Luluk Nur Hamidah: Pasal Pemaksaan Aborsi Harus Diatur dalam RUU TPKS

| Kamis, 09/12/2021 20:01 WIB
Luluk Nur Hamidah: Pasal Pemaksaan Aborsi Harus Diatur dalam RUU TPKS Luluk Nur Hamidah (Anggota DPR RI Fraksi PKB). (Foto: istimewa)

RADARBANGSA.COM - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Luluk Nur Hamidah meminta agar pasal yang membahas pemaksaan aborsi dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) tidak dihilangkan.

Walaupun menerima tanggapan bahwa telah diharmonisasi dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Menurut Luluk Nur Hamidah, pasal terkait pemaksaan aborsi ditemukan tidak diatur secara jelas di dalam KUHP.

“Apa perlu pasal pemaksaaan aborsi harus ditiadakan dalam RUU ini? Walaupun alasan pada waktu itu telah diharmonisasi dengan undang-undang yang eksisten seperti KUHP. Namun ternyata (pasal tersebut) tidak menjelaskan secara detail terkait pemaksaan aborsi ini. Bahkan pada KUHP yang sempat saya baca belum tercantum secara jelas (pasal) pemaksaan aborsi itu.” ungkap Luluk dalam Rapat Panja Penyusunan RUU TPKS dilansir website dpr, Rabu 8 Desember 2021.

Terlebih lagi, menurut Legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, terjadi peningkatan kasus pemaksaan aborsi seperti yang dialami oleh korban berinisial NW di Mojokerto, Jawa Timur, beberapa waktu yang lalu.

Menurut Luluk, kejadian tersebut semakin menegaskan pasal pemaksaan aborsi perlu diatur dalam RUU TPKS. Jika dihilangkan, maka korban dari kekerasan seksual tidak terlindungi sehingga berujung pada kematian.

“Menurut hemat saya, masih kita bahas di sini, saya mengusulkan bahwa pasal pemaksaan aborsi dikembalikan karena melihat peristiwa yang dialami NW. Pemaksaan aborsi itu sesuatu yang nyata. Korban ini menjadi eksploitasi seksual yang mengalami kekerasan seksual, lalu mengalami pemaksaan aborsi yang berujung pada kematian,” terang Luluk.

Berangkat dari kejadian itu, politisi asal Dapil Jateng IV itu, menekankan agar Panja RUU TPKS mempertimbangkan agar setiap orang yang melakukan perbuatan menghentikan kehamilan kepada perempuan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekerasan, penyesatan, penipuan, ketidakberdayaan, atau tanpa persetujuan perempuan tersebut dipidana karena pemaksaan aborsi.

"Dengan konsekuensi berupa pidana penjara paling lama 12 tahun, kemudian dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran resistusi dan tindakan korektif," ungkapnya.

Luluk menegaskan, RUU TPKS harus mengatur pasal terkait pencegahan kekerasan seksual di ruang publik. Bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait, Namun ia meminta prosedur pencegahan kekerasan seksual berupa SOP bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat Indonesia.

Baginya, SOP Kekerasan Seksual bisa menjadi panduan bagi publik untuk berkonstribusi cegah kasus kekerasan seksual di ruang publik. “Maka tidak ada alasan bagi kita untuk menunda. Dengan segala hormat kepada Bapak-Ibu sekalian, kita ke depankan nurani dan juga kemanusiaan kita hanya itu yang bisa menyelamatkan RUU ini,” tutupnya.

Tags : PKB , RUU TPKS