Pasal Penghinaan Presiden Pernah Dianulir MK, Tak Perlu Dihidupkan

| Kamis, 08/02/2018 13:46 WIB
Pasal Penghinaan Presiden Pernah Dianulir MK, Tak Perlu Dihidupkan Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin). (Dok PKB)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Pemerintah saat ini sedang berupaya menghidupkan kembali pasal Penghinaan Presiden dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Revisi tersebut pun sedang digodok di DPR serta menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.

Secara substansial, draf revisi tercantum itu tertuang dalam Pasal 263 ayat 1 yang berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV." 

Pasal ini sebenarnya pernah ada, tapi kemudian dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006 silam melalui putusan bernomor 013-022/PUIV/2006. Ini berarti sudah tidak ada lagi pasal yang bisa menjerat seseorang ketika dianggap menghina presiden. 

Menyikapi polemic tersebut, Ketua Umum PKB A Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menilai pasal itu tak perlu ada. Apalagi dulu sudah pernah dinyatakan inkonstitusional oleh MK.

"Seingat saya dulu tahun 2006 sudah dibatalkan oleh MK. Yang dibatalkan bukan hanya soal pasal penyebaran kebencian, tapi juga pasal-pasal penghinaan presiden di KUHP. Menurut saya MK kan otoritas peradilan tertinggi yang menilai produk legislasi. Kita ikut MK sajalah," ungkap Cak Imin dilansir detikcom.

Lebih dari itu, Cak Imin mengaku rencana tersebut belum tentu diusulkan oleh Presiden Jokowi secara langsung. Jikapun ia mengusulkan lalu memunculkan polemik di ranah public, kata Cak Imin, Jokowi tak segan membatalkan kebijakan itu.

"Coba lihat, banyak rencana yang sudah dibuat oleh menteri-menterinya, justru diveto oleh presiden setelah dikritik publik. Contohnya putusan Mendikbud soal full day school, putusan Menhub soal pelarangan gojek. Artinya presiden mendengarkan kritik. Gak benar kalau antikritik," ujarnya.

Atas dasar ini, Cak Imin menegaskan bahwa kebebasan berpendapat di Indonesia dijamin oleh Undang-Undang. Yang paling penting pendapat tersebut harus diutarakan dengan santun sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.

"Saya pernah jadi aktivis. Jadi paham bahwa kebebasan berpendapat itu prinsip. Tapi ingat, jangan menghina dan menyerang personal. Kritik substansinya saja. Rugi sendiri nanti, ditangkap anak buahnya Pak Tito," ujar mantan Ketua Umum PB PMII ini. 

Tags : Cak Imin , Penghinaan Presiden , KUHP

Berita Terkait