Omnibus Law Perpajakan Disebut Dapat Dorong Penerimaan Negara 2020, Ini 6 Poin Isinya!

| Selasa, 11/02/2020 17:51 WIB
Omnibus Law Perpajakan Disebut Dapat Dorong Penerimaan Negara 2020, Ini 6 Poin Isinya! Direktorat Jenderal Pajak Sebut Omnibus Law Perpajakan Dapat Dorong Penerimaan Negara 20200 (Foto: Akurat.co)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM – Direktur Jenderal (Dirjen Pajak) Suryo Utomo mengatakan pihaknya optimis pada Omnibus Law Perpajakan dapat mendorong optimalisasi penerimaan 2020. Saat ini Omnibus Law Perpajakan sudah masuk ke tangan DPR sejak tanggal 31 Januari 2020 lalu.

“Omnibus Law Perpajakan ini memliki 6 poin utama,” ujar Suryo sebagaimana yang dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Selasa, 11 Februari 2020.

Poin pertama adalah meningkatkan pendanaan investasi. Pemerintah dalam hal ini akan menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) yang diturunkan secara bertahap dari 22% di tahun 2021 dan 2022 menjadi 20% untuk tahun 2023 dan seterusnya. Kemudian, tarif PPh Badan Wajib Pajak yang Go Public akan dikurangi lagi sebesar 3% dari tarif umum. Selanjutnya, PPh akan dihapus dari dividen dalam negeri, dan tarif PPh Pasal 26 atas bunga akan disesuaikan.

"Pajak yang ditarik akan dikembalikan kepada dunia usaha untuk menggerakkan ekonomi," kata Suryo

Namun, dampak pengurangan tarif ini diperkirakan akan menyusutkan penerimaan hingga Rp80 triliun. Akan tetapi hal itu dapat dimitigasi dengan perluasan basis pajak dari ekstensifikasi dan intensifikasi pajak.

"Penerimaan akan berkurang (Rp80 triliun) tapi untuk menggerakkan ekonomi. Mitigasinya dengan perluasan basis pajak baik ekstensifikasi maupun intensifikasi," tambahnya.

Poin Kedua, sistem teritori untuk penghasilan luar negeri. Mengenai sistem teritori untuk penghasilan luar negeri, pemerintah merencanakan penghasilan tertentu termasuk dividen dari luar negeri tidak dikenakan PPh sepanjang diinvestasikan di Indonesia.

“Untuk penghasilan Warga Negara Asing (WNA), Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) hanya dikenakan PPh atas penghasilannya di Indonesia,” kata Suryo.

Poin Ketiga, penentuan sumber pajak orang pribadi. Penentuan Subjek Pajak Orang Pribadi ini adalah  Warga Negara Indonesia (WNI) (diaspora) yang tinggal selama kurang dari 183 hari di Indonesia atau lebih dari 183 hari di luar negeri dapat menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). Sedangkan WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, maka dia menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN).

Poiin Keempat, mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela. Pemerintah akan merelaksasi hak pengkreditan pajak masukan bagi Penguasaha Kena Pajak (PKP). Selain itu, pemerintah akan mengatur ulang sanksi administrasi dari pajak, pabean, dan cukai serta imbalan bunga.

Suryo menilai pengaturan ulang terhadap sanksi administrasi tentu akan meringankan para pelaku usaha agar industrinya tidak mati.

"Kalau denda penalti 10 kali lipat, kalau bendanya salah (benda kena pabean), itu akan langsung mematikan industri itu sendiri," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Heru Pambudi.

Poin Kelima, menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri. Untuk menciptakan hal ini, pemerintah akan melakukan pemajakan transaksi elektronik dengan menunjuk platform memungut PPN, kemudian pajak dikenakan pada Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) atas transaksi elektronik di Indonesia. 

Di poin ini, pemerintah akan merasionalisasi Pajak Daerah dengan menetapkan tarif Pajak Daerah yang berlaku nasional. Kemudian, mengevaluasi Peraturan Daerah (Perda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) terhadap kebijakan fiskal nasional.

Poin Keenam, tentang pengaturan fasilitas dalam UU Perpajakan. Upaya ini dilakukan dengan memberikan tax holiday, super deduction, fasilitas PPh untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), PPh untuk Surat Berharga Negara (SBN) , dan keringanan / pembebasan Pajak Daerah oleh Kepala Daerah.

 

Tags : Omnibus Law Perpajakan , DPR , Dirjen Pajak

Berita Terkait