Ini Daftar Pesantren Tertua di Indonesia

| Jum'at, 12/01/2024 22:01 WIB
Ini Daftar Pesantren Tertua di Indonesia Pondok Pesantren Miftahul Huda, Malang. (Foto: teropong media)

RADARBANGSA.COM - Sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbanyak di dunia, pesantren sudah bukan menjadi hal yang asing di kalangan masyarakat Indonesia.

Menerapkan prinsip pendidikan yang berbeda dibanding sekolah biasa, pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional, di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai, dan memiliki asrama untuk tempat tinggal para santri/santriwati.

Berdasarkan pencatatan yang dimiliki oleh Kementerian Agama, saat ini ada sebanyak 27.722 pesantren yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, bahkan sampai ke wilayah Pulau Papua sekalipun.

Secara umum, rata-rata memang jumlah pesantren yang ada di setiap provinsi tak lebih dari 1.000 lembaga. Hanya Provinsi Aceh yang tercatat memiliki sebanyak 1.186 pesantren, dan Provinsi Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta Jawa Timur masing-masing tercatat memiliki sebanyak lebih dari 3.000 pesantren.

Sementara itu secara keseluruhan, tercatat jika ada sebanyak 4.174.531 santri/santriwati di Indonesia. Terlepas dari banyaknya jumlah pesantren saat ini, sudah pasti tetap ada pionir atau wujud pesantren pertama yang lebih dulu berdiri di Indonesia.

1. Ponpes Darul Ulum Banyuanyar

Berlokasi di wilayah Potoan Dajah, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, pesantren satu ini didirikan oleh Kiai Itsbat bin Ishaq pada tahun 1787, atau 1204 Hijriah.

Dalam pendiriannya, ponpes ini bermula dari sebuah langgar atau musala kecil. Kiai Itsbat sendiri merupakan seorang ulama kharismatik yang terkenal dengan sifat zuhud atau mengutamakan kehidupan untuk bekal di akhirat ketimbang duniawi, dan tawadhu.

Kearifannya kemudian berhasil melahirkan tokoh-tokoh masyarakat dan pengasuh di sejumlah ponpes yang tersebar di Pulau Madura dan Jawa.

Ponpes Banyuanyar awalnya hanya berlokasi di atas sebidang tanah tegalan yang sempit dan gersang. Di tempat itu Kiai Itsbat mengasuh para santrinya dengan penuh istikamah dan sabar. 

Setelah wafat, beliau meninggalkan amanah pada generasi penerusnya untuk mendirikan sebuah pesantren yang representatif dan mampu menjawab tantangan zaman serta tuntutan umat.

Nama Banyuanyar sendiri diambil dari bahasa Jawa yang berarti air baru. Hal itu didasari penemuan sumber mata air atau sumur yang cukup besar oleh Kiai Itsbat. Sumber mata air itu tidak pernah surut sedikitpun, bahkan sampai sekarang masih dapat difungsikan sebagai air minum santri dan keluarga besar ponpes Banyuanyar.

2. Ponpes Miftahul Huda (Gading Malang)

Hasan Munadi adalah sosok yang mendirikan Pondok Pesantren Miftahul Huda (PPMH) atau dikenal juga dengan sebutan Ponpes Gading Malang, pada tahun 1768. Saat ini, tampuk kepeminmpinannya sudah dipegang oleg penerus generasi ke-4 yakni putra-putri dari KH. Muhammad Yahya.

Sebelumnya, saat KH. Hasan Munadi wafat kepemimpinan diteruskan oleh KH Ismail pada tahun 1858, kemudian diasuh oleh Muhammad Yahya pada tahun 1971, yang sekarang diteruskan oleh keturunannya.

Di saat bersamaan, secara silsilah KH. Muhammad Yahya sendiri disebut memiliki garis keturunan dengan salah satu wali songo, yakni Sunan Gunung Jati di Cirebon.

Ponpes Gading Malang terkenal dengan ilmu hisabnya, yang biasa dijadikan rujukan untuk menentukan hari raya Idulfitri dan Iduladha. Mengenai ajaran, ponpes ini terkenal dengan pondok yang menekankan ajaran tasawuf, yakni ajaran mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah.

Ponpes Miftahul Huda memiliki lima fokus pengajaran keislaman pada para santri/santriwatinya, yakni Ubudiah, Fikih, Tasawuf, Tauhid, dan Khutbah.

3. Ponpes Buntet

Berlokasi di Cirebon, Ponpres Buntet didirikan pada tahun 1750 oleh seorang mufti Keraton Cirebon bernama Kiai Haji Muqoyyim bin Abdul Hadi. Pembentukan pesantren sendiri rupanya disebutkan berasal dari kekecewaan sosok KH. Muqoyyim yang dikenal tidak pernah mau kooperatif dengan pihak Belanda yang kala itu masih menguasai tanah air.

Mengutip penjelasan di laman NU Cirebon, karena ada satu peristiwa yang dianggap sebagai politik memecah belah, dan bangsawan keraton menurutnya terjebak dalam aturan Belanda, Muqoyyim kemudian memutuskan untuk keluar dari keraton dan mendirikan pesantren Buntet.

Awalnya pendirian pesantren disebut hanya berupa rumah sederhana yang terdiri dari langgar dan beberapa kamar santri. Saat dirinya memberikan pengajian, ternyata banyak masyarakat yang tertarik dan akhirnya bergabung untuk belajar mengaji.

Bangunan pesantren awal rupanya sempat diserang oleh Belanda, namun Muqoyyim sempat menyelamatkan diri dan berpetualang ke wilayah lain. Sampai akhirnya dia kembali membangun pesantren yang sudah ada namun di lokasi berbeda.

Kini, pesantren Buntet berlokasi di Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Cirebon. Dan saat ini, sistem pendidikannya sudah mulai berkembang dan menjawab tantangan serta kebutuhan zaman, mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak, MI, MTS, MAN, SMK, hingga Akademi Perawat.

4. Ponpes Jamsaren

Sama-sama didirikan pada tahun 1750, ponpes Jamsaren didirikan oleh sosok yang namanya menjadi inspirasi dari pesantren itu sendiri, yakni Kiai Jamsari. Berlokasi di Surakarta, Jawa Tengah, rupanya pesantren satu ini pernah mengalami masa vakum selama hampir 50 tahun pada kisaran tahun 1830-1878, yang disebabkan oleh operasi tentara Belanda.

Didirikan pada masa pemerintahan Pakubuwono IV, mulanya Ponpes Jamsaren disebut hanya memiliki bangunan berupa surau kecil. Pada saat masa vakum, pendiri pesantren bersembunyi dan keluar daerah Surakarta.

Setelah itu, seorang Kiai bernama Kiai Idris yang berasal dari Klaten akhirnya menghidupkan kembali pesantren tersebut. Surau yang awal mulanya sempit pun diperluas sehingga pesantren menjadi lebih berkembang.

Di ponpes itu pula, sejumlah tokoh belajar ilmu Agama dan selanjutnya dikenal sebagai pemimpin dari sejumlah pesantren lain yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Lain itu, banyak juga tokoh besar yang merupakan lulusan atau pernah belajar Agama secara intens di ponpes tersebut.

Beberapa di antaranya adalah Munawir Sadzali (mantan Menteri Agama), Amien Rais (mantan Ketua MPR), KH. Zarkasyi (pendiri Ponpes Gontor), KH. Hasan Ubaidah (pendiri dan pimpinan LDII), dan masih banyak lagi.

Kini ponpes Jamsaren sendiri masih terus dikenal dan sudah berkembang dengan menyediakan berbagai program pendidikan modern mulai dari MI, MTS, hingga MA.

5. Ponpes Sidogiri

Sayyid Sulaiman, tokoh yang mendirikan Ponpes Sidogiri pada tahun 1745 memiliki garis keturunan yang dihormati. Ayahnya, Sayyid Abdurrahman, adalah seorang perantau dari negeri wali, Tarim Hadramaut di negara Yaman. Sedangkan ibunya, adalah putri Sultan Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati.

Diceritakan jika kala itu Sidogiri masih berupa hutan belantara yang tak terjamah manusia, Sayyid lalu membabat lahan hutan tersebut selama 40 hari lamanya untuk mendirikan sebuah pesantren, yang kini dikenal sebagai pesantren Sidogiri.

Dalam pembangunan ponpes tersebut Sayyid dibantu oleh Aminulloh, santri pertamanya yang berasal dari Pulau Bawean sekaligus sosok yang menjadi menantunya. Catatan penerus dari ponpes Sidogiri mengalami pergantian yang panjang.

Namun, pesantren Sidogiri kini telah menjadi pesantren tertua yang tetap ada dan berhasil mempertahankan ajaran Islam, namun tetap mampu mengikuti perkembangan serta tuntutan zaman.

Tags : Pondok Pesantren , Sejarah , Indonesia , Santri

Berita Terkait