BAKN DPR Minta Dana Otonomi Khusus Dikaji Ulang

| Senin, 10/02/2020 20:20 WIB
BAKN DPR Minta Dana Otonomi Khusus Dikaji Ulang Hendrawan Supratikno (Wakil Ketua BAKN DPR RI). (Foto: dprgoid)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Marwan Cik Asan menyampaikan bahwa pelaksanaan dana Otonomi Khusus (Otsus) semuanya harus bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut disampaikan Marwan dalam rapat kerja BAKN DPR RI dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia.

“Bagaimana ke depan, kami bisa membuat langkah-langkah yang bisa di rekomendasikan oleh BAKN DPR RI supaya pelaksanaan dana Otonomi Khusus (Otsus), baik di Provinsi Aceh, Papua, Papua Barat, maupun dana keistimewaan di Yogyakarta, semuanya bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujar Marwan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 10 Februari 2020.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua BAKN DPR RI Hendrawan Soepratikno menyampaikan pertanyaan terkait kajian atau usulan seperti mekanisme penyaluran Dana Otsus pada BPK RI. Menurutnya, mekanisme penyaluran dana Otsus sangat penting agar pencairannya bisa lebih cepat dan bisa dimanfaatkan untuk pembangunan daerah.

“Karena banyak usulan yang meminta agar penyaluran dana tersebut tidak perlu melalui pemerintah provinsi, supaya termin pencairan yang terlambat itu tidak semakin terlambat, karena dipersulit ditingkat provinsi,” ucap Hendrawan.

Selain itu menurutnya, program-program pembangunan yang ada memang didesain untuk selalu terlambat. “Kalau desainnya saja sudah terlambat, maka efektifitas atau kinerja dari Otsus ini memang rendah. Kita bisa usul kepada Menteri Keuangan, mekanisme yang baru atau termin-termin yang sesuai dengan skema kepentingan kita,” tuturnya.

Ia menegaskan, semakin hari Pemerintah Daerah semakin tergantung dengan Dana Otsus ini. Dana yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suplemen atau vitamin akseleratif, lama kelamaan dijadikan sebagai andalan. Itu sebabnya komentar-komentar yang muncul di daerah meminta agar Dana Otsus itu tidak dihentikan.

“Ada kesan kuat dana ini dipersepsikan oleh elit politik disana sebagai cost of integrations. Kalau persepsi ini tidak berubah maka akan sama dengan dana aspirasi,” tukas Hendrawan.

Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi Papua tahun 2019 minus 15,72 persen. Sedangkan pertambangan dan penggalian turun minus 43,21 persen. Begitu pula dengan ekspor Papua yang juga mengalami penurunan.

“Kalau data ini ditambahkan dengan apa yang disampaikan BPK, maka akan menjadi malapetaka. Bagaimana sebuah provinsi suatu negara dengan kekayaan resources yang luar biasa bisa amburadul seperti ini. Kalau diukur dengan ratio-ratio yang ada, maka bisa dikatakan (Dana Otsus) ini gagal,” tegasnya.

Tags : DPR RI , Dana Otsus , BAKN , BPK RI