Pemilu Serentak 2019 dan Ijtihad Politik Generasi Muda

| Rabu, 20/03/2019 07:01 WIB
Pemilu Serentak 2019 dan Ijtihad Politik Generasi Muda Abdul Khalid Caleg PKB DPRD Provinsi Dapil 7, Kabupaten Gubung Kidul, D.I. Yogyakarta nomor 11. (doc. istimewa)

Oleh: Abdul Khalid, S.Sos*

RADARBANGSA.COM- Pemilihan Umum (Pemilu) sering disitilahkan sebagai pesta demokrasi, layiknya pesta, pemilu harus dilaksanakan dengan meriah, disambut dengan suasana riang gembira, sejuk-ramah tidak saling menghujak, tidak mengumbar amarah dan fitnah.

Pada 17 April 2019 mendatang, Indonesia akan menandai sejarah baru dalam berdemokrasi, dimana akan melaksanakan pemilu serentak; pemilihan presiden, pemilihan anggota legislatif, anggota DPR dari tingkat Kota/Kabupaten, Provinsi dan tingkat pusat, serta pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Generasi muda akan menjadi elemen besar pada Pemilu serentak 2019. Semakin banyak anak muda yang terlibat langsung dalam ruang-ruang politik, semakin baik untuk terus memperbaiki kualitas politik dan demokrasi Indonesia ke depan. Seperti kita tahu saat ini ada upaya-upaya pembusukan demokrasi yang sangat massif, dimana pintunya melalui serangkain aksi-aksi politik yg tidak sehat melalui produksi hoax dan fitnah untuk kepentingan politik yang itu pertontonkan meluai media publik, khususnya Sosial Media.

Jika politik hanya dipenuhi oleh hoax dan fitnah akan berdampak pada kusamnya wajah politik kita, bukan tidak mungkin masyarkat memberi penilai yang buruk terhadap elit politik yang selalu mempertontonkan tipu muslihat, konspirasi, perubutan kekuasaan yang menghalalkan segala cara dan jauh dari nilai-nilai keadaban kita.

Pada titik ini, wajar kalau ada yang bilang reformasi politik 98 dianggap gagal karena demokrasi politik masih dibajak kekuatan oligarkis, kelompok dominan, dan orang-orang kuat. Hal ini bisa mendorong agenda reformasi politik dengan menjadi pengendali kekuasaan politik, mereka ramai-ramai menjadi sekrup kekuasan politik lama dengan cara menegukkan rezim intasi politik---walau saat ini agak susah kita mendeteksi karena rezim politik lama sudah bertranformasi, kita bisa menebak dengan kepala telanjang dari watak mereka yang anti kritik dan enggan terhadap perubahan.

Rezim intasi politik dan perbaikan kualitas demokrasi hanya munkin kita dorong dengan adanya regenarasi politik yg berjenjang dan terencana. Kaderisasi (pendidikan) politik tidak cukup hanya diserahkan kepada partai politik, masyarak juga harus berkontribusi dan terlibat dalam menghadirkan praktek demokrasi politik yg mencerdaskan dan mencerahkan di level akar rumput (masyarakat).

Sebenarnya kita punya perangkat untuk itu--selain kebijakan Otonomi Daerah yang terbukti berhasil menghadirkan kepemimpinan progrisif dan egaliter di tingkat pemerintahan Daerah (Kabupen/Kota, Provinsi) kita juga punya UU Desa. UU Desa menurut saya merupakan produk politik yg paling baik untuk mendekatkan demokrasi dengan rakyat. Demokrasi yang pada mulanya hanya bisa dilihat dilayar kaca dan hanya bisa dinikmati kalangan atas, hari ini dengan UU Desa masyakat bisa menjadi pelaku langsung demokrasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan politik di tinggal desa melalui mikanisme Musyawarah Desa (Musdes).

Zaman yang melaju begitu pesat dengan transformasi teknologi informasi yang tidak menentu, mau tidak mau menuntut kelompok muda sebagai kekuatan moral untuk terlibat memperbaki kualitas demokrasi--dimana itu hanya mungkin dilakukan dengan cara malawan segala bentuk pendangkalan politik dg memperkuat institusi-institusi demokrasi--dimana salah satunya yg sangat penting adalah partai politik.

Saya menyaksikan masih banyak anak muda yang pemahaman politiknya tidak utuh dan lompat-lompat. Mereka senang sekali penghujat keadaan, namun malas bertindak. Masa bodoh (apatis) dengan pengembangan parpol serta perjuang politiknya, sementara mereka banyak berharap adanya perubahan yg cepat di semua sektor, khususunya dalam tata pemerintahan dan kemasyarakatan. Mereka banyak menghujat kerja-kerja pejuang demokrasi dan aktivis politik-sementara secara diam-diam mereka menikmati udara segar yang namanya "demokrasi politk". Mereka seolah lupa bahwa demokrasi yg dinikmati hari ini adalah hasil dari perjuangan politik yg panjang yg berdarah-darah.

Pada titik ini saya mengajak anak muda mengakhiri gagal paham politik, anak muda sebagai bagian dari kekuatan perubahan harus tidak antipolitik dan mau tidak mau melebur ambil bagian dalam pengambilan keputusan. Kekuatan politik muda diharapkan bisa mencairkan kebekuan kehidupan sosial kemasyarakat dengan mendorong agenda prubahan baik melalui lembaga Legilatif, Eksekutif, maupun Yudikatif.

Meleburnya kekuatan muda dalam lintas sektor institusi politik dan demokrasi secara langsung atau tidak akan memberikan dampak yg positif bagi pembangunan literasi politik. Saya juga yakin banyak anaknya muda yg terjun menjadi aktivis politik akan menjawab kebuntuan struktural.

Dalam hal ini suksesi Pemilu 2019 harus kita dukung bersama karena hanya Pemilu-lah sarana yg paling konsitusional dan efektif dalam mendorong perbaikan demokrasi. Atau dengan kata lain, Pemilu bisa jadi ruang Ijtihad politik generasi muda agar tidak hanya jadi penonton, namun jadi pelaku langsung pengambilan keputusan politik. Dengan masuk dalam sistem politik saya yakin kekuatan muda akan lebih optimal dan efektif mengarahkan jalannya demokrasi dan perbaikan politik.

*Abdul Khalid adalah Caleg PKB DPRD Provinsi Dapil 7, Kabupaten Gubung Kidul, D.I. Yogyakarta nomor 11.

Tags : Opini , Pemilu 2019 , Ijtihat Politik , Anak Muda

Berita Terkait