Hukum Membatalkan Pernikahan Usai lamaran

| Selasa, 08/06/2021 20:39 WIB
Hukum Membatalkan Pernikahan Usai lamaran Pernikahan dalam Islam (sumber:istimewa)

RADARBANGSA.COM - Lamaran atau disebut juga Khitbah, dalam Islam tujuannya sebagai cara bagi calon suami dan istri untuk saling mengenal satu sama lain. Melalui Khitbah, calon istri bisa mengenal dan mencari tahu lebih lanjut mengenai watak, perilaku, sifat calon suaminya, ataupun sebaliknya. Harapan dari khitbah adalah untuk melanjutkan pada jenjang pernikahan dengan hati dan perasaan yakin. 

Pelaksanaan khitbah biasanya dilakukan dengan cara mempelai laki-laki untuk menyampaikan keinginan dan kesungguhannya untuk menikahi mempelai perempuan dengan hadir bersama keluarga besar ke rumah calon mempelai perempuan. Hanya saja dalam prosesnya tidak selalu berjalan sesuai dengan harapan. Terkadang terdapat kendala yang mempengaruhi keberlangsungan khitbah pada jenjang pernikahan.

Lantas bagaimana Islam melihat peristiwa membatalkannya pernikahan setelah melaksankaan khitbah? 

Mengutip nu online, Syekh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, menjelaskan bahwa khitbah tidak bisa dianggap sama dengan nikah. Keduanya merupakan dua komponen yang berbeda, sehingga mempunyai ketentuan yang juga berbeda. Dalam kitabnya disebutkan:

بما أن الخطبة ليست زواجاً، وإنما هي وعد بالزواج، فيجوز في رأي أكثر الفقهاء للخاطب أو المخطوبة العدول عن الخطبة

Artinya, “Melihat bahwasanya khitbah tidak bisa dikatakan akad nikah, dan khitbah hanyalah sebatas janji untuk menikah, maka menurut mayoritas ulama, bagi mempelai laki-laki yang melamar dan perempuan yang dilamar boleh untuk berubah pikiran dari lamarannya (janji nikahnya, red)” (Syekh Dr. Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut: Dar al-Fikr 2010], juz 9, h. 19).

Khitbah dengan segala ketentuannya memang belum bisa dianggap sebagai akad nikah. Sebelum akad (nikah) terjadi antara keduanya, masing-masing belum mempunyai tanggungan apa pun, dan tidak mempunyai beban antara keduanya. Hanya saja, dalam kelanjutan pernyataannya, Syekh Wahbah az-Zuhaili menganjurkan untuk tidak membatalkan. Dalam kitabnya dijelaskan:

ولكن يطلب أدبياً ألا ينقض أحدهما وعده إلا لضرورة أو حاجة شديدة، مراعاة لحرمة البيوت وكرامة الفتاة

Artinya, “Akan tetapi, dianjurkan sebagai bentuk etika bagi salah satunya, untuk tidak merusak janjinya, kecuali dalam keadaan yang mendesak, atau kebutuhan yang sangat. (Hal itu) demi menjaga kehormatan keluarga dan kemuliaan perempuan” (Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, 2010: juz 9, h. 19).

Imam Zakaria Muhyiddin Yahya bin Syaraf an-Nawawi dalam kitab al-Adzkar menjelaskan tentang janji, bahwa ulama kalangan Syafi’iyah sepakat, sunah hukumnya menepati janji, selagi tidak berupa janji yang dilarang, tentu jika tidak ditepati akan berkonsekuensi pada hukum makruh dan menghilangkan keutamaannya (Imam Nawawi, al-Adzkar lin Nawawi, [Beirut: Dar al-Fikr, 1994], h. 317).

Namun, jika kesepakatan dalam khitbah yang telah disepakati sudah tidak bisa dirajut kembali, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka sebaiknya bagi laki-laki yang melamar menggunakan alasan yang tepat ketika ingin membatalkannya. Syekh Wahbah az-Zuhaili memberikan cara yang benar, yaitu:

وينبغي الحكم على المخطوبة بالموضوعية المجردة، لا بالهوى أو بدون مسوغ معقول، فلا يعدل الخاطب عن عزمه الذي شاءه؛ لأن عدوله هو نقض للعهد أو الوعد

Artinya, “Sebaiknya, memutuskan (pembatalan rencana nikah) atas wanita yang telah dilamarnya itu dengan menggunakan alasan-alasan nyata yang tidak dibuat-buat, tidak disebabkan mengikuti hawa nafsu, atau tanpa sebab yang bisa diterima oleh akal. Sehingga, pria yang melamar tidak berpaling dari tujuan melamar yang ia kehendaki, sebab dengan berpaling dari janjinya, ia dianggap telah merusak janji-janjinya” (Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, 2010: juz 9, h. 19).

Karena sesungguhnya janji yang telah disepakati, seperti janji dalam khitbah, jika tidak ditepati nantinya akan dipertanyakan oleh Allah SWT kelak di akhirat. Dalam Alquran Allah SWT berfirman:

وَأَوْفُواْ بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُولاً

Artinya, “Dan penuhilah janji karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (QS Al-Isra’: 34)



Tags : Janji , Lamaran , Nikah

Berita Terkait