Menengok Uniknya Budaya Desa Wisata Hilisimaetanö Nias Selatan

| Kamis, 23/06/2022 17:01 WIB
Menengok Uniknya Budaya Desa Wisata Hilisimaetanö Nias Selatan Tradisi Atraksi Famadaya Harimao di Masyarakat Nias (Doc: Kemenparekraf)

RADARBANGSA.COM - Desa Wisata Hilisimaetanö merupakan salah satu desa adat tertua di tanah Nias Selatan. Hingga kini Desa Hilisimaetanö masih teguh menjaga nilai adat istiadat serta peninggalan para leluhur mereka. 

Hal ini bisa terlihat pada saat memasuki desa, terdapat Batu Megalitik yang menandakan pada zaman megalitikum masyarakat Nias menggunakan peralatan dari batu besar. 

Kemudian 50 rumah adat yang bangunannya masih terpelihara dengan baik. Namun sangat disayangkan, ada satu rumah adat tertua yang runtuh akibat dampak dari tsunami Aceh tahun 2004.

Tidak hanya itu saja, sistem pemerintahan yang dijalankan masih mengikuti sistem adat. Dimana sistem kepemimpinan adat desa masih dipegang oleh Si’ulu atau Raja yang merupakan kaum bangsawan Nias.

Kemudian, para cendikiawan atau yang disebut Si’ila berperan sebagai pemberi nasihat kepada bangsawan. Dan Sato atau Fa’abanuasa (masyarakat) yang terus bergotong-royong dalam menjaga Lakhömi mbanua (marwah desa).

Ada satu tarian yang terkenal dari desa ini, yaitu Tarian Mogaele yang biasa dilakukan untuk menyambut tamu kehormatan.

Jika berbicara mengenai Nias tentunya yang langsung terbayang adalah tradisi lompat batu atau yang disebut fahombo. Tradisi ini menjadi suguhan atraksi wisata yang menarik bagi wisatawan.

Tradisi lompat batu biasanya dilakukan para pemuda dengan cara melompati tumpukan batu setinggi kurang lebih dua meter. Ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa mereka pantas dianggap dewasa dan memberikan sebuah kebanggaan tersendiri bagi keluarga mereka.

Kendati demikian, tidak semua anak laki-laki sanggup melakukan tradisi ini, karena walaupun mereka dilatih sejak dini, masyarakat Nias percaya ada keterlibatan magis dari roh leluhur yang membuat mereka berhasil melompati batu dengan sempurna.

Tradisi ini diturun temurunkan kepada generasi mudanya, sehingga tak heran jika banyak pemandangan anak – anak kecil melakukan latihan setiap pekan disana.

Selain lompat batu, juga terdapat sebuah ritual kuno famadaya harimao. Ritual ini dilaksanakan tiap 14 tahun sekali, dengan mengarak patung yang menyerupai harimau (lawölö fatao) untuk penyucian dan pembaharuan atas hukum-hukum adat yang berlaku di seluruh daerah Maniamölö. Setelah famadaya harimau selesai, dilanjutkan dengan membaca doa-doa kuno (fo`ere).

Desa ini juga memiliki tradisi kerajinan tangan atau kriya yang masih dilakukan sampai sekarang, diantaranya anyaman topi caping, pahatan, ukiran, dan pedang besi (manöfa). Dahulu, manöfa difungsikan sebagai alat perang masyarakat Nias. Kala itu ketika menang melawan musuh, kepala musuh akan disematkan pada ujung sarung pedang.

Hilisimaetanö juga memiliki kawasan persawahan yang terbesar di Nias Selatan sehingga potensi untuk menjadi kawasan agrowisata sangatlah besar.

Dalam beberapa kesempatan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno pernah mengatakan ingin mengembangkan potensi tersebut.

Menparekraf Sandiaga juga berencana untuk menjadikan Desa Hilisimaetanö sebagai desa wisata berkelanjutan. Namun sebelumnya, perlu ada beberapa fasilitas yang dibenahi, diantaranya toilet dan homestay.

"Kita akan memberikan pendampingan, pelatihan, kita akan ada peningkatan destinasi wisata lainnya, seperti toilet, begitupun dengan homestay karena di sini hanya ada satu, kita akan tingkatkan, juga kita ingin jadikan desa wisata ini sebagai tujuan wisata selagi ada WSL Pro, untuk membangkitkan ekonomi masyarakat," kata Sandiaga dalam sebuah pernyatannya.

Tags : Nias Selatan , Wisata Nias , Hilisimaetanö

Berita Terkait