Bachrudin Nashori: NU dan PKB Tak Mungkin Surut Halau Radikalisme

| Minggu, 12/11/2017 16:33 WIB
Bachrudin Nashori: NU dan PKB Tak Mungkin Surut Halau Radikalisme Anggota FPKB DPR RI, Bachrudin Nashori menyampaikan sambutan pada Halaqoh Kebangsaan di Tegal

TEGAL, RADARBANGSA.COM - Indonesia adalah negara yang memiliki beragam kebudayaan. Artinya, Indonesia merupakan negara multicultural, berbagai macam budaya, agama, etnis bertebaran dan menyebar diseluruh penjuru Indonesia.

Namun, status sebagai negara multikultural itu tak sepenuhnya berjalan beriringan dengan kedamaian, ketentraman, termasuk persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia acap kali dirongrong oleh radikalisme yang tentu mengancam status tersebut.

Karena itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menggelar Halaqoh Kebangsaan bertajuk Membangun Indonesia dalam Keragaman dan Kedamaian di Ponpes al-Fajar Lebaksiu, Tegal, Jawa Tengah, Minggu 12 November 2017.

Anggota Fraksi PKB DPR RI, Bachrudin Nashori mengatakan, PKB istiqomah mengkampanyekan Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) yang diwariskan oleh para ulama dan kiai moderat. Menurut Bachrudin, Aswaja adalah ideology yang mampu menangkal radikalisme tersebut serta menjaga multikulturalisme di Indonesia.

“NU menjadi benteng dari faham radikal yang saat ini mulai merebak di masyarakat. Dengan Aswaja yang digaungkan, PKB menjadi pelaksana dari program NU,” katanya saat member sambutan di lokasi acara.

Oleh karena itu, lanjut Bachrudin, NU dan PKB tak mungkin menyurutkan nilai juang dalam menghalau radikalisme itu. Karena menjaga keutuhan bangsa adalah sebagian dari jihad yang harus terus digelorakan.

Sementara itu, Narasumber Halaqoh Kebangsaan, Ahmad Tsauri menuturkan, pusat Islam secara tradisional dan sejarahnya memang ada di Timur Tengah, namun dalam jumlah proporsi terbesar muslim lebih 60% ternyata tinggal di Asia, Indonesia menempati urutan teratas dengan populasi penduduk muslim terbanyak.

Disinilah bangsa Indonesia terus menerus diuji. Gerakan Islam Transnasional yang umumnya memiliki ciri ideologi yang tidak lagi bertumpu pada konsep kenegaraan (state-nation), misalnya, tak hentinya menggoda multikulturalisme bangsa yang sudah harmoni sejak dahulu.

Akibatnya toleransi bangsa Indonesia, terang Tsauri, menjadi terusik oleh skripturalis fundamentalisme atau radikal dan terkadang secara parsial mengadaptasi gagasan dan instrumen modern.

“Kemunculannya juga berdampak pada tergerusnya toleransi antar umat beragama, berbudaya dan beretnis. Toleransi mempunyai batas, yakni toleransi tidak menoleransi tindakan-tindakan intoleran. Dan Aswaja adalah tamengnya,” pungkas Tsauri.

Hadir dalam Halaqoh Kebangsaan tersebut Ketua PCNU Tegal, KH Ahmad Was`ari, Dewan Syuro PKB Tegal, Habib Sholeh al-Atthos, Bupati Tegal, Ki Enthus Susmono, tokoh masyarakat Tegal, serta sejumlah pimpinan Pondok Pesantren.

Tags : Halaqoh Kebangsaan , PKB , NU

Berita Terkait