FABA Ditetapkan ke Limbah Non B3, Walhi: Pemerintah Sangat Tidak Etis

| Kamis, 18/03/2021 11:28 WIB
FABA Ditetapkan ke Limbah Non B3, Walhi: Pemerintah Sangat Tidak Etis Komoditas Batubara (Foto: Porto News)

RADARBANGSA.COM - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) merespon keras atas kebijakan pemerintah menetapkan limbah padat (Fly Ash dan Bottom Ash/FABA) sebagai limbah non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). 

Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati menilai bahwa perilaku pemerintah sangat ironis khususnya pasca mengingat kesehatan menjadi prioritas utama di masa pandemi covid-19.

“Di tengah masih belum terkendalinya pandemi COVID-19 di Indonesia, pemerintah malah melonggarkan aturan yang meningkatkan potensi pencemaran udara dari limbah B3," kata Nur Hidayati dalam pernyataan resmi WALHI yang belum lama ini dipublikasikan.

Kebijakan pemerintah yang lagi - lagi dinilai tidak etis ini didukung oleh penelitian Universitas Harvard, Amerika Serikat yang mengungkapkan bahwa penderita COVID-19 yang tinggal di daerah-daerah dengan pencemaran udara tinggi memiliki potensi kematian lebih tinggi dibandingkan penderita COVID-19 yang tinggal di daerah yang kurang terpolusi.

"Apa lagi, kelompok masyarakat yang berdiam di sekitar PLTU batu bara kebanyakan adalah masyarakat yang rentan secara sosial-ekonomi. Ini adalah salah satu aksi kebijakan pemerintah yang sangat tidak etis!” sambung Nur Hidayati.

Beberapa kasus pembuangan limbah FABA salah satunya terjadi di Panau, Sulawesi Tengah. Penimbunan FABA mengakibatkan masyarakat terkena dampak pencemaran dari abu batu bara yang ditimbun sembarangan. Akibatnya, korban terkena gangguan pernafasan, bahkan sudah ada yang meninggal.

Contoh lainnya, di beberapa tempat antara lain di Kalimantan Tengah dan Jakarta, pembuangan limbah pengolahan minyak sawit mengakibatkan ikan-ikan mati dan warga mengalami gatal-gatal dan gangguan kulit. Uji sample yang dilakukan selama ini oleh pihak berwenang tidak pernah diperlihatkan hasilnya, dan dilakukan tanpa melibatkan masyarakat terdampak pencemaran tersebut.

Walhi juga menilai bahwa pembuangan limbah B3 dengan volume besar, yang sering kali dilakukan secara diam-diam, atau dibuang/ditimbun sembarangan, akan makin dipermudah oleh PP No.22 tahun 2021.

"Alih-alih melakukan pengetatan dan mengaplikasikan pencegahan berdasarkan prinsip kehati-hatian dini (precautionary principle), pemerintah justru terlihat melakukan upaya pemutihan kejahatan lingkungan hidup yang dilakukan oleh para pebisnis nakal. Tentu ini bertentangan dengan penjelasan asas kehati-hatian dalam penjelasan pasal 2 (huruf F) UU PPLH," sambung Nur.

PP No.22/2021 ini lebih lanjut juga akan membuat masyarakat yang selama ini menggunakan instrumen aturan pengelolaan limbah B3 untuk menahan atau melawan pencemaran lingkungan menjadi lebih sulit, karena secara peraturan limbah B3 tersebut sudah menjadi limbah non-B3. Ke depan, hal ini akan berdampak pada proses penegakan hukum, baik yang telah berjalan maupun kedepan. 

"Pertimbangan kesehatan dan keselamatan lingkungan hidup, masyarakat, serta generasi bangsa yang akan datang tidak menjadi pertimbangan utama. Pengabaian ini berpotensi mengakibatkan beban biaya kesehatan masyarakat akan meningkat di masa depan," tandas Nur.

 

Tags : WALHI , FABA NON B3

Berita Terkait