Pertumbuhan Ekonomi NTB Masuk Zona Merah, Gubernur Iqbal Beri Penjelasan

| Kamis, 29/05/2025 13:07 WIB
Pertumbuhan Ekonomi NTB Masuk Zona Merah, Gubernur Iqbal Beri Penjelasan Wawancara Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal. (Foto: IG @brida_ntb)

RADARBANGSA.COM - Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Muhamad Iqbal angkat bicara setelah ditegur oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian terkait anjloknya pertumbuhan ekonomi NTB sebesar minus 1,47 persen pada triwulan I 2025.

Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi 2025 yang diadakan pada Senin (26/5) lalu, Gubernur Iqbal berhalangan hadir sehingga tidak bisa menjelaskan langsung kepada Mendagri alasan NTB tercatat sebagai provinsi yang masuk zona merah bersama Papua Tengah.

"Sebenarnya itu bukan teguran, itu pertanyaan dari Mendagri. Saya juga sudah berkomunikasi langsung kepada beliau menjelaskan, karena pada saat rapat itu, saya tidak bisa hadir sehingga saya menjelaskan setelah rapat," ujarnya di Lombok Tengah, Rabu (28/5). 

Ia menjelaskan secara detail kepada Mendagri bahwa sektor pertambangan yang sebenarnya menyebabkan pertumbuhan ekonomi NTB tercatat anjlok. Sedangkan pada sektor yang lain, pertumbuhan ekonomi NTB justru tumbuh positif dengan angka 5,57 persen.

"Duduk persoalannya bahwa, sebenarnya kalau kita mau melihat pertumbuhan ini di luar pertambangan sebenarnya kita tumbuh 5,57 persen. Bahkan di sektor pertanian kita tumbuh lebih dari 10 persen," imbuhnya.

Untuk itu Gubernur Iqbal menyatakan bahwa sebenarnya perekonomian NTB pada posisi on the track. Ia menyebut, yang memicu sektor pertambangan tidak stabil saat ini karena smelter milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) sudah resmi sehingga izin ekspor konsentrat dihentikan.

"Kita ketahui bersama tahun lalu itu secara resmi smelter yang ada PT AMNT itu sudah berfungsi. Sejak diresmikan-nya smelter itu maka izin ekspor konsentrat PT AMNT itu dihentikan. Sementara pada saat berjalan itu kapasitasnya baru 40 persen. Jadi terjadi lah penumpukan konsentrat, sehingga tidak ada produksi, produksinya turun sampai 54 persen," ujarnya.

Bahkan, masalah pertambangan tidak hanya dialami oleh PT AMNT tetapi juga dialami oleh Freeport. Dengan begitu, ia melihat adanya penurunan ini dikarenakan sektor pertambangan saja.

"Jadi ini fenomena yang muncul karena smelter baru beroperasi. Bukan hanya AMNT yang mengalami seperti itu, Freeport juga mengalami seperti itu," ungkapnya.

Tags : NTB , Pertumbuhan Ekonomi , Tambang