Sambut Kepulangan Ety di Tanah Air, Anggia: Perlindungan PMI Adalah Harga Mati

| Senin, 06/07/2020 19:47 WIB
Sambut Kepulangan Ety di Tanah Air, Anggia: Perlindungan PMI Adalah Harga Mati Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB Anggia Erma Rini turut menyambut kepulangan pekerja migran Indonesia (PMI) Ety Toyyib Anwar dari Arab Saudi di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (6/7). (Foto: istimewa)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri adalah harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar. Harga diri mereka adalah juga harga diri kita sebagai bangsa.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB, Anggia Erma Rini menegaskan hal itu saat menjemput PMI asal Majalengka, Ety Toyyib Anwar, yang selamat dari hukuman mati di Arab Saudi. Ety tiba di Terminal III Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Senin, 6 Juli 2020 sore, dan disambut haru sejumlah petinggi negara. Selain Anggia, nampak juga Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid, Menaker Ida Fauziah, Kepala BP2MI Benny Ramdhani, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh, dan Anggota FPKB DPR RI Eem Marhamah Zulfa Hiz.

Ety lolos dari hukuman mati setelah membayar diyat tebusan 4 juta riyal atau setara Rp. 15,5 miliar dan setelah mendekam di penjara selama 20 tahun. Pemerintah Indonesia dengan dukungan dari berbagai kalangan, termasuk dari Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Nahdlatul Ulama (LAZISNU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), membayarkan diyat yang diminta keluarga majikan.

“Kita bersyukur Bu Ety dapat pulang ke tanah air dan kembali lagi ke keluarganya di Majalengka. Peristiwa Bu Ety adalah pelajaran berharga betapa pentingnya perhatian kita semua sebagai bangsa terhadap PMI kita. Pemerintah dan negara bertanggungjawab penuh atas nasib warganya di luar negeri,” ujar Anggia.

Menurut politikus PKB ini, Komisi IX tidak henti-hentinya meminta Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk serius dan memfokuskan prioritas kerjanya pada keselamatan PMI. “Bu Ety hanya salah satu contoh. Kita meyakini masih banyak PMI kita yang rentan ditelantarkan dan disia-siakan majikannya maupun perusahaan pengirimnya. Ini harus ditindaklanjuti dan diseriusi upaya perlindungannya,” tutur Anggia.

Dulu, Ety Toyyib bekerja di Kota Taif, Arab Saudi. Pada 2001, Ety didakwa menjadi penyebab wafatnya sang majikan, Faisal al-Ghamdi. Dalam persidangan, keluarga majikan menuntut hukuman mati qisas dan pengadilan memutuskan hukuman mati/qisas. Di Arab Saudi, Ety mendekam di penjara sejak 2002. Pada 18 tahun berikutnya, dengan melewati negosiasi yang panjang dan alot, keluarga majikan bersedia memaafkan dengan meminta diyat tebusan sebesar yang diminta.

Dalam kesempatan ini, Anggia meminta agar pemerintah mulai mengevaluasi pengiriman PMI unskilled. “Ke depan, PMI yang dikirim harus lebih difokuskan pada yang benar-benar dibekali skill, keahlian, dan keterampilan spesifik. Kami di parlemen dalam beberapa kali rapat dengan mitra kerja selalu menekankan hal ini,” terangnya.

“Bu Ety, selamat berkumpul kembali dengan keluarga. Semoga pengalaman Bu Ety menjadi pelajaran dan hikmah berharga bagi seluruh masyarakat, utamanya stakeholder pemangku kepentingan agar lebih peka terhadap nasib saudara-saudara kita di perantauan,” pungkas Anggia.

Tags : Ety , PMI , PKB , Pekerja , Arab Saudi

Berita Terkait