Lomba Cerpen Santri 2018
Tadzimku Bukan Karena Ingin Dikenal Kiai
Oleh: Alfi Laili
RADARBANGSA.COM - Menjadi seorang santri adalah suatu pilihan bagi tiap orang, kebingungan kini menghantui seorang pemuda lulusan MTsN dengan kepribadian sopan, penurut, rapi, tetapi dia seorang yang penakut, pemalu, namun di balik semua itu dia mempunyai otak yang cerdas. Sebut saja ia Bagus Qoyyum Mahbub, dia ditawariuntuk melanjutkan sekolah sambil mondok oleh kedua orang tuanya, setiap hari dia selalu terbayang akan kehidupanya apabila ia mengiyakan tawaran itu. Dia akan menginjakkan kaki ke sebuah tempat yang belum pernah ia kenal, tempat dimana kata orang-orang penuh aturan, hukuman, serba antri, jadwal ngaji yang sangat penuh dan membosankan, apalagi jauh dari keluarga. Dengan berpikir secara matang-matang diapun mengiyakan tawaran itu. Dia sudah tau apa resikonya tetapi ia tidak memikirkan hal itu lagi, dia hanya ingin membuktikan bahwa dia adalah anak yang berani, dan mandiri dia juga ingin menjadi anak yang sholeh seperti keinginan orang tuanya walaupun sebenarnya apa yang ia lakukan itu berbanding terbalik dengan apa yang ada di hatinya.
Rabu, 06 juli 2017 pada hari itulah kehidupan barunya di mulai, Bagus diantar oleh bapaknya ke sebuah pondok pesantren yang cukup popular tidak asing ditelinga namanya adalah Pon.Pes Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo, Kediri. Sebuah pesantren modern khusus laki-laki yang sudah banyak santrinya, sesampainya disana, dia dan bapaknya sowan kepada pak kiai, setelah itu bapak Bagus pun menitipkan dia ke seorang pengurus pesantren tersebut lalu Bagus pun berpamitan, dan mencium tangan bapak seraya berkata “doakan saya bapak supaya betah di sini dan memperoleh ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat, salam buat ibu semoga bapak dan ibu selalu di beri kesehatan dan dilancarkan rezekinya “bapak menjawab “amin….Gus kamu hati-hati ya disini patuhi apa kata pak kiai dan ingat pesan bapak “ kebaikan itu tidak harus di lihat orang “ bagus mengangguk. Dan sang bapak beranjak pulang meninggalkan Bagus selangkah demi selangkah Bagus memperhatikan sang bapak sampai bayangan bapak pun tidak terlihat. Dan mulai detik ini Bagus harus bisa menyesuaikan dirinya karena keadaan, suasana telah berbeda, dulu yang tidak ada kata ANTRI kini bagus harus menjalani hidup yang semuanya serba antri, dari makan, minum, mandi, dan kegiatan lain di pesantren. Ternyata apa yang dia takutkan benar-benar terjadi dia sendiri tidak mempunyai teman, tidak mengerti harus apa dan bagaimana, tetapi ia ingat dengan kedua orang tuanya terutama bapaknya yang sehari - hari banting tulang untuk menyekolahkannya, memang Bagus berangkat dari golongan orang yang tidak mampu tapi dia mempunyai cita-cita yang sangat besar, jadi ia tidak boleh mengecewakan bapaknya.
Hingga suatu malam ketika dia duduk sendirian di depan kamarnya hanya suara jangkrik yang bersahut-sahutan yang menemaninya, sampai akhirnya ia dihampiri oleh seseorang yang berperawakan sedang, sopan, rapi, lucunya ia terkenal dengan santri yang suka tidur sampai ngaji sama pak kiai pun dia tidur, tak lain dia adalah teman sekolahnya nama pemuda itu ialah Muhammad Iqbal dan keduanya saling bercakap-cakap “woi…. Kok sendirian ayo ikut kumpul bareng santriwan lain”. Bagus hanya membalas dengan senyuman saja, tangan Iqbal langsung menyeret tangan Bagus dan akhirnya Bagus bercampur baur dengan santriwan lain dan memberanikan diri ikut ngobrol dengan mereka, lama kelamaan Bagus sadar bahwa pesantren itu tak seperti yang ia bayangkan ataupun seperti yang di katakan orang- orang, menurut Bagus, pesantren adalah tempat yang menyenangkan, bisa mengenal arti kebersamaan yang sebenarnya, mengerti arti sabar dan juga memahami apa yang namanya ta’dzim dengan kiai, dan tak di sadari, Bagus sekolah, mengaji dan mengikuti kegiatan dipesantren telah menginjak tiga bulan di pesantren tersebut.
Baca selengkapnya di sini
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10