Upaya Peningkatan Indeks Demokrasi di Tengah Pandemi

| Kamis, 28/10/2021 11:32 WIB
Upaya Peningkatan Indeks Demokrasi di Tengah Pandemi Anggota Komisi E DPRD Jatim FPKB, Umi Zahrok (foto istimewa)

Oleh: Umi Zahrok* 

RADARBANGSA.COM - Tulisan masa Reses III tahun 2021 ini penulis buat sebagai refleksi perjalanan tugas fungsi sebagai anggota DPRD yakni bidang legislasi, penganggaran, dan  pengawasan masa pandemic. Terutama bidang penganggaran nampaknya 70% arsiran APBD Jawa Timur ada di komis E (Kesra) dimana penulis mendapat tugas dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Bahwa pandemi Covid-19 dalam kurun 20 bulan menyisakan pertumbuhan ekonomi terkontraksi mencapai  2,39 persen. Sektor paling terdampak atl: akomodasi, transportasi, retail, dan manufaktur, serta penurunan aliran modal, yang memicu korban PHK ±1.668.689 orang,  serta jumlah penduduk miskin masih mencapai  4.419,10 ribu jiwa (BPS Jatim, 2020). Demikian halnya bidang kesehatan, sosial,  politik dan dimensi kehidupan lainnya yang  membutuhkan recovery.

Bidang kesehatan menjadi perhatian utama karena Jawa Timur pernah mengalami tiga besar Provinsi tertingi yakni kasus positif: 308.432, sembuh: 231.908, meninggal dunia: 20.330 (Satgas Covid,31 Juli 2021). Yang sangat memprihatinkan terdapat 598 Tenaga Kerja Medis termasuk dokter meninggal dunia padahal mereka adalah ujung tombak yang melayani kesehatan masyarakat, serta secara sosial terdapat lebih dari 5000 anak –anak yang kehilangan orang tua akibat kasus Covid-19, terhadap aspek ini Pemerintahan Jawa Timur melakukan banyak hal yang secara fiscal mengalokasikan untuk penanganan Covid-19 dengan dana yang lebih tinggi, sehingga terjadi apa yang disebut refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19 sehingga dengan berbagai effort yang luar biasa, bahu membahu antara pemerintah dan kesadaran masyarakat dengan mematuhi protocol kesehatan, ikut serta vaksin, memakai masker dan lain lain maka di bulan September  2021 Jawa Timur mendapatkan assessment dari Kemenkes terdapat 25 Kabupaten/Kota yang sudah level-1 yang ditandai tingginya kesadaran Prokes dan percepat Vaksinasi. Nah, awal mula vaksinasi dulu sangat lamban ketika pemerintah menangani sendiri, kemudian Ketua DPR RI bagian Kesra, Gus Muhaimin Iskandar mengusulkan ke Presiden agar Ormas, Partai Politik, dan elmen masyarakat lainnya bisa menyelenggarakan Vaksinasi , maka program Vaksinasi kian massif.

Pada aspek pendidikan, musim pandemi juga memunculkan fenomena kehilangan pembelajaran (learning loss ) bagi 534.588 siswa di 1.225 SMA/SMK Jawa Timur. Bagi saya sebagai orang tua, sangat khawatir sekali dengan lamanya anak anak pelajar harus mengalami kebijakan daring. Pendampingan anak belajar di rumah memicu kejenuhan dan tidak maksimalnya orang tua menjadi guru anak anak terutama untuk pelajaran misal Fisika, Matematika, dan lain-lain, maka suatu waktu ketika rapat kerja saya usulkan segera dibuat pola Pembelajaran Tatap Muka (TPM) dengan izin Satgas Covid-19 dengan prinsip memenuhi Prokes dan pola Hybrid learaing. Alhamdulillah pola sekarang ini separuh waktu untuk tatap muka separuh waktu melalui Daring terutama untuk SMA/SMK bisa berjalan dengan adaptasi baru. Konsekuesi era baru pendidikan kita juga meniscayakan peningkatan alokasi besaran alokasi pendidikan yang mencapai 51,8 persen dari APBD murni 32,8 triliun. Porsi anggaran tersebut diantaranya untuk pembiayaan pembangunan sekolah, Dana Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP), dan bantuan operasional sekolah daerah (BOSDA) serta pemenuhan sarana prasarana berbasis  teknologi informasi dan kapasitas SDM. Pada P-APBD Tahun 2021 alhamdulillah dengan desakan Fraksi PKB mampu menggolkan anggaran BOSDA Madin yang ditanggung bersama antara Pemerintah Provinsi sebesar 50% dan Pemerintah Kab/Kota sebesar 50%, maka telah disepakati untuk mengalokasikan penambahan anggaran untuk BOSDA MADIN sebesar  167 milyar 46 juta 885 ribu rupiah.

Bidang sosial di Jawa Timur mendapatkan Pekerjaan Rumah untuk meretaskan jumlah penduduk miskin ekstrem mencapai 508.571 jiwa dengan total jumlah rumah tangga miskin ekstrem 265.180 rumah tangga. Jumlah tersebut terdiri dari Kabupaten Probolinggo dengan tingkat kemiskinanem 9,74 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 114.250 jiwa; Kabupaten Bojonegoro dengan tingkat kemiskinan ekstrem 6,05 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 50.200 jiwa; Kabupaten Lamongan dengan tingkat kemiskinan ekstrem 7,37 persen jumlah dan penduduk miskin ekstrem 87.620 jiwa; Kabupaten Bangkalan dengan tingkat kemiskinan ekstrem 12,44 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 123.490 jiwa; serta Kabupaten Sumenep dengan tingkat kemiskinan ekstrem 11,98 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 130.750 jiwa. Menangani hal ini Pemprov. Jatim mendapat intervensi dari Pemerintah Pusat berupa tambahan alokasi pendanaan untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem melalui bantuan sosial tunai dalam kerangka pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebagai respon terhadap dampak pandemi Covid-19 tersebut, akan diberikan kepada lima kabupaten prioritas penanggulangan kemiskinan ekstrem di Provinsi Jawa Timur selama tiga bulan hingga akhir tahun 2021.  Untuk dapat menjangkau sasaran yang tepat, yaitu kelompok masyarakat miskin ekstrem di masing-masing kabupaten prioritas, diperlukan pemutakhiran data kelompok penerima manfaat (KPM) bantuan sosial tunai tersebut.

Terutama ketika Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dampak pandemic  terevaluasi pada rendahnya nilai demokrasi  yang ditandai pada partisipasi masyarakat di ruang publik (public sphare), hak-hak masyarakat sipil, dan lembaga demokrasi dimana didalamnya adaa Partai Politik dan Parlemen. Pada masa pandemi memang penulis rasakan menurunnya frekuensi pembahasan Raperda inisiatif DPRD sebagai indikator proses demokrasi. Sesungguhnya banyak Raperda inisiatif DPRD yang hemat penulis sangat populis dekat dengan aspirasi masyarakat seperti: Raperda Pelindungan Obat Tardisional, Raperda Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya, Raperda Tenaga Keperawatan, Raperda Desa Wisata, Raperda Pemberdayaan Organisasi Kemasyarakatan, Raperda Pengembangan Pesantren, dan lain sebagainya.

Meski situasi yang kurang menguntungan sebagai Komisi Kesra penulis juga berupaya terlibat dalam pembahasan goalnya salah satu Raperda inisitiaf DPRD yaitu Perda No. 6 Tahun 2020 tentang Pelindungan Obat Tradisonal. Jawa Timur memiliki  Jahe, Laos, Kencur, Kunyit sejumlah 217.722.479 produksi biofarmaka yang sangat bermanfaat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat ( bact to Culture). Adapun manfaat yang dekat dengan konstituen yakni mendorong petani, pelaku usaha obat tradisional maupun layanan kesehatan yang memanfaatkan obat tardsional bisa linked dengan BPJS. Adapun manfaat bagi pelaku usaha antara lain Pemerintah Provinsi memberikan bantuan, pelatihan dan  pendampingan. Bantuan diberikan dalam bentuk banyak hal atl: fasilitasi atau pemberian modal,  dukungan kemudahan memperoleh bahan baku dan fasilitas pendukung dalam proses produksi, pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan produksi, pelibatan dalam pameran perdagangan untuk memperluas akses pasar, penyedian tempat promosi dan pemasaran produk jadi, dan/atau  fasilitasi perolehan hak kekayaan intelektual.

Adapun yang lagi running lagi yaitu Raperda Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya. Secara yuridis Raperda ini turunan dari Undang Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Adapun dari aspek sosiologis saja bahwa Jawa Timur merupakan pemasok PMI tertinggi 17.254 orang pada tahun 2019 tertinggi setelah Jawa Barat dan NTB. Yang tidak terdata saja terdapat 40 ribu dipulangkan dimasa Pandemi, sehingga Pemerintah sedikit kewalahan karena PMI berpotensi carier Covid-19 atau varian baru. Meski PMI kita hargai sebagai pendulang devisa namun tidak sedikit PMI yang kurang well educated terhadap cara penggunaan hasil jerih payah kerja di luar negeri sehingga uang yang didapatkan habis konsumtif dan tidak terkelola secara baik. Maka dalam Reaperda ini ada kebijakan Pemerintah Daerah melakukan pendampingan soal literasi keuangan. Disamping itu Pemerintah Jawa Timur juga penting memperhatikan keluarga PMI karena kasus perceraian, anak terlantar, kekerasan seksual, dan kasus lainnya secara mental, sosial, ekonomi perlu ada payung hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut. Maka hal- hal yang meangakomodir kepentingan local bagi PMI maupun Calon PMI telah dibahas dan dirumuskan dalam Raperda Pelindungan PMI dan kelaurganya meliputi sebelum bekerja, penempatan dan setelah bekerja, meliputi: fasilitasi kepulangan sampai daerah asal, fasilitasi penyelesaian hak PMI yang belum terpenuhi, fasilitasi pengurusan PMI yang sakit dan meninggal dunia, pelayanan pengaduan PMI, pendataan PMI setelah bekerja, rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial, dan pemberdayaan PMI.

Tak kalah menarik yang menjadi perhatian publik karena Jawa Timur merupakan kota Santri maka DPRD juga berinisiatif menerbitkan Raperda tentang Pengembangan Pesantren turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Sedang Pesantren memiliki kontribusi yang sangat besar dalam pembangunan daerah Provinsi Jawa Timur melalui kegiatan pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat, sehingga diperlukan kebijakan daerah untuk menjamin keberlangsungan, pengakuan, dan pengembangan Pesantren dalam pembangunan berdasarkan kekhasan, tradisi, dan kemandirian Pesantren. Secara umum Raperda ini menerjemahkan fungsi Pesantren sebagai sarana pendidikan, sarana dakwah dan sebagai pemberdayaan masyarakat. Sedang secara spesifik tentu kalangan Pesantren menunggu suatu yang unik dan mengakomodir kearifan lokal. Yang menjadi kasus di Jawa Timur adanya rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) hal ini karena BPS tidak mencatata pendidikan Non Formal Pesantren sebagai Angka Partisipasi Sekolah sehingga lebih dari  231 ribu Santri tergolong putus sekolah, sehingga point Raperda ini untuk pengakuan Ijazah kelulusan diperhatikan. Sudah terdraf dalam Raperda ini antara ,”Pemerintah Provinsi memfasilitasi rekognisi pendidikan nonformal untuk mendapat pelatihan penyusunan instrumen ujian kompetensi, pendampingan pendaftaran santri pada Nomor Induk Siswa Nasional, bantuan dan pendampingan pelaksanaan ujian kompetensi, pendampingan dalam tata cara dan syarat penerbitan syahadah atau ijazah. Satu hal sesungguhnya Raperda Pengembangan Pesantren tidak semua membebani APBD Pemerintah Provinsi karena secara eksisting Pemerintah Provinsi sudah banyak program yang bersentuhan dengan Pesantren seperti One Product One Pesantren (OPOP), Post Kesehatan Pesantren (Poskestren), sudah ada Program S2 bagi guru Madin, beasiswa bagi hafidz, hafidzoh, dan lain lain. Secara vertikal tentu Pemprov tetap berharap adanya cost sharing dengan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pada konteks peningkatan perhatian kepada para tenaga kerja kesehatan, atas inisitaif DPRD Provinsi Jawa Timur juga sedang membahas Raperda tentang keperawatan. Kita tahu Nakes dibidang kesehatan sebagai ujung tombak pelayanan, sementara pada musim oandemi lebih dari 479 Nakes menjadi Korban gansnya virus Covid 19. Maka momentum ini DPRD Jatim terus melakukan pembahasan Raperda Keperawatan sebagai upaya meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi –tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

Ragam regulasi sesungguhnya telah menjadi payung hukum pembangunan kesehatan antara lain: Pasal 47 UU No. 36 Tahu 2009 untuk mencapai Pembangunan Kesehatan Pemerintah menyelenggarakan berbagai bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Salah satu bentuk kegiatan dalam mendukung pembangunan kesehatan di Indonesia adalah berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 564/MENKES/SK/VI II/ 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga. Salah satu wujud dari pembangunan kesehatan di pedesaan adalah adanya Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pondok Kesehatan Desa Di Jawa Timur.  Jadi Pondok Kesehatan Desa (PONKESDES) merupakan sarana pelayanan kesehatan yang berada di desa atau kelurahan yang merupakan pengembangan dari Pondok Bersalin Desa (POLINDES) sebagai jaringan puskesmas dalam rangka mendekatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan. Ponkesdes tersebar di 964 Puskesmas yang ada di 8.501 Kelurahan/Desa dan 664 Kecamatan dan 27 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.  Tenaga kesehatan (termasuk Perawat) masih ditempatkan di di daerah perkotaan di Jawa Timur, sedangkan di daerah terpencil atau kepulauan masih sedikit (Hasil Penelitian Elza Nur Fitriyah dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair, 2015). Komisi E telah merekomendasikan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menempatkan tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah sangat terpencil dan daerah kepulauan. Untuk menjamin keberlangsungan Ponkesdes dan menjamin kesejahteraan Perawat Ponkesdes, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten/Kota haruslah memberikan kuota untuk setiap pengadaan PPPK bagi Perawat Ponkesdes. Pemprov Jatim memfasilitasi sebesar 1.550 (UMK). Pemkab/Kota seminimal mungkin cosh sharing 30% dari fasilitasi Jatim. Desa menyisir minimal 10% untuk UKBM (Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat). Adapun arsiran dari 10% untuk Honor Perawat  sesuai regulasi yang ada. Dengan catatan perawat harus menempatkan kualitas sesuai beban kerja masing masing secara Profesional.

Dengan berbagai kendala dan problema yang ada semoga effort DPRD menginisiasi Raperda sebagai fungsi legislasi mampu meningkatkan indikator demokrasi di tengah Pandemi. Semoga.

 

*Penulis adalah Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Dapil V Jember Lumajang

Tags : PKB , Umi Zahrok , DPRD , Demokrasi , Pandemi