Hukum Memasuki Tempat Ibadah Agama Lain Menurut 4 Mazhab  

| Jum'at, 21/05/2021 20:27 WIB
Hukum Memasuki Tempat Ibadah Agama Lain Menurut 4 Mazhab   

RADARBANGSA.COM - Beberapa ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai hukum seorang Muslim ketika memasuki tempat-tempat ibadah agama lain, seperti gereja bagi penganut agama Kristiani, wihara bagi penganut agama Buddha, ataupun sinagoge bagi penganut agama Yahudi.

Ulama mazhab Hanafi menyatakan, hukum memasuki tempat ibadah non-Muslim adalah makruh. Mengutip nu online, Syekh Ibnu Abidin dalam kitab Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar menyebutkan:

 يُكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ الدُّخُولُ فِي الْبِيعَةِ وَالْكَنِيسَةِ  

"Bagi seorang Muslim, memasuki sinagog dan gereja hukumnya makruh." (Lihat: Muhammad Amin Ibnu Abidin, Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar, juz 1, h. 380).

Hal ini juga sama seperti yang ditegaskan oleh Ibnu Abidin, Syekh Ibnu Nujaim Al-Mishry dalam kitabnya Al-Bahrur Ra’iq Syarh Kanzud Daqaiq menegaskan:  

يُكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ الدُّخُولُ فِي الْبِيعَةِ وَالْكَنِيسَةِ. وَالظَّاهِرُ أَنَّهَا تَحْرِيمِيَّةٌ

“Bagi seorang Muslim, memasuki sinagog dan gereja hukumnya makruh. Dan tampaknya, hal itu adalah makruh tahrim (mendekati haram)” (Ibnu Nujaim Al-Mishry, Al-Bahrur Ra’iq Syarh Kanzud Daqaiq, juz 8, h. 374).

Menurut mazhab Hanafi memasuki tempat ibadah agama lain, adalah perbuatan yang di makruhkan bahkan mendekati haram. Sebaliknya mayoritas ulama mazhab Maliki, Hanbali dan sebagian ulama mazhab Syafi’i menyatakan bahwa seorang muslim diperbolehkan memasuki tempat ibadah agama lain. Syekh Abdus Sami’ Al-Abi Al-Azhari, seorang ulama bermazhab Maliki menuturkan:

أَيْ مَعْبَدُهَا كَنِيْسَةً أَوْ بِيْعَةً، وَلِزَوْجِهَا الْمُسْلِمِ دُخُوْلُهُ مَعَهَا

Yaitu tempat ibadah istrinya, baik berupa gereja atau sinagog. Dan suaminya yang Muslim boleh memasukinya (tempat ibadah istri) bersama istrinya.” (Lihat: Abdus Sami’ Al-Abi Al-Azhari, Jawahirul Iklil, juz 1, h. 383).

Ibnu Rusyd Al-Qurtubhi yang juga ulama bermazhab Maliki menuliskan hal yang berirama dalam kitabnya Al-Bayan Wat Tahshil:   

 وَرَوَى ابْنُ الْقَاسِمِ أَنَّ مَالِكًا سُئِلَ عَنْ أَعْيَادِ الْكَنَائِسِ فَيَجْتَمِعُ الْمُسْلِمُونَ يَحْمِلُونَ إلَيْهَا الثِّيَابَ وَالْأَمْتِعَةَ وَغَيْرَ ذَلِكَ يَبِيعُونَ يَبْتَغُونَ الْفَضْلَ فِيهَا. قَالَ: لَا بَأْسَ بِذَلِكَ

"Ibnu Qasim bercerita, imam Malik ditanya tentang perayaan di gereja, di mana umat Islam berkumpul lalu membawa baju, perhiasan, dan barang-barang lain menuju gereja untuk menjualnya di sana. Beliau berkata: Hal itu tidak apa-apa." (Lihat: Ibnu Rusyd Al-Qurtubhi, Al-Bayan Wat Tahshil, juz 4, h. 168-169).

Seseorang ulama yang bermazhab Hanbali, Syekh Ibnu Qudamah menyatakan kebolehan memasuki tempat ibadah agama lain. Bahkan, beliau membolehkan seorang Muslim melaksanakan salat di gereja yang bersih.   

وَلَا بَأْسَ بِالصَّلَاةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَةِ، رَخَّصَ فِيهَا الْحَسَنُ وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَالشَّعْبِيُّ وَالْأَوْزَاعِيُّ وَسَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَرُوِيَ أَيْضًا عَنْعُمَرَ وَأَبِي مُوسَى، وَكَرِهَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَمَالِكٌ الْكَنَائِسَ؛ مِنْ أَجْلِ الصُّوَرِ   وَلَناَ: "أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْكَعْبَةِ وَفِيهَا صُوَرٌ،" ثُمَّهِيَ دَاخِلَةٌ فِي قَوْلِهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ: فَأَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ، فَإِنَّهُ مَسْجِدٌ  

Ibn Qudamah menjelaskan al-Hasan, Umar bin Abdul Azis, Sya’bi, Awza’i dan Sa’id bin Abdul Azis, serta riwayat dari Umar bin Khattab dan Abu Musa, mengatakan tidak mengapa salat di dalam gereja yang bersih. Namun Ibn Abbas dan Malik memakruhkannya karena ada gambar di dalam gereja. Namun bagi kami (Ibn Qudamah dan ulama yang sepaham dengannya) Rasulullah SAW pernah salat di dalam Kabah dan di dalamnya ada gambar. Ini juga termasuk dalam sabda Nabi: “jika waktu salat telah tiba, kerjakan salat di manapun, karena di mana pun bumi Allah SWT adalah masjid. (Lihat: Ibnu Qudamah, Al-Mughni, juz 2, h. 478).  

Syekh Ibnu Muflih juga menjelaskan:  

وَلَهُ دُخُولُ بِيعَةٍ وَكَنِيسَةٍ وَنَحْوِهِمَا وَالصَّلَاةُ فِي ذَلِكَ. وَقَالَ ابْنُ تَمِيمٍ لَا بَأْسَ بِدُخُولِ الْبِيَعِ وَالْكَنَائِسِ الَّتِي لَا صُوَرَ فِيهَا وَالصَّلَاةِ فِيهَا  

“Dan seorang Muslim diperbolehkan memasuki sinagog, gereja, dan sebagainya, serta diperbolehkan melaksanakan salat di dalamnya. Ibnu Tamim berkata: “Tidak apa-apa memasuki sinagog dan gereja yang di dalamnya tidak terdapat gambar, serta diperbolehkan salat di dalamnya.” (Lihat: Ibnu Muflih, Al-Adab Al-Syariyyah, juz 4, h. 122).  

Tetapi sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat, seorang Muslim tidak boleh memasuki tempat ibadah agama lain, kecuali jika ada izin dari mereka. Syekh Muhammad bin Khatib As Syarbini menyebutkan:   

لَا يَجُوْزُ لِلْمُسْلِمِ دُخُوْلُ كَنَائِسِ أَهْلِ الذِّمَّةِ إِلَّا بِإِذْنِهِمْ. وَمُقْتَضَى ذَلِكَ الْجَوَازُ بِالْإِذْنِ وَهُوَ مَحْمُوْلٌ عَلَى مَا إِذَا لَمْ تَكُنْ فِيْهَا صُوْرَةٌ

"Seorang Muslim tidak diperkenankan memasuki gereja-gereja Ahli Dzimmah kecuali atas izin mereka. Artinya, hal itu diperbolehkan mana kala ada izin. Namun kebolehan melakukan hal itu, hanya jika di dalam gereja tersebut tidak terdapat gambar." (Lihat: Muhammad bin Khatib As Syarbini, Mughnil Muhtaj, juz 4, h. 337).  

Syekh Al-Qalyubi juga menuliskan:  

لَا يَجُوزُ لَنَا دُخُولُهَا إلَّا بِإِذْنِهِمْ وَإِنْ كَانَ فِيهَا تَصْوِيرٌ حَرُمَ مُطْلَقًا، وَكَذَا كُلُّ بَيْتٍ فِيهِ صُورَةٌ

“Kita tidak diperbolehkan memasuki gereja kecuali atas izin mereka, sedangkan jika di dalam gereja tersebut ada gambar maka hukum memasukinya haram secara mutlak. Begitu pula, haram memasuki setiap rumah yang ada gambarnya.” (Lihat: Al-Qalyubi, Hasyiyatal Qalyubi wa Umairah, juz 4, halaman 492).

Pemaparan dari hukum memasuki tempat ibadah agama lain, dapat disimpulkan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai hukum seorang yang beragama Islam untuk memasuki tempat ibadah agama lain. Menurut mazhab Hanafi hukumnya makruh, menurut mazhab Maliki, Hanbali, dan sebagian ulama mazhab Syafi’i hukumnya boleh, sedangkan menurut sebagian ulama lain dari mazhab Syafi’i hukumnya tidak boleh, kecuali ada izin dari mereka.  

Perbedaan pendapat dari tiap ulama beda mazhab merupakan bukti bahwa Islam adalah agama yang menghargai keberagamaan. Melalui keberagamaan ini, Islam mengajarkan umatnya untuk selalu bertoleransi dan saling menghargai.

Tags : Tempat Ibadah , Agama , Mazhab

Berita Terkait