Menilik Masa Depan Indonesia Pasca Pandemi

| Minggu, 26/04/2020 14:57 WIB
Menilik Masa Depan Indonesia Pasca Pandemi Ilustrasi Virus Corona (foto: padangkita)

RADARBANGSA.COM - Sejak diumumkan presiden Jokowi bahwa ada 2 orang warga negara Indonesia terkena dampak Covid-19 di Jakarta, pecah sudah anggapan-anggapan tentang Indonesia tidak akan terkena corona virus karena suhu udaranya panas, diatas 25 derajat celsius, atau celotehan orang Indonesia makan jorok, terbiasa hidup di tempat yang tidak bersih, jadi sudah bersahabat dengan virus, bahkan ada pula yang bilang jika Indonesia kebal dengan virus apapun. Hari demi hari pasien positif corona meningkat, dan peningkatannya cukup drastis. Satu hari saja angka positif corona bisa bertambah ratusan. Maka, tidak heran jika angka itu hingga sampai hari ini mencapai ribuan.

Upaya-upaya terus dilakukan oleh semua pihak baik pemerintah, influencer, LSM, business man, masyarakat luas, hingga artis agar dapat menekan angka penularan Covid-19 di Negara kita. Mulai dari cuci tangan, tetap di rumah saja, hingga bantuan sosial bagi pekerja lapangan (buruh, petani, pedagang asongan, dll) diberikan. Hingga pada akhirnya pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga pelarangan mudik atau pulang kampung. Sampai-sampai pelarangan mudik atau pulang kampung menjadi kontroversi dikalangan masyarakat pasca pengumuman Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

Kebijakan ini tentu bukan tidak ada fungsinya. Tetapi kebijakan ini merupakan strategi bagi pemerintah untuk menekan jumlah pasien positif corona di Indonesia. Apakah berhasil? Kita lihat beberapa waktu ke depan. Pasalnya, daerah-daerah mulai ketat menutup akses masuk ke daerah. Lalu dari semua kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memerangi Covid-19 ini apakah akan mengubah sendi kehidupan masyarakat di Negara kita?

Ada beberapa catatan yang ingin saya sampaikan terkait ini, ya masa depan Indonesia Pasca Pandemi ini. Pertama, pandemi ini akan membuat social change. Menurut David, Kingsley (1972) menyebutkan bahwa social change adalah perubahan dimana ini terjadi pada Lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang dapat mempengaruhi sistem sosial, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Misalnya saja cara belajar siswa dan mahasiswa, cara bekerja orang dewasa akan lebih fleksibel dilakukan. Pada masa pandemi ini masyarakat luas tidak pandang bulu dituntut untuk melek teknologi. Jika tidak, pasti dia akan ditinggalkan dan mungkin bisa berdampak pada kehilangan pekerjaan jika itu seorang pegawai, atau tidak naik kelas jika itu siswa. Dengan pengalaman ini, sehari-hari masyarakat dari kalangan anak kecil, dewasa hingga orang tua akan terbiasa dengan ICT (Information, Communication, and Technology).

Selain fleksibilitas, positifnya bisa jadi semua pekerjaan dan pembelajaran menjadi efisien dan efektif dengan penggunaan teknologi secara maksimal. Cara-cara konvensional mulai ditinggalkan, lebih mengutamakan fleksibilitas. Social change yang terjadi pasca pandemi tidak hanya secara positif, tetapi ada dampak negatifnya dikemudian hari yaitu intensitas bersosialisasi dengan orang secara tatap muka, unggah-ungguh, interaksi sosial secara langsung mungkin akan berkurang. Orang akan sibuk dengan hidupnya sendiri, padahal ciri khas masyarakat Indonesia adalah punya rasa interaksi sosial yang tinggi. Ini terjadi akibat kebiasaan yang sekarang dilakukan pada saat pandemi.

Kedua, ekonomi Indonesia. Banyak prediksi bahwa Indonesia akan cenderung melambat untuk pertumbuhan ekonominya akibat Covid-19 ini. Pasalnya, dengan adanya pandemi ini roda ekonomi menjadi stuck, produksi dan permintaan akan barang menurun, sektor pariwisata mengalami penurunan drastis akibat tidak adanya pengunjung, sektor industri banyak memPHK pegawainya, sehingga banyak yang kehilangan pekerjaan karena produksi menurun. Dilansir dari situs World Bank, menyebutkan bahwa berbagai upaya terus dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 secara global maupun domestik akan mengurangi tekanan terhadap permintaan global, harga komoditas, perdagangan internasional hingga sektor pariwisata dan sentiment bisnis global, serta pertumbuhan investasi. Pemerintah pusat maupun daerah menggelontarkan dana cukup banyak untuk konsentrasi mencegah dan menekan angka penyebaran virus ini.

Tentu, semua ini akan pulih kembali apabila pemerintah memiliki kebijakan yang tepat untuk memulihkan keadaan ekonimi pasca pandemi. Belajar dari resesi ekonomi yang pernah di alami hemat saya teori Keynesian masih relevan digunakan, ditambah dengan pendekatan institusional pemerintah. Pemerintah harus membuat regulasi yang mengatur spekulasi di pasar modal dan menjamin simpanan di bank. Selain itu, pemerintah juga harus menekankan pada konsumsi domestik, memberdayakan sektor UMKM semaksimal mungkin. Menurut Suhaji (2019) pakar ekonom bidang UMKM Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia mengatakan bahwa saat krisis global 1998, UMKM Indonesia terbukti mampu menopang ekonomi Indonesia sehingga perekonomian kita mampu bangkit kembali pada tahun-tahun selanjutnya.

Ketiga, bicara soal perpolitikan Indonesia. Di tengah wabah pandemi ini, Presiden Jokowi diuji mampukah dia menangani wabah pandemi ini dengan cepat, tepat, dan tanggap? Sehingga menjawab ketidakpastian dan keresahan masyarakat kapan berakhirnya pandemi ini. Melihat realita tentu ada yang bilang kebijakan dan langkah Jokowi tepat, tapi tidak sedikit juga yang beranggapan bahwa Jokowi gagal dalam menangani wabah ini.

Kebijakan yang kurang tegas, dianggap santai, dan tidak mementingkan nyawa rakyatnya menjadi persoalan yang cukup serius saat ini. Kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Jowoki dan partai yang mengusungnya dipertaruhkan. Pemilu 2024 nanti siapa yang akan jadi kandidat? Siapa juga yang sudah memiliki catatan hitam atau rapor merah dimemori masyarakat dalam penanganan wabah ini, tentu akan sangat berdampak pada suara baik kandidat maupun partai. Kepercayaan masyarakat terhadap politik di Indonesia memang menurun, data dari LIPI menunjukkan bahwa parpol berada pada level terbawah.

Hal ini seharusnya menjadi catatan penting bagi partai, sehingga dengan adanya wabah ini parpol dapat menunjukkan dan membuktikan kepeduliannya terhadap masyarakat, bukan hanya pada saat kampanye saja dengan janji-janji manisnya. Bisa jadi, jika pemimpin-pemimpin daerah yang berhasil dalam menangani kasus corona di daerah-daerah akan maju menjadi capres maupun anggota DPR, mungkin akan lebih dipercaya masyarakat, begitu juga sebaliknya yang gagal akan mendapat coretan hitam di mata masyarakat.

Oleh: Helen Dian Fridayani (PhD Student, Graduate Institute of Political Economy, National Cheng Kung Univesity, Taiwan)

Tags : Pandemi Virus Corona , Opini

Berita Terkait