Mengapa Malaikat Tidak Masuk Rumah yang Memelihara Anjing?

RADARBANGSA.COM - Malaikat adalah makhluk suci ciptaan Allah SWT yang gemar beribadah. Malaikat tidak mau masuk ke tempat kotor terlebih lagi najis dan juga sebaliknya malaikat menyukai tempat baik dan suci. Rasulullah SAW pernah mengatakan alasan malaikat tidak mau masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing di dalamnya karena sifat kotor anjing tersebut.

Rasulullah SAW bersabda di riwayatkan muttafaq alaih,

لا تدخل الملائكة بيتا فيه كلب

Artinya, “Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing di dalamnya,” (Muttafaq alaih dari Abu Thalhah Al-Anshari).

Namun, sebagaian ulama meyakini hadis ini secara zahir. Sehingga perlu dipahami bukan secara tekstual atau skriptual dari hadis tersebut.

Imam Al-Ghazali mengatakan, rumah tidak melulu berarti ruang secara fisik. Rumah dapat bermakna ruang batin atau ruang secara spiritual.

Demikian juga anjing. Anjing tidak selalu diartikan secara harfiah sebagai hewan peliharaan yang kita kenal. Anjing dapat bermakna simbolis yang berarti sifat-sifat tercela manusia yang mengotori batin atau ruang spiritual manusia.

Oleh karena itu, kata Imam Al-Ghazali, ruang yang perlu dibersihkan dan disucikan adalah rumah secara spiritual yang tidak lain adalah batin manusia dari segala sifat-sifat tercela.

Kebersihan batin ini yang menentukan kesediaan malaikat pembawa rahmat, ilmu, kearifan, dan segala bentuk kebaikan untuk singgah dan tinggal di dalamnya.

والقلب بيت هو منزل الملائكة ومهبط أثرهم ومحل استقرارهم والصفات الرديئة مثل والغضب والشهوة والحقد والحسد والكبر والعجب وأخواتها كلاب نابحة فأنى تدخله الملائكة وهو مشحون بالكلاب ونور العلم لا يقذفه الله تعالى في القلب إلا بواسطة الملائكة

Artinya, “Batin merupakan rumah, yaitu tempat malaikat dan tempat singgah jejak mereka, dan tempat tetap mereka. Sedangkan akhlak tercela seperti marah, syahwat, dengki, hasud, sombong, ujub, dan penyakit hati sejenis merupakan anjing yang mengonggong. Bagaimana malaikat hendak masuk ke dalamnya. Sedangkan rumah itu dipenuhi anjing. Sementara cahaya ilmu tidak dimasukkan oleh Allah ke dalam batin seseorang kecuali dengan perantara malaikat,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 68).

Imam Al-Ghazali mendukung pandangan tersebut (ta’wilnya) dengan keterangan pada Surat As-Syura ayat 51.

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ

Artinya, “Tidak seyogianya Allah berkata-kata dengan seorang manusia kecuali dengan perantaraan wahyu, di belakang tabir, atau dengan mengirim seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (Surat As-Syura ayat 51).

Mengutip nu online, Allah memberikan anugerah rahmat ilmu-Nya ke dalam batin seseorang melalui perantara malaikat yang ditugaskan untuk mengantarkannya. Malaikat adalah makhluk suci, bersih, dan terbebas dari segala penyakit tercela. Mereka hanya memperhatikan tempat yang suci. mereka tidak memakmurkan khazanah rahmat Allah kecuali pada tempat yang bersih dan suci.

Menurut Imam Al-Ghazali, ia tidak memutlakan pengertian bahwa “baytun” adalah batin dan “kalbun” adalah marah dan sifat tercela lainnya. Ia hanya ingin mengingatkan bahwa ada dimensi spiritual atau ruang-ruang batin yang perlu dibersihkan dan disucikan semampunya dari berbagai sifat-sifat tercela manusia.