Bolehkah Menjual Minuman Beralkohol Kepada Non-Muslim?

| Selasa, 02/03/2021 16:20 WIB
Bolehkah Menjual Minuman Beralkohol Kepada Non-Muslim? Wine (sumber:nzwine.com)

RADARBANGSA.COM - Terdapat dua perspektif dalam menghukumi menjual minuman beralkohol atau minuman yang memabukkan lainnya. Mazhab Maliki, Syafii dan Hanbali menghukumi bagi orang yang non Muslim juga haram ketika mengonsumsi miras, karena ia pun terkena taklif (beban hukum) untuk meninggalkannya. Akan tetapi, mazhab Hanafi menghukumi non-Muslim tidak haram mengonsumsi miras, karena non Muslim tidak terkena taklif syariat untuk meninggalkannya.

Taklif bagi non Muslim menjadi problematika dalam menjalankan syariat Islam dalam kitab-kitab ushul fiqh, antara lain kitab al-Mu‘tamad fî Ushûl al-Fiqh (hlm. 294-300) karya Abû al-Husain Muhammad bin ‘Alî bin ath-Thayyib al-Bashrî al-Mu‘tazilî (w. 436 H), al-Burhân fî Ushûl al-Fiqh (hlm. 107-110) karya Imam al-Haramain Abû al-Ma‘âlî ‘Abdul Mâlik bin ‘Abdullâh al-Juwainî (419-478 H), Ushûl as-Sarakhsî (hlm. 73-78) karya Abû Bakr Ahmad ibn Abî Sahl al-Sarakhsî (w. 490 H), al-Mustashfâ (hlm. 73-74) karya Imam al-Ghazâlî (w. 505 H), dan at-Tanqîhât fî Ushûl al-Fiqh karya Syihâbuddîn Yahyâ bin Habsyî as-Sahrûwardî (w. 587 H). Syekh as-Sahrûwardî dalam at-Tanqîhât membahas:

[تكليف الكفار بفروع الشريعة] ومن جملة ما اختلفوا فيه أن الكفار هل مخاطبون بفروع الإسلام؟ ذهب بعض أصحاب الرأي إلى امتناع التكليف احتجاجا بأن نحو الصلاة ممتنع عليه فأنى يكلف به؟ ردوا بأن المحدث والجنب يؤمر بالصلاة، وإن لم يكن الشرط حاصلا عند الأمر، والامتناع كالامتناع، فيلزم على ما مهدتم ألا يعاقل المحدث التارك وهو باطل، فثبت أنه ليس من شرط المأمور به حصول شرائطه....

”(Taklif atas Orang-orang non-Muslim dengan Hukum Syariat). Di antara ketentuan tentang taklif yang diperselisihkan di antara ulama mazhab adalah apakah non-Muslim itu mereka dikenai titah (melaksanakan) ketentuan-ketentuan hukum Islam? Sebagian aliran rasionalis berpandangan bahwa non-Muslim terhalang dari taklif (beban hukum), karena semacam salat itu terhalang (tidak boleh dilakukan) atasnya, sehingga mengapa ia dikenai taklif? Mereka dijawab bahwa orang yang berhadas dan orang yang junub (hadas besar) tetap diperintah salat, meski syaratnya (suci dari hadas) tidak terpenuhi ketika diperintahkan itu; pandangan tentang terhalangnya taklif atas non-Muslim itu sebagaimana terhalangnya salat atas orang yang berhadats, berimplikasi bahwa pendapat yang dikemukakan agar orang yang berhadas yang meninggalkan salat itu tidak dikenai sanksi adalah batal; maka tetap tidak menjadi syarat bagi sesuatu yang diperintahkan terpenuhi syarat-syaratnya itu....” (as-Sahrûwardî, al-Tanqîhât fî Ushûl al-Fiqh, Maktabat ar-Rusyd, Riyad, 2006, hlm. 178).

Menurut mazhab Maliki, Syafii, dan Hanbali keharaman minum minuman memabukkan (miras) berlaku bagi orang muslim maupun non muslim, atas dasar ini bagi siapapun yang meminum minuman yang memabukkan (miras) maka sama saja dengan melakukan kemaksiatan. Mahzab Hanafi memiliki pendapat yang berbeda, ketentuan haram minum minuman yang memabukkan (miras) tidak berlaku bagi non Muslim, sehingga non-Muslim yang minum minuman yang memabukkan (miras) tidak diberlakukan sebagai kemaksiatan.

Menjual minuman memabukkan (miras) bisa dihukumi dalam kategori membantu kemaksiatan, dan jelas bahwa membantu kemaksiatan sama dengan melakukan kemaksiatan. Namun, berbeda dengan mazhab Hanafi yang menetapkan tidak menetapkan taklif bagi non Muslim, menjual minuman yang memabukkan (miras) kepada non Muslim tidak haram, karena tidak termasuk dalam kategori membantu kemaksiatan.

Syekh Zainuddîn bin ‘Abdul ‘Azîz al-Malîbârî dalam karyanya Fat’ul Mu‘în Syarh Qurrat al-‘Ain bi-Muhimmât ad-Dîn, menjelaskan:

(و) حرم أيضا: (بيع نحو عنب ممن) علم أو (ظن أنه يتخذه مسكرا) للشرب والأمراد ممن عرف بالفجور به، والديك للمهارشة، والكبش للمناطحة، والحرير لرجل يلبسه، وكذا بيع نحو المسك لكافر يشتري لتطييب الصنم، والحيوان لكافر علم أنه يأكله بلا ذبح، لأن الأصح أن الكفار مخاطبون بفروع الشريعة كالمسلمين عندنا، خلافا لأبي حنيفة -- رضي الله تعالى عنه-- فلا يجوز الإعانة عليهما، ونحو ذلك من كل تصرف يفضي إلى معصية يقينا أو ظنا، ومع ذلك يصح البيع

Artinya: ”Diharamkan juga menjual semacam anggur pada orang yang diyakini atau diduga kuat akan menjadikannya miras (minuman yang memabukkan), atau budak amrad (anak laki-laki kecil tampan) pada orang yang terkenal berbuat lacur terhadapnya, ayam jago untuk disabung, kambing jantan untuk diadu (dengan saling membentur kepala) atau sutera yang akan dipakai oleh laki-laki. Demikian juga haram menjual semacam minyak wangi kepada orang kafir (non-Muslim) yang akan ia gunakan untuk mengharumkan berhala, atau binatang kepada orang kafir (non-Muslim) yang diketahui ia akan memakannya tanpa disembelih. Sebab, pendapat yang lebih shahih menyatakan bahwa non-Muslim itu dikenai (taklîf) ketentuan syariat sebagaimana kaum Muslim, menurut kami (mazhab Syafi’iyah), berbeda dengan pendapat Abû Hanîfah radliyallahu ‘anh. Oleh karena itu, tidak boleh membantu keduanya atau semacamnya dari setiap tasaruf (transaksi) yang menjurus kepada kemaksiatan, baik secara meyakinkan maupun dugaan kuat. Sungguhpun begitu, jual belinya tetap sah” (Fath al-Mu‘în, dalam as-Sayyid al-Bakrî ibn as-Sayyid Muhammad Syathâ’ ad-Dimyâthî, I‘ânat at-Thâlibîn, Irama Minasari, Surabaya, t.t., Juz III, hlm. 23-24).  

Tags : Minuman , Miraz , Hukum , Haram , Taklif

Berita Terkait