Hukum Mengonsumsi Belut dalam Islam

| Rabu, 06/04/2022 15:46 WIB
Hukum Mengonsumsi Belut dalam Islam Hukum Mengonsumsi Belut (foto:istimewa)

RADARBANGSA.COM - Banyak yang menyamakan hewan belut seperti ular yang merupakan hewan bertaring dan berbahaya. Karena bentuk belut sendiri yang berkulit halus, berbentuk panjang menyerupai ular. Lantas apakah hukum mengonsumsi belut sama dengan mengonsumsi ular, yakni haram?

Mengutip NU Online, Syekh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid al-Jawi pernah membuat karangan risalah kitab yang membahas secara tuntas tentang hukum mengonsumsi belut yang diberi nama as-Shawa’iq al-Muhriqah li al-Awham al-Kadzibah fi Bayani hilli al-Belut wa Raddi ‘ala man Harramah atau yang biasa dikenal dengan Kitab al-Belut. 

Kitab ini pada awalnya dikarang karena banyak masyarakat Hijaz pada saat itu yang salah paham dalam menggambarkan hewan belut. Banyak dari mereka yang menganggap belut sama dengan ular yang dominan hidup di daratan, sehingga menurut mereka belut dihukumi haram.

Pemahaman masyarakat pada saat itu disangkal oleh ulama masjidil haram yang berasal dari Pulau Jawa tersebut dalam kitab al-Belut karangannya. Simak berikut ini:

Hewan belut sendiri, jika berdasarkan sifat, bentuk dan ciri-cirinya terdapat berbagai nama dalam beberapa literatur kitab klasik yang mengakomodir sifat dan bentuk dari hewan belut ini. Diantaranya adalah Hayyat al-Ma’ (حَيَّةُ المَاءِ), Jirrits (الجِرِّيْثِ), dan Ankalis (الأنْكَلِيْسِ).

Berkaitan dengan nama yang terakhir ini, terdapat hadis mauquf dari Sahabat Ali bin Abi Thalib Karrmallahu Wajhahu:

فِي حَدِيْثِ عَلِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّهُ بَعَثَ إلَى السُّوْقِ فَقَالَ : لَا تَأْكُلُوْا الأَنْكَلِيْسَ هُوَ: سَمَكٌ شَبِيْهٌ بِالْحَيَّاتِ رَدِيْئُ الْغِذَاءِ وَهُوَ الَّذِيْ يُسَمَّى الْمَارْمَاهِيْ . وَإِنَّمَا كَرَّهَهُ لِهَذَا لَا لِأنَّهُ حَرَامٌ

Artinya, “Dalam Hadits Sayyidina Ali, beliau mengutus seseorang ke pasar kemudian beliau berkata; ‘Janganlah engkau memakan Ankalis.’ Ankalis ialah hewan yang mirip ular yang buruk makanannya, ia disebut juga dengan marmahi (dalam bahasa persia). Sayyidina Ali melarang belut karena faktor ini (mirip ular dan buruk makanannya), bukan karena Ankalis adalah hewan yang haram (dikonsumsi),” (Ibnu Atsir, An-Nihayah fi Gharibil Atsar, [Beirut, Maktabah al-‘Ilmiyyah: 1979 M], juz I, halaman 183).

Bahkan jika merujuk pada penamaan belut dengan nama hayyat al-Ma’, kehalalan mengonsumsi hewan ini tergolong hukum yang telah disepakati oleh para ulama’, sebagaimana disebutkan dalam redaksi berikut:

إِنَّ السَّمَكَ لَهُ أَصْنَافٌ مُخْتَلِفَةٌ بِحَسَبِ اخْتِلَافِ صُوَرِهِ وَمِنْهُ مَا يُقَالُ حَيَّةَ الْمَاءِ لِكَوْنِهِ عَلَى شَكْلِ الْحَيَّةِ يَحِلُّ أَكْلُهُ بِالْإِتِّفَاقِ

Artinya, “Ikan ada berbagai macam jenis yang berbeda-beda sesuai dengan beragam bentuknya, di antaranya adalah ular air (belut) disebut dengan ular air karena bentuknya mirip ular. Hukum mengonsumsi ular air ini halal berdasarkan kesepakatan para ulama,’” (Syekh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid al-Jawi, Kitab al-Belut, [Kediri, Maktabah Pesantren Lirboyo: halaman 6).

Banyaknya istilah nama untuk belut dalam berbagai literatur arab klasik ini dikarenakan nama “belut” belum dikenal oleh para ulama zaman dahulu dan merupakan nama yang hanya masyhur di kalangan masyarakat Jawa. Tidak heran jika Syekh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid al-Jawi menanyakan persoalan belut ini pada para gurunya di mekkah yang tidak pernah mengetahui hewan yang dinamai belut. Dalam kitabnya, beliau menjelaskan:

ثُمَّ أَخْبَرْنَا بَعْضَ مَشَايِخَنَا الأَعْلَامَ وَالْجَهَابِذَةَ العِظَامَ مِنْ عُلَمَاءِ مَكَّةَ المُشَرَّفَةِ أَوْصَافَ الْبَلُوْتِ المَذْكُوْرَةِ وَسَأَلْنَاهُمْ عَنْ حُكْمِهِ فَقَالُوْا إِنْ كَانَ هَذَا صِفَتُهُ فَهُوَ حَلَالٌ لِأَنَّهُ مِنَ الصَّيْدِ البَحْرِيِّ

Artinya, “Selanjutnya kami menceritakan pada sebagian guru-guru kami yang alim dan tokoh-tokoh arif yang agung dari Ulama’ Makkah al-Musyarrafah, tentang sifat-sifat hewan belut, lalu kami tanyakan tentang hukum (mengonsumsinya), maka mereka menjawab: “jika hewan belut ini (sifatnya sebagaimana yang engkau jelaskan), maka hukumnya adalah halal, sebab tergolong bagian dari binatang buruan lautan” (Mukhtar bin ‘Atharid: 13).

Tags : Belut , halal , Ular , Haram

Berita Terkait