Mengapa Tidur Membatalkan Wudu? Ini Jawaban Ibnu Arabi

| Selasa, 05/10/2021 20:41 WIB
Mengapa Tidur Membatalkan Wudu? Ini Jawaban Ibnu Arabi Salat (foto:istimewa)

RADARBANGSA.COM - Kitab-kitab bermazhab Syafi`i banyak yang menyebutkan bahwa salah satu hal yang membatalkan wudu adalah tidur, salah satunya kitab Safinatun Naja. Salah satunya berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud yang berbunyi: Barang siapa tidur, maka berwudulah.

Mengutip NU Online, beberapa alasan mengapa tidur dapat membatalkan wudu ada dua. Pertama, hilang akal. Sama seperti gila atau pingsan, tidur dapat membatalkan wudu karena hilangnya akal. Iya, orang yang sedang tidur, pingsan, atau gila berada dalam keadaan berhadas kecil atau batal wudunya karena mereka kehilangan akal sehatnya. 

Kedua, kentut. Orang yang tidur tidak bisa mengontrol dirinya karena hilangnya akal. Bisa saja orang yang sedang tidur itu kentut sehingga wudunya batal.

Tentunya ada pengecualian dalam hal tidur membatalkan wudu ini. Yaitu tidur tidak membatalkan wudu manakala kita tidur dengan posisi duduk dan pantat kita menempel rapat pada tempat duduk. Tidur dengan posisi seperti ini tidak membatalkan wudu karena tidak memungkinkan kita untuk kentut, kecuali kalau posisi pantat kita berubah pada saat tidur tersebut. 

Lantas bagaimana pandangan Ibu Arabi, salah satu ulama terbesar dalam khazanah pengetahuan Islam dan juga seorang tokoh tasawuf terkemuka mengenai hal ini?

Dalam kitab yang berjudul Al-Futhuhat Al-Makkiyah pada bab Asrar al-Thaharah, Ibnu Arabi mula-mula mengemukakan perbedaan pendapat ulama soal tidur.

Pertama, ada ulama yang menyebut kalau tidur merupakan hadast, baik itu tidur sebentar atau lama. Sehingga siapa saja yang tidur harus wudu jika ingin keluar dari keadaan hadas kecil.

Kedua, ada ulama yang berpendapat kalau tidur bukan lah hadas, baik tidur sebentar atau pun lama. Sehingga orang yang baru bangun tidur tidak diwajibkan berwudu, kecuali kalau ada hadas yang keluar seperti kentut misalnya. Ulama dalam kelompok kedua ini berpandangan kalau yang menyebabkan hadas itu kentutnya, bukan tidurnya. Dan Ibnu Arabi cenderung kepada pendapat yang kedua ini.

Ketiga, ulama pada kelompok ketiga membedakan antara tidur sebentar dan lama. Menurut mereka, tidur sebentar tidak mewajibkan wudhu. Sementara tidur lama atau nyenyak wajib wudhu. 

Menurut Ibnu Arabi, tidur sebentar menyebabkan hati menjadi lupa (ghaflah). Sementara tidur lama atau nyenyak menyebabkan hati menjadi mati dan tidak waspada terhadap taklif yang telah dibebankan Allah. Tidur nyenyak juga menyebabkan orang tidak mampu menalar, mengingat-ngingat, dan menginsafi.  “Kedua keadaan ini menghapuskan thaharah hati, yang merupakan ilmu tentang Allah,” kata Ibnu Arabi.

 

 

Tags : Tidur , Wudu , Salat

Berita Terkait