Lima Catatan Penting Fraksi PKB Soal RUU TPKS

| Selasa, 18/01/2022 22:09 WIB
Lima Catatan Penting Fraksi PKB Soal RUU TPKS Juru bicara FPKB Neng Eem Marhamah Zulfa saat menyampaikan pandangan fraksi terkait RUU TPKS (foto: dpr)

RADARBANGSA.COM - DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai RUU inisiatif DPR. Persetujuan ini diambil usai sembilan Fraksi DPR RI menyampaikan pandangan masing-masing dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa 18 Januari 2022.

Melalui juru bicaranya, Neng Eem Marhamah Zulfa, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) memberikan beberapa catatan untuk RUU TPKS tersebut, “F-PKB berpendapat, bahwa RUU TPKS adalah instrumen penting untuk membangun moralitas masyarakat dan bangsa yang berkemanusiaan yang adil dan beradab berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, serta langkah penting untuk membangun ketahanan keluarga, karena salah satu pilar penting keluarga sakinah dan maslahah adalah relasi kesalingan yang bahagia dan membahagiakan, muasyarah bil ma`ruf, dan tidak ada kemudharatan dalam relasi seksual suami-istri,” jelasnya.

Menurut Neng Eem, terdapat beberapa catatan yang menurut F-PKB perlu ditambahkan dalam RUU. Pertama, perlunya penormaan macam-macam bentuk kekerasan seksual yang jelas membawa mudharat bagi korbannya dan belum terwadahi dalam UU yang ada. Penormaan tersebut mencakup pencegahan kekerasan seksual yang sistemik dan partisipatoris, perlindungan hukum, keadilan dan pemulihan bagi korban, hukum acara yang menjamin korban mendapatkan perlindungan dan keadilan, hingga sanksi dan rehabilitasi bagi pelaku.

“Apabila tidak semua perilaku seksual bisa diatur dalam RUU ini karena fokusnya pada kekerasan seksual, seyogyanya hal itu tidak menjadi alasan untuk menolak RUU-nya, karena kaidah fikih mengatakan bahwa `apa yang tidak bisa diperoleh semuanya, jangan ditinggal/ditolak semuanya,” katanya.

Kedua, lanjut Neng Eem, RUU tersebut perlu berfokus pada kemaslahatan yang nyata, yakni memberikan perlindungan kepada korban yang sangat banyak jumlahnya dan beragam penderitaannya, yang belum mendapatkan perlindungan hukum yang semestinya saat ini dan tidak tersandera oleh kekhawatirkan yang sifatnya dugaan sesuai kaidah.

Ketiga, definisi kekerasan seksual yaitu; perbuatan seksual yang mengarah kepada fungsi dan/atau alat reproduksi dan/atau seksualitas seseorang, secara paksa dan/atau bertentangan dengan kehendak seseorang, yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis dan seksual, serta merugikan secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.

Menurutnya, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak cukup hanya mengatur pencegahan karena pencegahan saja tidak mampu mengatasi kekerasan seksual yang sudah terjadi dan dampak (mafsadat) yang ditimbulkannya, dari segi fisik, sosial, ekonomi, moral, spiritual, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Keempat, ungkap Neng Eem, RUU TPKS perlu mengatur aspek hukum acara yang memudahkan pihak yang terdzolimi (korban, keluarga korban, dan pendamping korban) mendapatkan hak-haknya. Menurutnya, menghadirkan hukum acara yang menjamin mudahnya akses keadilan adalah sebuah kewajiban karena hukum acara itu adalah sarana mewujudkan keadilan itu sendiri.

Terakhir, TPKS perlu mengatur pemantauan karena negara sebagai ulil amri bertanggung jawab memastikan berjalannya perlindungan setiap warga negara dari kekerasan seksual melalui melalui Lembaga Nasional HAM yang mempunyai mandat spesifik penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

“Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dengan mengucapkan “Bismilahirrahmanirrahlim” menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi RUU usul inisiatif DPR dan selanjutnya dibahas lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,“ jelasnya.

Tags : RUU TPKS , DPR , Paripurna

Berita Terkait