Pelajaran Terbaik dari Pandemi dan Langkah Selanjutnya

| Kamis, 19/05/2022 15:23 WIB
Pelajaran Terbaik dari Pandemi dan Langkah Selanjutnya Muhammad Iksan.

Oleh: Muhamad Iksan**

RADARBANGSA.COM - Pemerintah memutuskan untuk melonggarkan kebijakan pemakaian masker di luar ruangan atau area terbuka. Kebijakan ini disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (17/5), karena memperhatikan kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia yang saat ini terkendali. Walaupun, di ruangan tertutup dan transportasi publik tetap disarankan menggunakan masker, juga lansia dan orang dengan komorbid.

Hal ini tentu saja berita baik buat normalisasi kehidupan kita di Indonesia. Pada Desember 2019, COVID-19 adalah penyakit yang tidak diketahui. Sekarang ada sepuluh vaksin COVID-19 yang disahkan berdasarkan daftar penggunaan darurat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dengan lebih dari 60 kandidat vaksin dalam uji klinis tahap akhir (Tahap 3 atau 4) atau menunggu tinjauan peraturan.

Kita dapat mengajukan pertanyaan reflektif, bagaimana penemuan vaksin dan metode terefektif untuk dapat mengembalikan normalitas kehidupan bisa terjadi dengan relatif waktu yang singkat dalam hitungan tahun saja? Dibandingkan misalnya dengan pandemi flu spanyol, misalnya, pada abad ke-20 lalu.

Kuncinya terletak pada keberhasilan inovasi yang didukung oleh swasta dan berbagi peran dengan pemerintah. Kemitraan diantara perusahaan swasta juga patut diapresasi. Salah satu kemitraan pandemi yang paling menonjol, contohnya antara Pfizer dan BioNTech, menghasilkan vaksin yang telah menjadi andalan program vaksinasi nasional di seluruh dunia. Kemitraan efektif menghadapi pandemi bergantung pada pembagian materi pengetahuan dasar, yang sensitif secara komersial dan tidak akan terjadi, tanpa kepastian hukum yang diberikan oleh hak kekayaan intelektual.

Kemampuan sektor swasta untuk berinovasi, memproduksi, dan mendistribusikan telah menghasilkan temuan obat dan vaksin corona yang menyelamatkan jiwa ke epidemi di masa lalu, dan tidak diragukan lagi akan memainkan peran kunci dalam pandemi di masa depan.

Invensi aksin bebas hak kekayaan intelektual bisa menjadi tambahan yang Sejak awal diupayakan pada tahun 2020, peningkatan produksi vaksin COVID-19 sangat luar biasa. Ada total 12 miliar dosis yang diproduksi pada Desember 2021, cukup untuk memvaksinasi populasi dunia yang memenuhi syarat jika didistribusikan secara merata. Melalui inisiatif COVAX mengharapkan dosis yang cukup pada tahun 2022 untuk memenuhi somitmennya kepada negara-negara yang berpartisipasi.

Saat ini, pasokan vaksin jauh melebihi kapasitas global untuk mengelola vaksin COVID-19 yang aman dan efektif secara adil, namun berbagai tantangan lain terkait dengan infrastruktur kesehatan masyarakat, keraguan vaksin, dan masalah lain membuat percepatan vaksin menjadi tidak selalu mudah untuk dilaksanakan di lapangan.

Mengingat kebaruan dan kompleksitas platform teknologi yang digunakan untuk membuat vaksin COVID-19, kemitraan ini memerlukan transfer teknologi secara aktif melalui pengajaran dan kehadiran fisik oleh personel kunci. Perlindungan kekayaan intelektual memungkinkan hal ini terjadi dengan memberikan kepercayaan dan keyakinan inovator bahwa informasi berharga dapat dibagikan tanpa risiko.

 

Lalu bagaimana peran pemerintah dalam aktivitas percepatan normalisasi kesehatan publik dapat kita tempatkan?

Peran dan kontribusi pemerintah melalui kebijakan menyelaraskan regulasi akan mempercepat ketersediaan vaksin. Selama pandemi COVID-19, kurangnya harmonisasi peraturan menyebabkan jadwal ketersediaan yang sangat berbeda di berbagai negara. Jalur persetujuan darurat untuk teknologi kesehatan pandemi tersedia, tetapi para peneliti yang meninjau dengan seksama pelbagai peraturan pada tahap awal pandemi menemukan setidaknya 51 tahapan ke berbagai jenis persetujuan vaksin yang dipercepat dalam kelompok yang terdiri dari 24 negara.

Gambaran yang kurang menguntungkan ini mempersulit produsen untuk memprioritaskan dan menyebarkan sumber daya mereka ke berbagai regulator, yang semuanya memiliki persyaratan yang sedikit berbeda. Oleh karena itu, untuk mempercepat akses vaksin dan normalisasi pasca pandemi, upaya untuk menyelaraskan persyaratan peraturan harus menjadi inti dari instrumen kesiapsiagaan pandemi yang baru, misalnya anitisipasi hepatitis yang menyerang anak-anak baru-baru ini sudah muncul di Jakarta.

Pendekatan yang realistis bagi pemerintah untuk fokus pada langkah-langkah konkret untuk mempercepat akses yang adil ke vaksin dan terapi, khususnya menyelaraskan peraturan dan menghilangkan hambatan perdagangan.

Selama pandemi COVID-19 hambatan perdagangan telah mengganggu ketersediaan vaksin baik di negara maju maupun berkembang. Pembatasan ekspor yang diberlakukan oleh India pada April 2021 membuat COVAX terlambat sekitar 190 juta dosis dari jadwal pada Juni 2021, secara besar-besaran menunda respons terhadap pandemi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Mengingat bahwa pembuatan vaksin bergantung pada rantai pasokan yang didistribusikan secara global, pembatasan ekspor tidak boleh terjadi lagi di masa depan. Sementara itu, sejumlah isu terkait fasilitasi perdagangan dapat menghambat akses. Misalnya, kerja sama yang tidak efisien antara organisasi regional atau ketergantungan pada proses yang sudah ketinggalan zaman (obsolete) dapat menyebabkan vaksin dan produk farmasi dengan masa simpan yang pendek tertahan di perbatasan selama berminggu-minggu di fasilitas penyimpanan yang mahal.

Perihal transfer teknologi sebaiknya terjadi secara sukarela berdasarkan kerjasama, pelatihan yang tepat, dan berbagi sumber daya merupakan kunci untuk membangun kapasitas tambahan. Komitmen semacam itu harus dapat ditegakkan secara hukum, misalnya melalui mekanisme baru di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization).

Akhirnya, pemerintah dapat mendorong transfer teknologi secara sukarela berdasarkan kerjasama, pelatihan yang tepat, dan berbagi sumber daya merupakan kunci untuk membangun kapasitas tambahan. Perlindungan dan penguatan ekosistem riset dan pengembangan berbasis inovasi, termasuk perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat, harus menjadi inti dari perencanaan pasca pandemi COVID-19 di masa depan untuk memastikan pengembangan berbagai pilihan vaksin dan terapi, dan ketersediaannya yang luas dan cepat.

** Peneliti pada lembaga riset Paramadina Public Policy Institute di bawah Universitas Paramadina – Jakarta. Saat ini sedang studi doktoral di National Cheng-Kung University (NCKU) – Tainan, Taiwan.

Tags : Pandemi , Opini , Covid19

Berita Terkait