6 Tempat yang Berpotensi Menumbuhkan Riya

| Rabu, 05/01/2022 17:09 WIB
6 Tempat yang Berpotensi Menumbuhkan Riya ibadah di Masjid (sumber:nu.or.id)

RADARBANGSA.COM - Riya atau pamer pernah disebut oleh Rasulullah SAW sebagai syirik kecil, karena ia menyekutukan Allah dengan nafsu diri sendiri dan respon orang lain. Amal dianggap riya lahir bukan dari ketulusan Allah SWT melainkan campuran dari keinginan mendapatkan citra positif di mata manusia. 

Jebakan riya seringkali terus mengikuti manusia, dengan perangkap kesombongan, gila popularitas (sum`ah) dan cari perhatian (tamalluq). Untuk menghindari dari sifat riya kita sekiranya harus mengenal dari mana saja sumber potensi riya dapat muncul.

Pertama, dalam bentuk badan dan raut muka. Al-Ghazali menyebut beberapa contoh terkait ini. Seperti ‘menampakkan’ badan yang kerempeng dan lemah misalnya, agar orang-orang melihatnya tampak seperti seorang ahli ibadah, ahli riyadhah, puasa, dan semisalnya. Termasuk juga memperlihatkan raut muka sedih, supaya terlihat seperti orang yang punya pengamatan mendalam ihwal kehidupan dan kehinaan dunia. Semua itu bagian dari riya’ yang diwanti-wanti al-Ghazali.

Kedua, dalam penampilan. Contoh kecil, seperti mencukur kumis agar terlihat lebih menawan dan mempesona sehingga banyak orang terpukau, menundukkan kepala saat berjalan, bergerak dan melangkah secar elegan supaya tampak lebih berwibawa,  menampakkan bekas sujud di dahi agar tidak diragukan kualitas sujudnya, dan hal-hal serupa.   

Ketiga, dalam style pakaian. Seperti mengenakan pakaian lengan panjang dengan lengan baju yang terlipat, tiada tujuan lain kecuali agar terlihat lebih keren, misalnya. Berbaju lusuh dengan beberapa tambalan juga termasuk salah satunya, bila tujuannya agar terlihat sebagai seorang sufi besar lagi bersahaja.

Keempat, riya’ dengan ucapan. Hal ini termasuk yang kerapkali menjebak para dai. Jadi, sebaiknya berhati-hati. Karena, orang alim pun tidak terlepas dari penyakit riya’. Wajar saja bila baginda Nabi Muhammad saw bersabda dalam hadist riwayat Mu’âdz bin Jabal, Min fitnatil âlim, an yakunal kalam ahabba ilaihi min al-istima’, “Termasuk ujian besar seorang alim, yaitu ketika ia lebih suka berbicara daripada mendengar”. (Abu Hamid al-Ghazali, Ihyâ’ Ulumuddin, juz I, halaman 62).

Kelima, riya’ dalam perbuatan. Seperti memperlama rukuk dan sujud, misalnya, sedekah, puasa, haji, dan lain sebagainya. Semua itu sangat potensial untuk memunculkan riya’. Bahkan, gerak-gerik tubuh kita pun ketika melenceng dari niat luhur kerapkali terjerumus dalam penyakit hati ini.

Keenam, riya’ juga bisa tumbuh karena banyaknya murid, teman, dan guru yang bisa dipamerkan. Seperti orang yang sering berkunjung kepada para gurunya, sehingga ia memiliki branding diri yang baik di mata umat: misalnya dekat dengan orang alim, sering bertabaruk, dan seterusnya. 

 

Tags : Riya , Imam Al-Ghazali

Berita Terkait