Anies Baswedan - Gus Muhaimin dan Konstelasi Politik Pilpres

| Kamis, 19/10/2023 17:08 WIB
Anies Baswedan - Gus Muhaimin dan Konstelasi Politik Pilpres Pasangan AMIN daftar ke KPU (foto: pkb)

Oleh. Eko Supriatno

Pasangan bakal capres-cawapres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) mendaftar ke KPU pada hari ini, Kamis (19/10).

Secara hitung-hitungan angka, Koalisi Perubahan (NasDem, PKB, dan PKS) juga melampaui syarat kursi yang ditetapkan.

Pada Pileg 2019 NasDem memperoleh 12,6 juta suara atau 9,05 persen dengan kursi 59 persen, PKB mendapatkan 13,57 juta suara sementara PKS mendapatkan 11,49 juta dengan persentase 8,21 persen dan 50 kursi di DPR.

Ini berarti koalisi Anies dan Gus Muhaimin sudah lolos ambang batas atau presidential threshold (PT) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Tiga Poros Koalisi

Koalisi yang akan dibangun partai-partai semakin hari semakin jelas arahnya. Saat ini sudah ada tiga poros koalisi partai politik pendukung capres-cawapres menuju Pemilu 2024, yakni pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) yang diusung oleh Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kemudian ada Koalisi Indonesia Maju pengusung Prabowo Subianto yang terdiri atas Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, sejumlah parpol nonparlemen, serta koalisi pengusung Ganjar Pranowo yang dimotori PDI Perjuangan bersama PPP, Perindo, dan Hanura.

Dengan tiga poros koalisi yang ada saat ini, amatan penulis:

Pertama, ada sebuah ‘optimisme’ bahwa gelaran Pemilu 2024 akan berlangsung lancar dan damai. Dan memang keinginan kita semua bahwa Pemilu 2024 harus lebih mengedepankan perang gagasan dan program, bukan sekadar saling lempar hoaks dan kampanye hitam.

Kedua, Dengan tiga paslon, polarisasi tajam yang membelah masyarakat seperti di Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 diprediksi tidak akan terjadi. Dengan tiga poros membuat Pemilu 2024 tanpa polarisasi tajam ketimbang hanya satu putaran dengan dua poros. Pemilu 2024 diprediksi bakal lebih tenang. Potensi kerawanan pun akan lebih rendah.

Menurut penulis, koalisi atau kerja sama membangun kekuatan politik dibutuhkan dalam dua hal:

Pertama, dalam jangka pendek untuk memperluas dukungan atau menambah raihan suara agar bisa memenangi pemilihan presiden (pilpres).

Kedua, dalam jangka panjang agar bisa membangun pemerintahan yang kuat dan efektif saat sudah berhasil meraih kursi kepresidenan.

Secara garis besar, ada dua model koalisi yang akan dibangun.

Pertama, koalisi kerja sama yang kokoh di atas kesamaan ideologi dan platform.

Kedua, koalisi besar berdasarkan persamaan kepentingan untuk memperkuat sistem presidensial dengan dukungan parlemen yang solid.

Anies-Gus Muhaimin Sebuah ‘Titik Temu’

Anies-Gus Muhaimin adalah dua sosok ‘titik temu’ dari parpol pengusung Anies-Gus Muhaimin di Pilpres 2024. Penentuan bakal calon wakil presiden (cawapres) Gus Muhaimin untuk Anies perlu dilihat dari beberapa aspek:

Pertama, aspek historis. NasDem sebagai partai nasionalis biasanya lebih cenderung mengambil tokoh NU sebagai bakal calon orang kedua di pilpres. Misalnya, di Pemilu 2019 PDIP sebagai partai nasionalis, KH Ma’ruf Amin akhirnya dipilih menjadi cawapres Jokowi.

Kedua, aspek sosiologis, sosok Gus Muhaimin bisa memperkuat dukungan terhadap Anies di wilayah asal Gus Muhaimin, yakni Jawa Timur. Keuntungannya, secara elektoral, basis demografi keduanya saling melengkapi karena Anies  akan mewakili daerahnya dengan identitas nasionalisnya.

Sementara Gus Muhaimin merepresentasikan Jawa Timur dengan simbol religiusitas NU (Nahdlatul Ulama).

Ketiga, aspek ideologis, jika Anies dipasangkan dengan Gus Muhaimin maka akan saling melengkapi dan sesuai dengan keinginan parpol pengusung Anies-Gus Muhaimin di Pilpres 2024 yang ingin memadukan tokoh nasionalis-religius. Dari sisi karakter kepemimpinan, Anies-Gus Muhaimin juga bisa saling menutup kekurangan masing-masing.

Keempat, aspek branding politik. Tipologi NasDem dan PKS biasanya mencari cawapres yang mampu bersaing dengan bakal cawapres lain. Tidak hanya secara elektoral, namun juga citra publik. Gus Muhaimin bisa mendongkrak elektabilitas bakal calon presiden dari NasDem Anies di Pilpres 2024. Kualitas personal Gus Muhaimin bisa memperkuat pencitraan atau branding Anies melalui rekam jejaknya yang dinilai bersih dan berani selama ini.

Karena, di antara sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama (NU) saat ini, Gus Muhaimin merupakan salah satu tokoh yang paling populer dan mendapatkan penerimaan publik cukup baik.

Gus Muhaimin dan Massa Nahdliyin

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia tidak bisa dibantah, sudah banyak hasil survei yang mencoba mengestimasi jumlah warga NU.

Angka yang beredar dari Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengemukakan data bahwa terdapat total 20 persen warga Indonesia yang mengaku sebagai anggota Nahdlatul Ulama (NU). Jika dihitung dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebanyak 204.807.222, maka jumlah anggota NU sebanyak 20 persen itu setara dengan 40.961.444 orang. Artinya, kalau jumlah pemilih kita 2024 nanti sekitar 200 juta, kurang lebih itu 40 juta, 20 persen itu ‘sangat amat banyak’.

Dari perspektif sejarah pendiriannya, PKB merupakan anak kandung NU meskipun ormas itu kemudian membatasi diri dalam dunia politik, dengan kembali ke Khitah 1926. Lewat berbagai agenda, organisasi nahdliyin memfokuskan untuk mengurus umat, bukan lagi partai dan berpolitik praktis. Namun tak bisa dimungkiri, PKB merupakan salah satu warisan politik nahdliyin.

Menurut penulis, setidaknya ada 2 (dua) catatan dari bahasan “Gus Muhaimin dan Massa Nahdliyin” ini:

Pertama, Pertarungan memperebutkan suara Nahdliyin paling keras tentu saja di Jawa Timur. Suara NU di Jatim sangat besar sehingga banyak partai yang serius menggarap massa NU, apalagi Gus Muhaimin juga mempunyai akar yang kuat di Jawa Timur. Partai-partai Islam, seperti PKB, PPP, dan PKS akan memperebutkan massa santri yang kuat di Jatim. Pertaruhan Koalisi Perubahan tentu saja akan memanfaatkan ketokohan Gus Muhaimin sehingga mampu menaikkan elektoral Anis-Gus Muhaimin.

Kedua, Terkait dengan sinyalemen Koalisi Perubahan bahwa Gus Muhaimin bisa membawa gerbong Nahdliyin bergabung bersama Koalisi Perubahan merupakan sesuatu yang menarik. Selama ini, kiai dan keluarganya dianggap sebagai tokoh panutan warga Nahdliyin. Gus Muhaimin juga dinilai tokoh politik yang mempunyai jaringan luas, bukan saja jaringan struktural, tetapi juga jaringan kultural di seluruh Indonesia. Gus Muhaimin yang juga cicit pendiri Nahdlatul Ulama KH Bisri Syansuri ini diharapkan koalisi perubahan membawa gerbong massa Nahdliyin yang juga pengagum kakek-nya, KH Bisri Syansuri.

Ketika PKB berdiri 1998, suara santri paling besar menyumbangkan suaranya. Di samping itu, kiai dan santrinya mempunyai jaringan kultural yang sangat efektif sampai ke pelosok desa. Kiai biasanya mengisi pengajian sampai ke level terbawah, RT dan RW. Semua ini potensi yang sangat melimpah, yang secara politik akan dimanfaatkan koalisi perubahan dengan hadirnya sosok Gus Muhaimin.

 

Eko Supriatno

Komunitas Sahalang4nies, Penulis Buku “Gus Muhaimin Gasspolll (Penggerak Kaum Sarungan Menuju Istana)”, Tenaga Ahli DPRD Banten.

Tags : AMIN , Anies Muhaimin , Capres Cawapres