Gibah Harus Dihindari Mulai dalam Hati, Ini Cara Menghindainya

| Selasa, 28/09/2021 12:11 WIB
Gibah Harus Dihindari Mulai dalam Hati, Ini Cara Menghindainya Gibah atau membicarakan keburukan orang lain (foto:istimewa)

RADARBANGSA.COM - Gibah atau membicarakan keburukan (aib) orang lain bermula dari dalam hati kemudian keluar melalui lisan. Tidak jarang juga manusia menggunjing orang lain didalam hati, atau bercakap-cakap dengan diri sendiri mengenai kekurangan orang lain.

Imam An-Nawawi menjelaskan larangan segala bentuk gibah dan buruk sangka dalam keterangan beriku ini:

  اعلم أن سوء الظن حرام مثل القول، فكما يحرم أن تحدث غيرك بمساوئ إنسان، يحرم أن تحدث نفسك بذلك وتسئ الظن به، قال الله تعالى: (اجتنبوا كثيرا من الظن) [الحجرات: 12]. وروينا في صحيحي البخاري ومسلم عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث والأحاديث بمعنى ما ذكرته كثيرة، والمراد بذلك عقد القلب وحكمه على غيرك بالسوء

Artinya, “Ketahuilah, buruk sangka haram sebagaimana perkataan. Sebagaimana keharaman perkataanmu kepada orang lain terkait kekurangan seseorang, maka kau juga haram mengatakan kekurangan orang lain kepada dirimu sendiri dan buruk sangka terhadapnya. Allah berfirman, ‘Jauhilah banyak sangka.’ (Al-Hujurat ayat 12). Kami diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Jauhilah sangka karena sangkaan adalah perkataan paling dusta.’ Hadits yang maknanya serupa dengan ini cukup banyak. Yang dimaksud dengan sangkaan adalah pembenaran dan keputusan oleh hati atas keburukan orang lain,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 295).

Ketidakberdayaan manusia dalam mengontol pikiran yang muncul di dalam hati terkait kekurangan orang lain tidak bisa dihindarkan, oleh karena itu segeralah meminta ampunan kepada Allah SWT terakit hal tersebut. 

وسبب العفو ما ذكرناه من تعذر اجتنابه ، وإنما الممكن اجتناب الاستمرار عليه فلهذا كان الاستمرار وعقد القلب حراما ومهما عرض لك هذا الخاطر بالغيبة وغيرها من المعاصي ، وجب عليك دفعه بالاعراض عنه وذكر التأويلات الصارفة له عن ظاهره.

Artinya, “Sebab dimaafkannya hal tersebut karena sulit menghindarinya. Sedangkan yang mungkin dan bisa dihindari adalah melanjutkan pikiran-pikiran yang sekilas tersebut. Oleh karena itu, melanjutkan pikiran-pikiran atas orang lain tersebut dan memantapkan hati atas pikiran tersebut bisa mendorong kamu pada perbuatan ghibah dan perbuatan maksiat semacamnya. Maka wajib bagimu untuk mencegahnya dengan mengalihkan pikiran tersebut kepada hal lain dan memikirkan hal (potensi) lain yang berbeda dengan lahirnya,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkārun Nawāwī, [Beirut, Dārul Kutub: 2004 M], halaman 498).

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin memberikan tips untuk mengenali pikiran negatif agar terhindar dari perbuatan tersebut.

إذا وقع في قلبك ظن السوء ، فهو من وسوسة الشيطان يلقيه إليك ، فينبغي أن تكذبه فإنه أفسق الفساق ، وقد قال الله تعالى : (إن جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا أن تصيبوا قوما بجهالة فتصبحوا على ما فعلتم نادمين) [ الحجرات : 7 ] فلا يجوز تصديق إبليس ، فإن كان هناك قرينة تدل على فساد ، واحتمل خلافه ، لم تجز إساءة الظن ، ومن علامة إساءة الظن أن يتغير قلبك معه عما كان عليه

Artinya, “Jika hatimu tiba-tiba (terbesit) pikiran negatif, maka hal itu dari bisikan setan yang dibisikkan kepadamu. Maka seyogianya kamu mendustakan (bisikan setan) itu. Karena sesungguhnya setan adalah makhluk yang paling fasik dan para fasik yang lain. Allah SWT berfirman, ‘Jika datang kepadamu seorang fasik, maka lakukanlah tabayyun terlebih dahulu agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.’ Dan tidak diperbolehkan untuk membenarkan Iblis, karena hal itu adalah salah satu media yang mengarah pada kerusakan, dan seolah mentolerir perbuatan menyimpangnya. Maka dilarang berpikiran negatif. Salah satu tanda bahwa kamu berpikiran negatif kepada seseorang adalah ketika hatimu berubah menilai seseorang karena sesuatu yang telah ia lakukan,” (Lihat Abū Ḥāmid Al-Ghazali, Iḥyā’ ʽUlūmiddin, [Beirut, Dārul Maʽrifah: tanpa catatan tahun), juz III, halaman 150).

 

Tags : Gibah , membicarakan Aib , PenyakitHati

Berita Terkait