan sebagian besar warga yang ingin mendapat barang dan jasa terjangkau.

Mereka hanya perlu ditata dan dijadikan wirausaha skala kecil. Labuan pun tidak perlu dijadikan layaknya kawasan khusus yang tertata dan terlihat indah, namun tak ramah bagi kantong wong cilik karena harga-harga yang selangit. Pemerintah kabupaten Pandeglang bisa mulai dengan menata sekaligus memfasilitasi usaha PKL dan asongan.

*Eko Supriatno, M.Si, M.Pd (Pengamat Kebijakan Publik, Dosen Fakultas Hukum dan Sosial UNMA Banten, Warga Labuan, Kabupaten Pandeglang)

** Isi di luar tanggungjawab radarbangsacom

 

Tags : Opini , Pedagang Kaki Lima , Pandeglang